Chapter 5
Yuhuuu update lagi😘😘😘🤗❤
Capa yang kangen Rumbira sama Everand? hehe (ini nama tengah Rumbai sama First)😣😣
Jangan lupa vote dan komen😘😘😘😘
#Playlist: HandClap - Fitz and The Tantrums
•
•
Rumbai membeli beberapa barang yang First butuhkan dan meletakkan di atas meja makan penthouse laki-laki itu. Seumur hidupnya dia baru melihat penthouse yang harganya miliaran. Dia membereskan beberapa barang seperti yang diminta oleh First. Dia meletakkan alat kontrasepsi yang diminta ke dalam nakas di kamar utama. Ketika meletakkan beberapa alat kontrasepsi, Rumbai menemukan sesuatu yang asing.
"Apa, nih? Kok, gue baru lihat?" Rumbai dengan lancangnya mengambil barang tersebut, penasaran dengan bentuknya yang unik. "Pil KB kayaknya nggak segede ini. Apa, ya?" tanyanya semakin penasaran.
Belum selesai rasa penasaran terjawab, ada barang lain yang menggugah keingintahuan Rumbai. Dia mengambil barang yang agak menjorok ke dalam, lalu menariknya keluar dari sana. Pupil mata Rumbai melebar saat menemukan cambukan dan tali panjang. Bahkan ada kalung dengan bandulan berbentuk hati. Dia sudah pernah melihat barang-barang yang baru dikeluarkan saat berada di Love and Dust. Tak dia sangka First pecinta BDSM sejati.
"Kenapa kalungnya mirip kalung anjing, sih?" Rumbai bertanya entah pada siapa sembari menggerakkan kalungnya ke kanan dan kiri, seolah ingin mengibarkan jemuran. "Waktu dipecut pakai cambuk aja sakit, gimana dikasih kalung beginian? Fungsi kalung ini buat apa, ya?"
Masih diselimuti rasa penasaran yang tinggi, Rumbai mengambil ponsel dan mencari tahu kegunaan barang-barang khusus pecinta BDSM. Belum sempat diketik di kolom pencarian, dia buru-buru menghentikan niatnya. "Ih ... ngapain amat gue cari tau. Bodo, ah."
Ujung-ujungnya Rumbai memasukkan semua barang milik First ke tempat semula dan berdiri dengan cepat agar bisa segera pulang. Rumbai meninggalkan kamar First dalam keadaan rapi dan barang-barang baru yang dibelikan sudah diletakkan sesuai tempatnya.
Ketika Rumbai hendak keluar, pintu utama terbuka lebar, menampilkan dua sejoli berciuman dengan penuh gairah. Salah satunya tentu First dan satunya lagi entah perempuan mana. Hari ini Rumbai sudah melihat First berciuman dengan dua perempuan berbeda. Untung saja dia bukan tipe yang berharap disukai laki-laki tampan sekelas First. Kalau iya, dia sudah cemburu melihat First digandrungi banyak perempuan, yang memang kenyataannya First seorang playboy kelas akut.
Berusaha keluar dari situasi yang kurang enak ditonton itu, Rumbai berbalik badan dan hendak bersembunyi sebentar sampai dua orang itu masuk kamar. Sayangnya sebelum sempat melakukan, dia mendengar suara yang cukup nyaring.
"Geez! Who the hell is she?"
Rumbai menggigit bibir bawahnya, berharap bisa menghilang secepat embusan angin layaknya Ninja. Kenapa harus ketahuan ada gue di sini, sih? Gila, bikin repot aja!
"Oh, dia cuma pembantu rumah, kok. Jangan dipeduliin." First menarik tubuh perempuan bule di depannya, merapatkan tubuh mereka kembali dengan mesra. "Let's start again, Sweet Heart."
Kata-kata First terdengar lembut sekaligus nakal. Rumbai mulai terbiasa mendengar rayuan manis itu tanpa merasa jijik. Tak perlu melihat pun dia tahu First menunjukkan senyum penuh kebanggaan atas diri sendiri kepada perempuan asing yang diajak ke penthouse. Dia mengesampingkan soal itu, dia tidak terima dibilang pembantu rumah. Ingin marah pun tidak bisa. Kesempatan ini akhirnya digunakan Rumbai untuk berbalik badan dan pamit pulang.
Pada saat pintu lift akan tertutup, tiba-tiba ada tangan yang menghalangi. Kejadian ini seperti dejavu. Iya, dejavu di hari yang sama tapi tempatnya berbeda. Rumbai melihat bosnya memasang senyum nakal bercampur tengil. Melihat wajah itu membuat Rumbai agak kesal soalnya tipe-tipe yang perlu disambit.
"Jam tujuh malam datang lagi ke sini, ya," ucap First.
"Baik, Pak."
"Hati-hati di jalan, Baby Girl." First melempar chef kiss kepada Rumbai seraya menarik tangannya agar pintu lift bisa tertutup kembali.
Rumbai cuma bisa menghela napas dan geleng-geleng kepala. Demi Cinta dan Rangga yang masih saling cinta, dia tidak bisa menolak. Dia tidak tahu kenapa First menyuruhnya kembali. Dia tidak mau membantah atau menolak di hari pertamanya bekerja. Pokoknya siap-siap bawa serbuk merica! Jadi, kalau First nakal bisa dia semprot pakai merica.
🍓🍓🍓
Rumbai tidak tahu maksud First mengajaknya ke restoran. Kalau untuk makan malam saja tidak mungkin disuruh mengenakan dress yang dipersiapkan First. Dia sempat bertanya dan jawaban First hanya ingin memberi hadiah sebagai hari pertama bekerja. Dia tidak menaruh kecurigaan apa pun sampai seorang perempuan muncul.
"Kamu First, kan?" tanya perempuan berambut pendek itu dengan ragu-ragu.
"Yup. Hana, kan?"
"Iya. Ini siapa?" Perempuan itu melirik Rumbai dengan tatapan bingung bercampur penasaran. "Kamu bawa adik kamu?"
"Bukan adik." First merangkul pundak Rumbai yang terduduk di sampingnya. Sambil memamerkan senyum, dia menjawab, "She's my girlfriend."
Rumbai terbelalak. Pacar katanya? Gila! Kenapa harus berbohong segala? Bos satu ini, apa sih maunya?
"Kok, kamu nggak bilang udah punya pacar? Kalo kamu bilang, saya nggak akan datang ke sini. Buang-buang waktu aja." Perempuan itu berdecak kesal, lantas berbalik badan meninggalkan First begitu saja.
First melambaikan tangan sambil tersenyum puas. Akhirnya dia bisa mengusir teman kencan buta yang telah diatur oleh sang ibu. Tidak sia-sia dia mempekerjakan Rumbai sebagai asistennya. Dia bisa menggunakan Rumbai sebagai tamengnya untuk semua kencan buta nanti.
"Pak, itu siapa? Kok, main asal bilang saya pacar Bapak, sih?" Rumbai bertanya seraya menurunkan tangan First dari pundaknya. Dia penasaran.
"Pasangan kencan buta saya." First menjawab santai dengan senyum lebar tanpa merasa bersalah. "Mulai sekarang kamu jadi tameng saya, ya. Tiap ada acara kencan buta yang diatur ibu saya, kamu harus pura-pura jadi pacar saya."
Rumbai melotot, sedangkan First terkekeh menikmati reaksi Rumbai.
"Saya nggak suka pasangan kencan buta. Mereka kurang menyenangkan. Saya lebih suka yang agresif dan menantang." First melingkarkan jari telunjuknya di rambut Rumbai dan melakukan gerakan memutar, memainkan jarinya.
Rumbai menahan jari telunjuk First dan kemudian menurunkan dari rambutnya. "Saya nggak mau diomeli ibunya Pak First. Lain kali saya nggak akan bantu lagi. Saya nggak mau ikut campur."
"Tenang aja, ibu saya nggak akan marahin kamu. Biar saya ..." First menahan kalimat yang hendak diucapkan saat merasakan getar ponsel. Dia merogoh ponsel dari dalam saku celana dan menjawab panggilan dari sang ibu negara alias ibunda tercinta--Clara Salim.
"Halo, Ma."
Sebelum ibunya membalas First sudah lebih dulu agak menjauhkan ponsel dari telinga. Dia bisa menebak apa yang terjadi selanjutnya. Tebakannya pun benar. Ibunya menyapa dengan suara melengking yang bisa memecahkan kaca jendela.
"First! Kamu keterlaluan, ya! Kamu pasti bohong dengan ngajak perempuan asing buat pura-pura jadi pacar kamu. Bikin malu Mama aja! Harusnya kamu bilang kalo kamu nggak mau dijodohin, bukan bawa perempuan asing!" Suara melengking di seberang sana menyiratkan kekesalan.
"Lagian aku udah bilang nggak mau kencan buta lagi, Mama nggak mau tau."
"Mama tuh melakukan ini karena takut kamu hamilin anak orang! Eh, kamu malah nunjukkin playboy kamu di depan calon teman kencan. Nggak habis pikir Mama, tuh!" Suara di seberang sana masih terdengar kencang.
"Makanya stop kencan buta, Ma. Buang waktu."
Ada embusan napas kasar yang mendengung jelas di telinga First. Ibunya sedang menahan kesal. Iya, jelas sekali. "Kalo kamu bilang buang waktu, Mama akan melanjutkan pertunangan kamu sama Ribel. Jangan kamu bangkang lagi, ya. Mama nggak mau rumor aneh berseliweran di telinga Mama."
"Ma, Ribel itu--"
"Mama nggak mau dengar apa pun penjelasan kamu. Mama akan atur pertemuan keluarga kita dengan keluarga Ribel. Awas kamu berulah lagi kayak waktu itu. Perjodohan ini harus tetap berjalan. Demi kebaikan kamu dan nama baik keluarga kita," sela Clara.
"Iya, deh, terserah Mama. First ikut aja." First mendesah pasrah.
"Ya, udah, segera pulang. Jangan keluyuran terus. Awas aja kamu ke hotel Papa bawa perempuan baru. Mama jewer kamu!" omel Clara.
"Nggak, kok, Ma."
"Iya, nggak salah lagi. Awas aja."
First menahan tawa. Dia melirik Rumbai, lalu berkata, "Udah, ya, Ma. First mau peluk-peluk perempuan cantik dulu. Mau minta ditemenin bobo malam. Bye, Mama."
Sebelum ibunya mengamuk First sudah lebih dulu mematikan ponsel, tak memberi kesempatan pada sang ibu. Dia segera melihat ke arah Rumbai, yang juga melihat ke arahnya. Diliputi rasa jahil yang tinggi, First merangkul pundak Rumbai.
"Gimana kalo kamu jadi pacar bohong-bohongan saya?"
"Buat apa, Pak?"
"Biar saya nggak dijodohin. Saya belum mau menikah, sayangnya Mama saya mendesak terus."
"Nggak mau, Pak. Saya nggak mau ikutan rencana Bapak," tolak Rumbai.
"Kamu cukup--"
"Well, well, siapa lagi, nih?" Suara yang cukup kencang menyela, berhasil mengalihkan pandangan First ke arah sumber suara.
First tersenyum mendapati kedua sahabatnya--Industrian Kelavi Brown dan Ethan Kosim--datang di saat yang tepat. Sebelum mengajak Rumbai, dia sudah mengajak kedua sahabatnya bertemu. Selain dua laki-laki itu, masih ada satu lagi sahabatnya, yang kebetulan berhalangan datang.
Rumbai menyingkirkan tangan First dari pundaknya, lantas bangun dari tempat duduknya. Dia melihat sekilas dua laki-laki rupawan di depan mata. Satunya berwajah bule banget dengan iris biru, satunya lagi ada lesung pipi.
"Saya permisi, Pak. Saya mau pulang soalnya udah ditungguin bapak saya," pamitnya cepat. Sebelum diberondong berbagai pertanyaan oleh kedua laki-laki yang baru datang, ada baiknya dia kabur duluan.
"Lho? Kok, pulang? Kita belum kenalan, lho!" tanya Industri.
"Saya ada perlu, Mas, eh--Pak, eh--Om." Rumbai kebingungan sendiri harus memanggil apa. Terserah, deh, kalau dianggap labil, yang penting tidak memanggil 'Dek'.
"Kenalan dulu aja, Baby Girl. Biar saya--"
"Saya permisi. Assalamualaikum, shalom, om swastyastu, selamat malam, salam sejahtera." Rumbai memotong kalimat First dengan cepat dengan menunduk sekilas, lalu berlari terbirit-birit sebelum ditarik bosnya.
Ethan melongo, sedangkan Industri tertawa terbahak-bahak. Begitu pula dengan First yang ikut menertawakan tingkah laku Rumbai.
Belum selesai tertawa, First dikasih pertunjukkan lain dari asisten pribadinya. Rumbai terbentur pintu masuk yang terbuat dari kaca. Dia rasa perempuan itu mengira pintunya terbuka otomatis seperti di mal. Tak cuma tangan yang memijat pelipis, Rumbai menggerutu saat menoleh ke belakang, yang mana First segera melambaikan tangan pada Rumbai. Perempuan itu pura-pura melengos dan bergegas keluar dari restoran.
"Nemu di mana perempuan lucu kayak gitu? Lengkap banget pamitnya pakai ucapin salam beberapa agama," tanya Industri, masih terus tertawa seraya menarik kursi di depan First dan mendudukinya.
"Di rumah Christian Grey," jawab First seenaknya.
"Rumah Christian Grey pas syuting ada di luar negeri. Lo ketemu sama dia di luar negeri?" tanya Ethan seraya duduk di samping Industri.
"Rahasia," jawab First.
"Sok rahasia-rahasiaan." Industri geleng-geleng kepala sembari mengambil buku menu. "Tapi dia bukan salah satu mainan lo, kan? Anaknya kelihatan lugu dan lucu."
"Nggak, kok. Dia spesial." First menyunggingkan senyum, masih terbayang kecerobohan Rumbai sebelumnya.
"Spesial tapi ujung-ujungnya cuma jadi mainan. Jangan samain mereka sama boneka Barbie. Bukan buat dimainin," celetuk Ethan.
"Seengaknya masih mending gue, sih. Ya ... daripada batal nikah gara-gara salah informasi dari WO." First meledek Ethan dengan senyum tengilnya.
Ethan mati kutu, sementara Industri tertawa puas.
"Kalian berdua kocak, sih. Contoh gue, dong, baik-baik aja." Industri sok-sok-an memukul dadanya bak superhero yang bangga. Sayangnya pukulan itu malah membuatnya terbatuk-batuk. "Duh, sialan. Kekerasan gebuknya."
First tergelak. "Kualat."
"Tapi First, gue serius. Yang tadi kelihatan lugu banget. Kasihan kalo dimainin. Dia bukan anak SMA, kan?" tanya Ethan.
"Bukan, kok. Dia aspri baru gue."
"Emang kedemenan First, deh. Susah bilangin nih manusia. Kita udah bahas mending nikah cari...." Kalimat Industri terhenti begitu saja kala Ethan menendang kakinya dari bawah. Industri pun melanjutkan, dengan hati-hati. "Maksudnya, tuh, jangan cari yang cantik-cantik. Kasihan mereka."
First sadar kedua sahabatnya selalu berusaha hati-hati dalam setiap ucapan yang dilontarkan. Namun, dia mau berpura-pura tidak tahu kalau keduanya berusaha menjaga perasaannya.
"Kenapa lo nggak ngajak Matcha?" tanya First mengalihkan pembicaraan.
"Dia masih ada urusan keluarga. Lagian kita bertigaan aja dulu, membangun chemistry biar makin erat," jawab Industri diselipi canda.
Baik First maupun Ethan tertawa. Mereka memesan makanan dan melanjutkan obrolan yang lebih ringan untuk dibahas.
Di sela obrolan yang berlangsung First merogoh ponselnya dari saku celana dan kemudian mengirimkan pesan kepada Rumbai agar hati-hati dalam perjalanan pulang. Balasan asistennya itu justru menggelitik perut sampai-sampai dia tertawa kecil.
Rumbai: Ogheeey Boss👍
Tak ada beberapa menit setelah dia membaca pesan dari Rumbai, pesannya langsung dihapus.
Rumbai: pesan ini telah dihapus
Rumbai: Astagaaaa draaagooon! Maapin salah kirim gambar, Pak😭😭😭😭😭😭 jangan dipecat, ya. Maap. Maap.....
First tak bisa berhenti tertawa hanya karena gambar-gambar yang dikirim oleh Rumbai. Dia tidak mudah dibuat tertawa oleh hal-hal yang tidak ada lucunya sama sekali, tapi cara Rumbai membalas pesannya yang membuat semua lucu.
"This cutie ... bener-bener lucu," gumamnya pelan, sambil tetap tersenyum tidak keruan.
🍓🍓🍓
Jangan lupa vote dan komen kalian😘😘🤗❤
Jangan lupa baca One Last Knot-nya Kak Lyan ya😘😘😘😘 lyanchan
Follow IG: anothermissjo
Salam dari Ayang First🥰🥰
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro