satu
satu
in collaboration with anothermissjo's story title "One Last Game"
🧵
🧵
Setelah pertemuan Michelle dengan Edward dan Ethan yang dikenalkan sebagai bestmen Industrian secara resmi, Michelle ragu jika dirinya bekerja dengan baik dan profesional. Ia lebih banyak tenggelam dalam lamunannya, memikirkan kesalahan fatal yang dilakukannya empat tahun lalu. Michelle mengutuk dirinya sendiri yang entah dirasuki oleh apa saat itu hingga ia dengan berani memutuskan untuk ikut campur dalam masalah pribadi kliennya.
Bagus jika langkah yang diambilnya berhasil membuat kliennya terhindar dari pernikahan yang tidak akan berakhir baik. Tapi, bagaimana jika malah merugikan kedua belah pihak kliennya? Seperti yang sudah dilakukannya terhadap Ethan dan calon istrinya–Bianca?
Rasa bersalah Michelle semakin dalam ketika ia mendapat informasi jika sejak pernikahan Ethan dibatalkan secara sepihak oleh Bianca, pria itu tidak pernah terlihat dekat dengan wanita mana pun lagi. Michelle memijat keningnya yang mulai pening. "Dasar bodoh! Kenapa kamu harus ikut campur? Tidak bisakah kamu hanya duduk diam?" tanya Michelle pada dirinya sendiri. Saat ini, dirinya tengah bersembunyi di balik kain-kain dekorasi. Ia duduk di atas gelondongan kayu besar yang cukup kokoh, membiarkan tim Love Blooms yang lain bekerja tanpa pengawasannya.
"Apa lagi yang kamu ikut campuri?"
Michelle menenggelamkan kepalanya pada pangkuannya sendiri. "Kenapa hari itu harus sial sekali sampai kebetulan mendapati pria berwajah sama dengannya tengah berciuman dengan wanita lain? Lalu, yang paling penting, kenapa kuberitahukan kepada pengantin wanitanya?!"
"Benar, kenapa kamu sial sekali?"
Saat itu juga Michelle tersadar jika suara yang sudah dua kali didengarnya bukanlah pikirannya sendiri, melainkan suara orang lain. Michelle segera mengangkat pandangannya untuk mendapati seorang pria berdiri di hadapannya–entah Edward atau Ethan. Ketika tadi dikenalkan oleh Matcha, Michelle akhirnya tahu alasan di balik kesulitannya membedakan Edward dan Ethan. Jika memang semudah itu, Michelle tidak akan salah mengenali Edward yang tengah berciuman dengan wanita lain di dalam mobil sebagai Ethan. Dan tentunya, masalah empat tahun lalu tidak akan terjadi.
"Maaf, kamu Edward atau Ethan?" tanya Michelle. Tanpa disadarinya, ia memicingkan matanya untuk mengamati pria di hadapannya ini dengan lebih jelas.
"Kukira setelah salah mengenaliku empat tahun yang lalu sebagai pria yang tidak setia kepada calon istrinya, kamu bisa membedakanku dan saudara kembarku dengan lebih baik dibanding siapa pun. Tapi ternyata kamu tidak belajar dari pengalaman," sindir Ethan sambil berkacak pinggang. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling, mengamati suasana pesta pernikahan sahabat baiknya—Industrian.
Michelle tidak menyangka jika dirinya akan bertemu lagi dengan Ethan, apalagi di pesta pernikahan yang berada di bawah naungan wedding plannernya. Empat tahun tidak akan pernah cukup baginya untuk merekayasa berbagai kejadian yang mungkin terjadi jika dirinya kembali bertemu dengan Ethan ataupun Bianca. Ia tidak pernah siap, seperti saat ini.
Michelle memilih diam. Tidak ada sepatah kata pembelaan atau bantahan yang bisa dikeluarkannya saat ini, terlebih ketika dirinya mendapat sindiran yang layak didapatkannya.
"Di luar dari hubungan masa lalu kita yang buruk, kuakui jika kinerjamu dan tim sangat baik," puji Ethan yang masih sibuk mengamati keadaan sekitar. "Andai saja hari itu kamu tidak memilih untuk ikut campur terlalu jauh."
Michelle menghela napas kemudian menjawab dengan suara lesu, "Bisakah kamu tidak menyindirku terus-menerus? Aku sungguh-sungguh menyesal sejak kejadian itu. Dan, aku sadar dengan jelas jika kesalahanku tidak bisa diperbaiki dan amat merugikanmu dan Bianca dari segi mana pun."
Ethan mengabaikan perkataan Michelle meskipun ia mendengarnya dengan amat baik dan jelas. Ia juga sedikit banyak mengerti atas perasaan bersalah Michelle. "Aku hanya tidak menyangka jika Industrian dan Matcha akan mempercayakan pernikahan mereka pada wedding plannermu lagi, setelah tahu jika pernikahanku dengan Bianca batal akibat campur tanganmu yang bisa dikatakan berlebihan." Kalimat panjang itu meluncur dengan lancar dari bibir Ethan yang masih berdiri di dekat Michelle. Kali ini, pandangan Ethan sudah terarah jelas pada Michelle.
Kepala Michelle tertunduk semakin dalam. Sungguh, rasa bersalah tidak pernah lepas dari dirinya sejak tahu jika pria yang dikiranya Ethan ternyata bukanlah pria itu. "Aku sungguh meminta maaf dan merasa amat bersalah," ulangnya lagi.
Ingatan Michelle langsung kembali ke awal mula permasalahan itu bisa terjadi, kejadian yang tidak pernah sedikit pun berubah samar dalam ingatannya. Bahkan, kejadian itu masih sering muncul di dalam mimpinya, dengan sangat jelas seperti film yang diputar berulang-ulang.
●●
Love Blooms, wedding planner yang baru saja dirintis oleh Michelle Julie Bulrush dengan modal nekat dan pengalaman minim, berhasil menjadi rebutan para bride to-be setelah proyek pernikahannya yang ketiga yaitu pernikahan Rumbai Rumbira Prambadi menjadi pembicaraan di seluruh sudut kota. Pernikahan Rumbai sangat diminati karena keindahan, kesuksesan, dan konsepnya yang belum pernah ada sebelumnya. Dampak besar pembicaraan itu langsung membuat daftar klien Love Blooms membludak hingga tiga tahun ke depan di bulan dan hari ramai.
Perbincangan tentang Love Blooms yang sering terdengar di telinga Michelle kadang kala berhasil membuatnya menggelengkan kepala saking tidak masuk akalnya, seperti para bride to-be sudah memesan tanggal jauh sebelum mereka bahkan mendapat lamaran dari kekasih hati mereka. Bahkan, dengar-dengar, tidak jarang para bride to-be terlebih dulu melamar kekasih mereka atau mendesak kepastian hubungan mereka.
Seiring dengan dorongan tangan Michelle pada gagang pintu, dentingan halus bel juga terdengar. Michelle menghirup dalam-dalam aroma kopi jeruk yang langsung menyambut indera penciumannya. Ia sangat merindukan aroma ini meskipun hampir setiap hari, dirinya tidak pernah absen untuk datang menjemput segelas kopi jeruknya.
Michelle berjalan cepat ke arah kasir untuk memesan kopi jeruk tanpa melihat menu. "Kopi jeruk dingin. Es batunya yang banyak, jangan lupa, okay?" Michelle memberikan senyum terbaiknya pada Michail, manajer Kafe BlackBean yang akhir-akhir ini jarang terlihat.
Setelah membayar sejumlah uang yang sudah dihafalnya mati, Michelle mengambil minumannya kemudian berjalan mendekati meja favoritnya–meja tengah dan duduk menghadap ke arah pintu masuk. Ia suka sekali mengamati lingkungan sekitarnya sehingga secara tidak langsung, Michelle selalu memilih untuk duduk menghadap jalan raya ataupun pintu masuk.
Michelle mempersiapkan diri sebaik mungkin sebelum bertemu untuk pertama kali dengan kliennya yang bernama Ethan Kosim dan Bianca Martha. Bagi Michelle, kesan pertama sangatlah penting karena bisa menjadi penentu bagaimana seseorang memperlakukanmu di pertemuan selanjutnya.
Klien yang sudah ditunggunya sepuluh menit dari waktu janji temu mereka belum juga kunjung menampakkan batang hidung mereka. Jujur saja, Michelle sama sekali belum memiliki bayangan bagaimana rupa kliennya ini. Ketika ia berusaha mencari tahu informasi ataupun wajah dari kedua kliennya itu di segala media sosial, Michelle tidak berhasil menemukan apa pun. Padahal, Michelle harap, paling tidak ia bisa langsung mengenali rupa Ethan dan Bianca di pertemuan pertama mereka.
Beberapa saat kemudian, Michelle mendengar denting halus bel dari arah pintu masuk. Ia mendapati kedatangan sepasang kekasih yang sedang bergandengan tangan erat. Saat itu juga, perasaannya mengatakan jika sepasang kekasih itu adalah kliennya.
Michelle langsung mengangkat tangannya tinggi-tinggi, memberitahukan keberadaannya. Sepasang kekasih itu berjalan mendekatinya, kemudian wanita cantik dan tinggi dengan rambut hitam legam sebahu yang menyerupai gaya rambut Cleopatra terlebih dulu bertanya, "Michelle dari Love Blooms?"
●●
Tiga jam yang dilalui Michelle bersama dengan Ethan dan Bianca terasa begitu singkat. Sepanjang perbincangan mereka, dugaan Michelle mengenai karakter Ethan dan Bianca hampir sebagian besar berakhir tepat. Ethan memberi kesan pria tampan dengan penampilan rapi khas pebisnis serta jangan lupakan lesung pipi yang sesekali terlihat ketika berpikir keras. Pria itu memiliki andil yang cukup besar dalam membuat keputusan.
Dugaan Michelle yang lainnya juga tepat. Ia yakin jika Bianca akan lebih aktif berbicara dan jauh lebih ekspresif dibandingkan Ethan. Sepanjang pertemuan mereka, Bianca sibuk mengungkapkan berbagai hal terkait pesta pernikahan yang mereka harapkan seperti konsep yang ingin mereka capai serta hal-hal penting yang harus diperhatikan Love Blooms berhubungan dengan anggota keluarga kedua pihak.
Michelle tidak langsung pergi setelah Ethan dan Bianca meninggalkannya sehabis berpamitan. Ia merangkumkan semua hasil pembahasan mereka ke dalam satu dokumen yang langsung dikirimkannya kepada tim Love Blooms lainnya untuk dipelajari dan diproses. Michelle takut melupakan poin-poin penting pembahasan jika dirinya menunda menulis rangkuman yang dirasanya amat penting ini.
Setelah memastikan dokumen itu terkirim, Michelle segera merapikan barang bawaannya kemudian keluar dari Kafe BlackBean menuju mobilnya yang diparkir tepat di depan kafe. Sambil bersenandung ringan, Michelle mengemudikan mobilnya menuju jalan raya yang padat akibat arus balik para pekerja kantoran.
Lampu lalu lintas berubah merah tepat ketika giliran mobil Michelle untuk melaju. Ia memutuskan untuk menggunakan kesempatan ini mengamati langit sore yang kebetulan sangat indah, didominasi dengan warna oranye dan biru gelap. Ketika ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling, Michelle hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil berdecak. Dari kaca jendela mobil yang berhenti tepat di sampingnya, Michelle bisa melihat dengan jelas sepasang pria dan wanita tengah berciuman mesra seperti tidak bisa menahan hasrat mereka lebih lama lagi.
Ketika Michelle hendak mengalihkan pandangannya dari sepasang kekasih itu, saat itu jugalah ia bisa melihat dengan jelas wajah pria di dalam mobil itu. Kedua matanya membelalak begitu juga mulutnya yang terbuka lebar akibat kaget. Pria di dalam mobil yang sampai saat ini masih sedang berciuman itu terlihat persis seperti klien yang baru saja ditemuinya tadi bahkan tidak sampai setengah jam yang lalu! Kekagetan Michelle semakin jadi ketika ia menyadari jika wanita yang tengah dicium Ethan bukanlah Bianca, melainkan wanita lain!
Michellebisa sangat yakin karena wanita di dalam mobil itu tidak bergaya rambut bagaikanCleopatra seperti Bianca!
🧵
Bagaimana menurut kalian versi terbaru ini? Chapter sebelumnya yang sudah pernah aku post, akan sedikit banyak aku selipkan di chapter baru ke depannya.
Kalau dilihat-lihat dari penampilan dan dugaan kalian mengenai sikap mereka, kalian lebih suka Edward atau Ethan?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro