dua
dua
in collaboration with anothermissjo's story title "One Last Game"
🧵
🧵
Dengan kepala yang masih tertunduk, Michelle mengulangi permintaan maafnya, "Aku sungguh meminta maaf dan merasa amat bersalah." Ia belum berani menatap Ethan sama sekali. Kepalanya terus tertunduk menatap kedua kakinya yang terbalutkan high heels yang sebenarnya kurang cocok digunakan di area pantai, sayangnya rasa profesionalitas dari dalam diri Michelle menuntutnya seperti ini.
"Bukankah jika kamu meminta maaf dan merasa amat bersalah seperti saat ini," ulang Ethan persis seperti perkataan Michelle sebelumnya, "seharusnya sejak empat tahun lalu aku sudah mendengar ucapan maaf ini?"
Michelle langsung mengangkat kepalanya. Ia menatap Ethan dengan mata bulat membelalak kaget, tidak percaya dengan perkataan Ethan yang baru saja didengarnya tadi. "Kenapa kamu berkata seperti itu? Apa maksudmu? Memang hal ini tidak patut untuk diungkit, tapi aku sudah meminta maaf hari itu," ucap Michelle cepat.
Kening Ethan berkerut, begitu juga dengan sebelah alisnya yang terangkat tinggi. Ethan menegaskan perkataannya, tanpa ada lagi sindiran tentunya. "Tidak sekalipun aku mendapat permintaan maaf darimu ataupun Love Blooms selaku wedding planner kami setelah batalnya pernikahanku dan Bianca."
Mata Michelle terbuka semakin lebar. Bibirnya bahkan terbuka saking tidak percaya dengan penegasan Ethan barusan. "Kita bertemu, di kantormu, di depan resepsionis," Michelle menekankan setiap perkataannya, "Tepat hari di mana aku dan tim Love Blooms mendapat kabar dari Bianca jika dia membatalkan pernikahannya denganmu." Michelle menjelaskan dengan cepat, tangannya bergetar hebat karena bingung dan merasa diperlakukan tidak adil oleh situasi yang tengah terjadi.
Ethan menyisir rambutnya kasar dengan jari tangan. Ia memandang jauh ke arah pesta. "Ini pertemuan pertama kita setelah pembatalan pernikahanku dengan Bianca." Ia sendiri bingung dengan apa yang terjadi saat itu hingga cerita mereka berdua bisa berbeda.
Michelle ikut berdiri, menyamakan tinggi badannya dengan Ethan, "Aku sendiri yang pergi menemuimu untuk memastikan pembatalan pernikahan kalian dan meminta maaf secara pribadi padamu atas kesalahan yang sudah kulakukan akibat melewati batas. Bahkan kamu sendiri yang memberitahuku jika orang yang kulihat tengah berciuman dengan wanita lain di dalam mobil hari itu adalah Edward, bukan kamu. Apa kamu ingat?"
"Aku berkata seperti itu?" tanya Ethan sambil menunjuk dirinya sendiri. Ia sudah mulai paham dengan arah pembicaraan Michelle dan tiba pada satu kesimpulan.
"Bagaimana kamu bisa lupa?" Pertanyaan itu keluar dari bibir Michelle dengan suara yang amat kecil dan penuh dengan kekecewaan.
Ketika Michelle hendak melakukan pembelaan diri, terdengar suara samar dari HT yang terpasang pada pinggulnya. "Kak Michelle, resepsi sudah selesai. Aman. Tiga puluh menit lagi kita akan lanjutkan ke after party. Oh iya, ada yang lihat Ethan? Bestman Kak Industri. Kalau ada, tolong minta untuk bersiap-siap after party."
Michelle segera menjawab, "Thanks, Team. You guys did great. Akan kusampaikan pada Ethan." Setelah berkata seperti itu, Michelle menatap Ethan. "Sepertinya sudah bisa kusimpulkan sendiri jika yang bertemu denganku hari itu bukan kamu, tapi Edward, benar? Ketika kuingat-ingat kembali, gaya bicaranya hari itu terasa amat berbeda denganmu hari ini."
Michelle menuliskan nomor ponselnya di atas kertas rundownnya sebelum dirobek dan diserahkan pada Ethan. "Ini nomorku. Kuharap kamu berkenan untuk menghubungiku nanti agar aku bisa meminta maaf dengan proper atas kesalahan yang sudah kubuat terhadap kamu dan Bianca," kata Michelle sambil menyerahkan robekan kertas itu. "Maaf, aku tidak membawa kartu nama, sehingga hanya bisa menulisnya di sini. Aku juga pikir jika meminta nomormu sekarang akan terasa membebanimu, lebih baik aku yang memberikanmu nomorku," jelas Michelle panjang lebar, mencegah salah paham untuk terjadi di antara mereka berdua.
"Aku sungguh-sungguh minta maaf atas kesalahanku," kata Michelle lagi. Kali ini, ia memberanikan diri untuk menatap wajah Ethan yang ternyata cukup dekat dengannya. "Aku sungguh menyesal dan tidak bisa melupakan akibat yang sudah kusebabkan pada kalian selama hampir empat tahun belakangan ini. Kuharap kamu mau mengerti."
Ketika Michelle mendapati kebisuan Ethan, ia kembali berkata, "Aku harus segera menyiapkan acara selanjutnya. Kamu juga harus bersiap-siap untuk after party." Michelle berjalan pergi meninggalkan Ethan yang masih menggenggam erat kertas pemberiannya.
●●
Michelle mengamati dari jauh keberlangsungan acara kedua Industrian dan Matcha, acara yang dikhususkan untuk teman-teman baik Industrian dan Matcha. Suasana after party berbanding terbalik dengan acara resepsi yang formal cenderung kaku. After party dipenuhi dengan dentuman musik yang dimainkan oleh DJ serta minuman beralkohol yang terus diedarkan tanpa henti sepanjang acara. Pakaian yang digunakan oleh para tamu juga sudah berubah, mereka mengenakan pakaian pantai yang terlihat jauh lebih santai.
Industrian, Ethan, dan Edward adalah segelintir dari banyak teman yang menikmati jalannya acara dengan sangat baik. Mereka duduk santai sambil sesekali meneguk minuman dan makanan yang dihidangkan khusus di atas meja mereka.
First menjatuhkan dirinya di atas tempat duduk setelah menemukan ketiga teman baiknya. Ia langsung mendapat sambutan tidak terduga dari Ethan yang mewakili rasa penasaran ketiga teman lainnya.
"Lo dari mana, First? Habis penyambutan langsung hilang," tanya Ethan sebelum menyesap minumannya.
"Istirahat di kamar," jawab First singkat yang langsung disambut dengan tawa keras Edward yang ditujukan untuk mengejeknya.
"Istirahat di kamar versi First adalah bercinta," ejek Edward. Ia mengangkat gelasnya tinggi sambil berkedip jail ke arah First. Sedangkan First hanya bisa menatap Edward jengah.
Industrian menggeleng tidak percaya. Ia mengikuti alur yang dibawa oleh Edward. "Gila, gila. Gue yang nikah, dia yang malam pertama," serobot Industrian, pura-pura merasa dikhianati. Ia mencengkram pakaiannya di bagian dada, menunjukkan jika dirinya kecewa dengan kelakuan First.
"Nggak, gue beneran istirahat," kilah First. Ia tidak berniat untuk menjelaskan lebih lanjut. Ia tidak ingin mengikuti arah permainan teman-temannya ini ketika dirinya menjadi target. Dikeroyok oleh tiga orang di saat bersamaan sangat tidak menyenangkan.
Edward masih saja tertawa meledek, "Iya, iya, istirahat di pelukan perempuan cantik."
Rasa penasaran akan wanita yang menemani First, membuat Industrian teringat pada Rumbai. "Betewe, gimana sama perempuan lucu waktu itu, First? Siapa namanya? Rumbe? Apa Lambe?" tanya Industrian dengan kening berkerut, berusaha mengingat kembali nama teman wanita First yang sangat unik.
"Rumbai," koreksi First sambil memutar bola matanya.
"Wait, wait," sela Edward. Ia menatap satu persatu teman baiknya, termasuk adik kembarnya. "Ada apa sama perempuan ini? Kok gue baru dengar namanya?"
"Gebetan baru First," jawab Industrian. Kemudian ia melanjutkan kalimatnya, "Tapi yang ini super spesial. Nggak masuk dalam hitungan mainan First." Industrian menggantikan First untuk menjelaskan arti Rumbai bagi teman baiknya itu. Ia menutup kedua mata sambil mengangguk, telapak tangan juga ditepuk lembut pada dadanya seakan-akan dirinya sudah sangat berjasa karena mewakili First menjawab pertanyaan yang tentunya amat sulit bagi First.
First menggeleng pasrah mendengar pertanyaan dan penjelasan mengenai Rumbai. "Berisik, deh," ketusnya. "Gue mendadak keinget gimana lo berhasil ambil hatinya Matcha dulu. Sudah gitu minta restu sama neneknya yang super galak itu sampai akhirnya berhasil," ucapnya berusaha mengalihkan topik pembicaraan. Lebih baik ia mengungkit permasalahan Industrian untuk dijadikan target baru dibandingkan dirinya yang terus menjadi topik pembahasan.
"Kalau inget betapa menakutkannya Oma Aya, lutut gue bawaannya lemas mulu. Untung aja direstui," sahut Industrian diikuti helaan napas penuh syukur. Ia sempat mengelus dadanya sendiri.
Berhasil. First berhasil mengalihkan topik pembicaraan. Ia tersenyum simpul penuh kemenangan.
Si kembar, Edward dan Ethan saling melempar pandang. Mereka menyadari niatan tersembunyi First yang ingin mengalihkan pembahasan mengenai Rumbai. Sebenarnya Industrian juga sadar, namun dirinya sudah terlanjur menanggapi pembicaraan mengenai kerepotan yang dialaminya ketika meminta restu untuk meminang Matcha. Pembahasan itu membuatnya bernostalgia.
"Lo sama Rumbai ketemu di mana, First?" tanya Edward ingin tahu. Ia berusaha membawa kembali topik mengenai Rumbai ke atas permukaan.
"Somewhere." First memilih untuk bungkam dengan menjawab seadanya dan tidak langsung tepat pada sasaran.
"Gue yakin tempat pertemuan pertama bukan di rumah neneknya First," canda Industrian sambil tertawa pelan.
"Ya, udah pasti. Lo pikir Rumbai ngapain ke rumah neneknya First? Emangnya mereka saling kenal? Nggak, 'kan?" sahut Ethan yang ikut tertawa akibat candaan garing Industrian.
"Kalau Industri, 'kan, udah yakin sama Matcha sampai memutuskan untuk menikah seperti ini. Lo sendiri gimana, First? Yakin sama Rumbai? Apa dia tau masa lalu lo?" tanya Edward serius. Ia langsung mendapat tendangan pada kakinya dari Industrian yang secara tidak langsung memperingatinya jika itu adalah topik yang tidak boleh dibahas.
First tidak memberi jawaban atas pertanyaan Edward. Ia memilih untuk meraih sampanye dari pelayan yang kebetulan berjalan melewatinya. Setelah meneguk sampanyenya untuk mengulur waktu, First memilih untuk mengalihkan pembicaraan. Ia menatap Ethan sambil tersenyum jahil namun kesenduan masih cukup kentara di kedua bola matanya. "Tadi gue ketemu Michelle yang punya Love Blooms."
Industrian dengan cepat ikut meledek Ethan untuk mengubah suasana yang sempat canggung akibat pertanyaan Edward tadi. "Cie, cinta lama masih berlanjut."
Ethan menatap Industrian tajam, seakan-akan memberi tanda jika lebih baik sahabat baiknya yang baru saja menikah itu tutup mulut. Ketika ia mendapati Industrian mengerti dengan kebisuannya, baru Ethan menjawab, "Baru aku tau uji nyalimu tidak setengah-setengah. Untung aja pernikahanmu dan Matcha tidak batal di bawah tanggung jawab mereka."
Industrian tertawa cukup keras hingga beberapa tamu melihat ke arahnya untuk mencari tahu apa yang tengah terjadi. "Untungnya, sih, gitu. Lagian gue sama Matcha saling percaya. Beda sama yang waktu itu sempat batal," sindir Industrian sekenanya, bermaksud bercanda.
"Gue rasa itu cuma salah paham aja, kok," celetuk First yang sedikit banyak tahu alur permasalahan yang dialami Ethan empat tahun lalu.
Industrian mulai memaksakan senyumnya. Di antara ketiga teman baiknya, yang paling tidak bisa diajak bercanda adalah Ethan. "Canda, ya, Ethan. Ini beneran mau ngeledek lo aja karena kebetulan banget bisa ketemu lagi sama Michelle. Soalnya istri gue nggak tahu lo batal nikah gara-gara Michelle. Gue pun ngiranya Michelle ini bukan Michelle yang lo bahas. Orang yang namanya Michelle 'kan gak cuman satu di dunia ini."
"Tapi yang pasti, dia senang ketemu lagi," tambah Edward meledek. Ia menyempatkan diri untuk mencolek Ethan yang duduk di sampingnya.
Ethanhanya bisa mengalihkan pandangannya dari mereka semua, yang malah berakhirmembawanya untuk menemukan Michelle yang tengah sibuk berbicara melalui headsetyang terpasang rapi di kedua daun telinganya.
🧵
Iyap, bener, setengah dari chapter ini sama dengan milik anothermissjo. Tapi, aku harap kalian baca lagi ya. Karena ini dari sudut penulisanku dan sudut pandang Ethan ❤
Sudah siap untuk kita kejar chapter anothermissjo yang sudah cukup jauh? 😽
Please leave votes and comments, ya ! 🐯
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro