empat
empat
in collaboration with anothermissjo's story titled "One Last Game"
🧵
Please leave comments and votes ❤
🧵
"Bagaimana kamu bisa menjodohkan Ethan dan Michelle?" Suara bernada tinggi penuh penghakiman itu terdengar di sepanjang meja makan mereka. "Kamu lupa kalau pernikahan Ethan dan Bianca batal karena campur tangan wedding organizernya?"
Tanpa perlu dilihat secara langsung pun, Michelle bisa merasakan dengan jelas jika semua pandangan penuh penilaian dan rasa penasaran dari teman-teman Industrian dan Matcha, serta anggota tim Love Blooms yang belum mengetahui permasalahan ini, tertuju padanya. Michelle menundukkan kepalanya semakin dalam. Ia tidak berani menatap mereka secara langsung. Ia tidak punya keberanian sebesar itu.
Jujur, selain rasa bersalah yang terus menghantuinya selama empat tahun terakhir ini. Michelle juga lebih berhati-hati dalam bertindak. Ia tidak ingin menciptakan permasalahan yang sama lagi. Michelle juga merasakan kecemasan dan malu yang teramat dalam setiap bertemu orang asing, tidak peduli apakah itu hanya orang yang sekedar berlalu lalang, ataupun calon kliennya. Kecemasan itu selalu hadir terlebih dulu, membuatnya kerap menduga-duga isi pikiran orang lain tentangnya.
Michelle takut dikenali sebagai penyebab batalnya pernikahan Ethan dan Bianca yang baru saja diketahuinya cukup dikenal luas sebagai pasangan pebisnis real estate dan model produk kecantikan serta fashion. Michelle takut akan penilaian orang-orang, baik yang diterimanya secara langsung atau tidak.
Dan, ketakutannya selama ini, terjadi juga hari ini. Michelle harus menghadapinya secara langsung di depan teman-teman Ethan dan Bianca yang ternyata berasal dari ruang lingkup pertemanan yang sama dengan Industrian dan Matcha. Berapa lama pun waktu yang dimilikinya untuk menunda hari ini untuk terjadi, Michelle tidak akan pernah siap menghadapi ini semua, tidak akan pernah siap.
"Kalau tidak salah kukenali, kamu Michelle dari Love Blooms, 'kan?"
Suara yang sama itu kembali terdengar. Kepala Michelle tertunduk semakin dalam. Matanya memanas, tengah menahan air mata yang hendak turun sedari tadi. Ia tidak boleh menangis.
Dengan getaran kuat pada suaranya yang tidak bisa ditutupi, Michelle berkata, "Saya sungguh minta maaf atas kesalahan yang sudah saya perbuat. Saya sungguh minta maaf. Saya minta maaf atas pikiran pendek saya yang merugikan Ethan dan Bianca. Saya tidak bermaksud buruk seperti itu."
Seluruh tubuhnya bergetar kuat akibat menahan semua yang terjadi begitu cepat ini. Air mata yang sedari tadi ditahannya juga akhirnya mengalir dari kedua matanya. "Saya sunggu meminta maaf." Michelle mengepalkan kedua tangannya hingga merasakan dengan jelas kuku tangan yang menancap kuat pada kulit telapak tangannya. Ia berusaha menahan semua perasaannya sekuat tenaga dengan melakukan tindakan itu.
Michelle tidak bisa melihat dengan jelas pangkuannya sendiri karena pandangan yang sudah tertutup oleh air mata yang menggenang. "Saya sunggu minta ma—"
Permintaan maafnya dipotong sepihak oleh Ethan. Suara Ethan terdengar cukup lantang masuk ke dalam telinga semua orang yang duduk di sekitar meja panjang ini. "Manusia terlalu suka ikut campur dalam hal yang bukan urusannya," kata Ethan dengan suara yang terdengar lantang, santai, dan datar di saat bersamaan.
Setelah itu, Michelle merasakan tangannya ditarik oleh telapak tangan yang terasa amat besar, hangat, dan kuat keluar dari meja makan itu. Lebih tepatnya, keluar dari suasana yang tengah berusaha menghakiminya.
"Ikut aku."
Suara Ethan.
Kaki Michelle yang masih bergetar kuat berusaha sebaik mungkin mengikuti langkah lebar Ethan. Tarikan pada tangannya terlalu tegas hingga tanpa disadarinya, Michelle mengikuti langkah kaki Ethan dengan sukarela. Ia mempercayakan dirinya pada Ethan.
Ketika mereka berdua tiba di dekat pinggiran pantai, Ethan melepas genggaman tangannya pada tangan kecil Michelle. Mereka berdua berdiri berdampingan menatap jauh ke ujung pantai yang masih terlalu silau untuk ditatap dengan mata telanjang di pagi yang terlampau cerah ini. Michelle segera menghapus air mata yang terlanjur membahasi wajahnya sebelum memulai pembicaraan pada Ethan, "Aku benar-benar minta maaf padamu dan Bianca karena sudah menjadi penyebab batalnya pernikahan kalian. Jujur saja, aku tidak pernah dengan sengaja mengharapkan pernikahan kalian untuk batal."
Ethan tidak bergeming. Ia berdiri diam membisu, menunggu kelanjutan kalimat Michelle yang terdengar belum selesai.
"Hari ketika kita bertiga bertemu pertama kalinya untuk meeting, dalam perjalanan pulang, aku tidak sengaja mendapati pria yang sangat mirip denganmu tengah berciuman mesra dengan wanita lain yang jelas-jelas bukan Bianca. Kamu tahu dengan pasti, Bianca sangat mudah dikenali dari gaya rambutnya yang persis Cleopatra, sedangkan rambut wanita itu panjang bergelombang dan berwarna cokelat."
Ethan menggumam, memberi tanda kepada Michelle jika sedari tadi ia mendengarkan penjelasan Michelle dengan baik. Baru pertama kalinya bagi Ethan mendengar kronologi kejadian empat tahun yang lalu dengan jelas dari Michelle. Ia juga baru tahu kemarin jika Michelle sudah meminta maaf padanya tanpa sadar jika pria yang dia temui hari itu adalah Edward. Pantas saja ia tidak pernah menerima penjelasan ataupun maaf dari pihak Love Blooms ataupun Michelle secara pribadi atas kekacauan yang sudah mereka perbuat.
Kedua tangan Michelle bergerak gelisah di depan tubuhnya, menandakan jika banyak sekali hal yang ada dalam pikiran wanita itu. "Aku sebagai sesama wanita, tanpa maksud buruk yang mengarah personal padamu dan Bianca... hanya murni ingin memberi kesempatan pada Bianca untuk mempertimbangkan semuanya sekali lagi sebelum memutuskan untuk benar-benar menikahi seorang pria yang sempat terlihat olehku tengah mencium wanita lain. Singkatnya, tengah berselingkuh."
Ethan kembali bergumam singkat. Kali ini ditambah dengan anggukan singkat. Tidak bisa dipungkiri jika ia menyetujui pikiran Michelle yang terdengar amat tulus. Lagi pula, semua orang pasti akan berpikir paling tidak dua kali untuk menikah dengan pasangan yang tertangkap basah berselingkuh.
"Jadi," Ethan menggantungkan kalimatnya sambil mengarahkan pandangan pada Michelle, "pada akhirnya kamu memutuskan untuk memberitahukan semuanya pada Bianca."
Michelle mengangguk. "Jika kamu ingin lihat fotonya, aku masih menyimpannya dengan baik. Tidak berani kuhapus sampai saat ini karena merasa amat bersalah." Michelle meremas kedua tangannya. "Kamu akan tahu sendiri kenapa aku bisa salah paham, aku yakin kamu akan memiliki pemikiran yang sama denganku yang tidak tahu kenyataan jika kamu punya saudara kembar," jelas Michelle panjang lembar, tanpa berniat untuk membela diri atas kesalahan yang sudah diperbuatnya. Semuanya murni hanya karena ia ingin menjelaskan sudut pandang dan kesalah pahaman yang terjadi antara dirinya dan Ethan. "Aku tidak membawa ponselku untuk ditunjukkan padamu sekarang."
"Sudah kulihat dari Bianca," potong Ethan. Ia mengangkat sebelah alisnya ketika Michelle menatapnya tidak percaya. "Kami berdua memang sangat mirip secara fisik dan kebetulan hari itu Ed meminjam pakaian dan mobilku karena pulang berpergian tanpa membawa apa pun, kecuali diri dan lukisannya."
Michelle mengangkat kepalanya. Ia menatap Ethan dengan matanya yang mulai terlihat merah dan sedikit bengkak. Semburat merah juga muncul di kedua pipinya akibat teriknya sinar matahari. "Kamu tahu jika yang ada dalam foto itu adalah Edward? Sejak kapan? Kamu tidak membela diri? Atau mungkin, Bianca tidak percaya akan pembelaanmu jika itu bukan kamu?"
"Sebenarnya, pembatalan pernikahanku dan Bianca tidak sepenuhnya salahmu."
Kalimat yang diucapkan Ethan dengan suara datar dan tenangnya, entah kenapa terdengar bagaikan guntur di siang hari dalam pendengaran Michelle.
●●
"Meeting dengan Klara dan Jeffry sudah kalian follow-up?"
Pertanyaan pertama dilontarkan oleh Michelle dalam meeting yang baru saja dimulai. Jujur saja, memiliki klien untuk tiga tahun ke depan ketika timnya baru saja dibentuk, cukuplah menantang. Ia memiliki kesulitan untuk menangani semua kliennya sendiri, namun di saat yang bersamaan ia juga belum bisa memberi kepercayaan penuh kepada timnya untuk menangani klien mereka. Sehingga, di sinilah dirinya, sibuk memantau semua proses dan perkembangan kliennya untuk pernikahan dalam kurun waktu enam bulan terdekat sebelum tanggal pernikahan. Untungnya, Michelle terlebih dulu mencantumkan ketentuan dalam kontrak jika Love Blooms, wedding plannernya, akan mulai aktif bekerja ketika tanggal pernikahan kliennya sudah berada dalam jangka waktu kurang dari enam bulan.
"Sudah, hari Sabtu ini ada pertemuan dengan tiga vendor dekorasi yang menjadi pilihan mereka," jawab Jessica, salah satu dari lima orang tim inti Love Blooms, cepat sambil sibuk menarikan kesepuluh jarinya di atas keyboard laptop.
"Baiklah, tolong kirimkan jadwal terbaru kalian dalam satu minggu ini ke dalam grup chatting kita. Jangan lupa dilengkapi dengan person in charge dan nama klien."
Lima orang tim inti Love Blooms terlihat sibuk memainkan gadget mereka dalam jangka waktu lima menit ke depan hingga bunyi notifikasi pada ponsel Michelle terdengar. Michelle segera membuka pesan itu dan mendapati rincian kegiatan tim dan kliennya dalam satu minggu ke depan seperti permintaannya. Ia mengamatinya dengan cermat hingga mendapati satu jadwal klien yang tidak memiliki penanggung jawab.
"Kenapa penanggung jawab untuk Bianca kosong?" tanya Michelle sambil kembali mengamati jadwal yang ada untuk mendapatkan jawaban, mungkin saja ada informasi yang terlewatinya.
Jessica kembali menjawab dengan cepat dengan pandangan yang masih saja terpusat pada layar laptopnya. "Kebetulan, besok kami berlima sudah terlebih dulu punya jadwal untuk menemani klien menemui vendor lebih awal. Jadi, kami semua masih mengupayakan siapa yang jadwalnya selesai lebih cepat besok yang akan pergi menemani Bianca."
Kening Michelle langsung berkerut. Ia paling tidak menyukai ketidakpastian. Bagaimana jika besok, kelima orang timnya tidak ada yang selesai lebih awal? Apa yang akan terjadi pada Bianca? Pergi menemui vendor sendirian? Pertanyaan itu disampaikan Michelle kepada timnya, berharap akan mendapatkan solusi atas pertanyaannya. Namun, nihil, sepertinya mereka sendiri belum memiliki jawaban.
Michelle membuka bukunya kemudian membuka halaman di mana biasanya ia menulis kegiatan-kegiatannya dalam seminggu ke depan. Ia mendapati jadwalnya kosong besok sehingga pada akhirnya, ia memutuskan dengan berat hati untuk menemui Bianca menggantikan kelima anggota timnya yang lain. "Aku saja yang menemani Bianca."
"Lain kali, kalian bisa menanyakan jadwalku. Lebih baik mengatur ulang waktu dan mengatakan tidak bisa daripada kalian menggantungkan jadwal klien. Aku tidak ingin hal ini terjadi lagi," ingat Michelle.
Setelah itu, mereka melanjutkan meeting dengan membahas konsep-konsep yang ingin mereka sarankan dan terapkan pada pernikahan klien mereka.
●●
Michelle masuk ke dalam ruang kerjanya selesai rapat. Ia segera menyalakan layar ponselnya dan mendapati pesan dari Bianca, menanyakan pendapat Michelle atas keraguan yang sedang dia alami terkait model gaun pengantin yang sesuai dengan bentuk tubuhnya. Michelle membuka galeri fotonya untuk mencari rekomendasi yang bisa ia berikan sebagai jawaban, namun malah menemukan foto Ethan yang tengah mencium wanita lain.
Foto itu berhasil membuat Michelle merasa seperti tengah dilempar kembali pada kenyataan hidup. Ditambah lagi dengan kebetulan yang amat tidak menyenangkan ketika Michelle ingat bahwa ia harus menemui Bianca besok. Seolah seperti memberi tanda kepada Michelle untuk segera membuat keputusan.
Apakah besok Michelle bisa bersikap normal dan tidak mengatakan apa pun pada Bianca seolah dirinya tidak pernah mendapati Ethan tengah mencium wanita lain? Tapi, bukankah wanita harus saling mendukung dan menyemangati satu sama lain?
Namun, terlalu ikut campur dalam kehidupan orang lain juga bukanlah keputusan yang bisa dibilang tepat.
Michelle benar-benar bingung setengah mati. Ia memiliki dua pikiran dalam dirinya yang saling berlawanan satu sama lain. Dua pikiran itu juga memiliki alasan yang amat logis.
Apa lebih baik, ia putuskan saja besok ketika bertemu dengan Bianca? Mungkin saja, ketika mereka menghabiskan waktu berdua, Bianca bisa lebih terbuka padanya sehingga Michelle bisa segera membuat keputusan.
Baiklah, seperti itu saja.
Michelle kembali berusaha memfokuskan pikirannya pada pekerjaan. Ia mengamati ulang foto-foto yang dikirimkan Bianca sebagai referensi gaun pengantin yang diinginkannya. Beberapa model gaun pengantin dari foto yang dikirim Bianca seperti A-line dan ball gown tampak kurang cocok dengan bentuk tubuhnya dan malah sepertinya akan menutupi keindahan lekuk tubuh Bianca.
Ketikapikiran Michelle kembali pada saat dirinya mendapati Ethan mencium wanita lain,ia langsung berdecak dan mematikan layar ponselnya. Ia tidak bisa melihat danmemikirkan Bianca tanpa sibuk memikirkan perbuatan Ethan dan masa depankliennya itu lagi.
🧵
Hai semua, karena satu dan dua hal, dua hari kemarin aku ga update T_T padahal mau kejar anothermissjo hahaha. Nanti malam satu chapter lagi ya. Oh iya, sekali lagi aku ingatin... chapter lama akan dicampur2 dengan chapter baru, yak! Jadi, jangan kaget atau bosan karena merasa sudah pernah baca <3
Thank you!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro