Bonus: Brave
Yuhuuu bonus sebelum chapter terakhir Rumbai dan First nanti malam🤗🤗
Iya, nanti malam chapter terakhir One Last Game ya ehehe
Yoook vote dan komen😍😍
#Playlist: Red Velvet - Future
•
•
Beberapa bulan ke depan Brave memutuskan tinggal di Jakarta sampai pernikahannya berlangsung. Minggu depan dia harus kembali untuk persiapan Paris Fashion Week. Keberuntungan membawanya menjadi salah satu model busana ternama yang akan ditampilkan dalam pagelaran fashion show itu.
Brave menetap di salah satu apartemen miliknya yang sudah lama ditinggalkan. Dia tidak pernah berniat untuk menyewakan. Untung saja selalu ada yang membersihkan setiap hari meskipun tidak ditempati jadinya tidak berdebu. Sebelum pulang pun dia minta makanan di dalam kulkas diisi agar bisa memasak sendiri. Setidaknya Brave tidak perlu repot mengambil makanan kalau malas turun.
"Masak apa, ya?" Brave bermonolog sendiri, mengamati kulkas yang penuh dengan banyak sayuran.
Di tengah kebingungan yang melanda, Brave mendengar suara keributan yang cukup kencang dari luar. Awalnya dia tidak mau peduli karena sudah beberapa hari belakang tetangga sebelah kamarnya ribut, tapi lama-kelamaan emosi juga karena merasa terganggu. Akhirnya Brave memutuskan keluar dari unitnya untuk memastikan apa yang sedang terjadi di sebelah. Ketika mengintip, dia melihat seorang perempuan seumurannya sedang marah-marah.
"Dasar pelakor! Bisa-bisanya lo bawa suami orang ke dalam apartemen lo!"
Laki-laki di sebelah perempuan itu tampak menarik lengannya dan menenangkan. "Sayang, kamu salah paham. Dia bukan pelakor. Kami lagi--"
"Halah! Alasan apa lagi? Hah?! Kamu selalu ke sini, kan? Gatel kamu, ya!" Perempuan itu menoyor kepala suaminya, lalu kembali memelototi perempuan yang bersembunyi di batas pintu.
Brave penasaran. Tetangganya memang sering bawa laki-laki atau gimana?
"Jangan ganggu suami gue lagi. Dasar, Jalang!" Perempuan itu menampar perempuan yang bersembunyi.
"Ma! Ya, ampun ... dia itu bosku! Kok, kamu tampar?!" Laki-laki itu panik, lalu menarik sang istri agar mundur.
"Bos? Kamu nyebutnya bos? Gila kamu! Kalo selingkuh mana ada yang mau ngaku!"
Perempuan itu melakukan adegan paling anarkis yakni, menjambak rambut sang perempuan yang disebut-sebut sebagai pelakor. Laki-laki di sampingnya berusaha menghentikan, tapi tenaganya terlalu kuat.
"Ma, Ma, cukup! Astaga, Ma!" teriak laki-laki itu semakin panik.
Perempuan itu menarik rambut sampai sosok yang bersembunyi tertarik keluar dari unit apartemen. Brave pun melihat sosoknya.
Brave ingin menolong, tapi ini bukan urusannya untuk ikut campur. Kalau melihat jambakan yang kuat dan penuh emosi itu, bukan cuma rambut saja yang bisa rontok, tapi kulit kepala bisa ikut keangkat. Alhasil Brave bergegas menghampiri, mau jadi pahlawan kemalaman. Iya, soalnya sudah malam dan ganggu tetangga lain pula.
"Mbak, Mbak, cukup." Brave menarik tangan perempuan itu sampai berhasil terlepas. Setelahnya Brave berdiri menjadi tameng perempuan yang dijambak, sedangkan perempuan galak lainnya berhasil dipeluk sang suami.
"Heh! Siapa lo?! Jangan ikut campur!" omel perempuan itu.
"Saya pacarnya. Mbak nggak seharusnya jambak pacar saya," bela Brave berpura-pura sok galak. Oh, tentu dia bisa galak cuma tidak dalam situasi yang belum dipahami ini.
"Cih! Pacar lo itu ngajak suami gue ke apartemennya. Gatel banget, ya! Nggak bersyukur punya pacar seganteng lo! Atau, emang punyanya gatel mulu dan kekurangan dari lo?" Perempuan itu berdecak dan tersenyum sinis.
"Ma! Aku udah bilang tadi ramai. Dia tuh, bosku, Ma! Jangan bilang sembarangan begitu!" omel laki-laki di sampingnya.
"Mbak, nuduh boleh. Tapi lebih bagus kalo pastiin dulu biar nggak salah. Jangan asal nuduh orang. Saya bisa nuntut atas tindakan kekerasan, lho! Ini juga udah pencemaran nama baik," kata Brave. Sok tahu sih, tapi belagak saja dulu. Benar atau salahnya nanti. Biar perempuan itu segera minggat karena dia mau istirahat.
"Sekali pelakor tetap pelakor. Mana ada yang mau ngaku!"
"Mas lebih baik bawa istrinya pergi sebelum saya suruh panggil keamanan," suruh Brave.
Laki-laki itu mengangguk dan segera menarik istrinya yang terus memberontak dan berteriak menyebutkan pelakor. Suara yang kencang itu sampai menggema di seluruh lorong.
Brave maju selangkah dan berbalik badan. "Kamu nggak apa-apa?"
"Saya baik-baik aja. Thank you."
Brave mendapati di bagian tulang pipi perempuan itu tergores dan mengeluarkan darah. Meskipun tidak banyak, pasti sakit. Entah menggunakan tenaga sekuat apa atau disertai kuku yang panjang--kemungkinan begitu--kalau sampai tergores. Ternyata perempuan kalau memberi pelajaran untuk pengganggu rumah tangga bisa segalak itu.
"Kalo gitu saya duluan, ya," pamit Brave.
Anehnya perempuan itu tampak tidak peduli padahal sudah ditolong. Brave tidak mau mengurusi, yang penting dia bisa tenang dan beristirahat. Baru akan menutup pintu, Brave mendengar panggilan yang cukup kencang.
"Bu Duchess!"
Oh, namanya Duchess. Brave manggut-manggut. Akhirnya tahu kalau dia sebelahan sama orang yang namanya terlampau unik. Tidak mau mempedulikan lagi, Brave menutup pintu rapat-rapat.
Belum seberapa jauh melangkah, Brave mendengar ketukan pintu. Dia pun mundur beberapa langkah dan membuka pintunya tanpa melihat dari peephole. Betapa mengejutkan saat melihat perempuan yang ditolong berdiri di depan pintunya.
"Makasih untuk yang tadi. Tapi lain kali kamu nggak perlu nolong saya."
Brave mengernyit. "Saya nolong karena nggak mau keganggu. Lain kali kalo mengganggu lagi, saya akan nolong."
"Saya nggak butuh bantuan dari orang yang abai sama keluarga sendiri. Sebelum nolong orang, tolong adik kamu sendiri. Rumbai butuh bantuan kamu, bukan saya. Permisi." Duchess berlalu setelah menyampaikan yang ingin dia sampaikan.
Brave tercengang. Perempuan itu mengajak ribut rupanya. Tapi kenal Rumbai dari mana?
"Maksud kamu apa?" tanya Brave setengah berteriak. Duchess mengabaikan. "Duchess! Nama kamu Duchess, kan?"
Panggilan Brave diabaikan. Hal ini memaksa Brave keluar dari unitnya dan berjalan menuju unit perempuan itu.
"Hei, maksud kamu apa?" Brave kaget waktu hendak menahan pintu tapi gagal karena perempuan itu sudah lebih dulu menutup pintunya. Hampir saja wajahnya kena tampar pintu. "Duchess! Rumbai kenapa?"
Tidak ada jawaban. Brave menjadi kesal sendiri. Sebenarnya apa yang perlu dia bantu soal Rumbai?
🍓🍓🍓
Di dalam apartemen Duchess sedang merapikan file. Bekas tamparan yang cukup kuat itu sudah hilang. Dia tidak menuntut apa-apa. Bukan tidak berani, Duchess bisa melakukan apa saja, tapi dia memikirkan suami perempuan itu yang kinerjanya baik di kantor. Hari-hari berikutnya perempuan itu minta maaf. Jadi Duchess menganggap masalah itu sudah selesai.
Duchess terbiasa dikira pelakor, padahal dia tidak pernah menjadi pelakor seumur hidupnya. Laki-laki yang datang itu dia undang ke apartemen karena mengurus kerjaan di kantor. Duchess sedang dalam kondisi yang kurang sehat sehingga menyuruh datang. Bukan cuma laki-laki itu saja, ada beberapa pekerja lainnya. Dua di antaranya sedang membeli makanan. Sayang saja sudah salah paham.
Tiba-tiba ponselnya berdering. Duchess hendak menjawab, tapi dia mengurungkan niat. Panggilan itu dari ibunya. Sudah pasti ingin membahas soal pasangan. Duchess terlalu lelah untuk menanggapinya sekarang. Duchess mematikan telepon.
Di saat ingin merebahkan tubuh di sofa, ada suara yang cukup keras hingga dapat didengar. Ada teriakan histeris meminta tolong. Duchess memutuskan keluar dari unitnya untuk melihat apa yang terjadi di luar. Begitu tubuh sudah di luar pintu, dia melihat sosok yang dia kenal.
"Panjat! Cukup, Panjat! Panjat!"
Duchess memicingkan mata. Pada saat yang sama perempuan yang dia perhatikan melihat.
"Duchess! Thank God!" Perempuan itu berlari menghampiri Duchess. "Duchess, tolongin gue."
Duchess kenal perempuan itu, Wesmilia. Dia sangat akrab dengan Wesmilia.
"Kenapa?" tanyanya.
"Aduh, itu ... suami gue mukulin adiknya. Tolongin. Gue nggak bisa lerai mereka. Panjat kayak kesetanan." Wesmilia menarik-narik tangan Duchess tak sabar.
"Oke, oke, gue bantu."
Duchess berlari kecil bersama Wesmilia. Dengan aba-aba Wesmilia, dia menarik Panjat yang tengah memukuli adiknya sampai babak belur. Sementara itu, Brave yang menjadi sasaran empuk kesakitan menyentuh wajah.
"Cukup, Panjat! Udah, dong," ucap Wesmilia.
"Inget ya, gue nggak akan anggap lo sebagai adik gue kalo lo nggak bertindak apa-apa. Ini semua salah lo tau! Kalo sampai gue lihat Rumbai nangis lagi, gue bakal balik lagi dan mukulin lo lagi." Panjat menunjuk-nunjuk adiknya berulang kali. "Kita pulang sekarang," lanjutnya seraya menarik tangan Wesmilia pergi.
"Sori, Brave!" seru Wesmilia. Kemudian, dia melambaikan tangan pada Duchess. "Thank you, Duch! Nanti gue telepon!"
Duchess ikut melambaikan tangan. Kemudian, dia menoleh ke belakang melihat Brave babak belur. Ada darah yang keluar dari ujung bibir dan hidung. Tampaknya Panjat sudah sangat marah sehingga mampu melakukan itu. Karena dia tahu dari Wesmilia kalau Panjat sekalem itu. Tidak berani macam-macam.
Duchess menghampiri Brave dan membantu laki-laki itu berdiri sampai berpindah duduk di sofa beludru.
"Kamu ada kotak P3K?" tanya Duchess.
"Nggak tau di mana."
"Saya ambil dulu di tempat saya. Nanti saya balik lagi."
Duchess bergegas keluar mengambil kotak P3K dari tempatnya. Dia mengambilkan beberapa obat lain yang mungkin saja diperlukan oleh Brave. Setelah sudah membawa semuanya Duchess kembali ke unit Brave dan meletakkan kotak P3K serta obat pereda sakit di atas meja.
"Saya bantu kamu obatin lukanya," kata Duchess.
"Thank you." Brave berucap sambil menahan sakit dan ngilu yang dirasakan. Dia tidak menyangka pukulan Panjat bisa sekuat itu. Padahal kalau dipikir-pikir kakaknya sangat pemalu dan terlihat mustahil memukulinya sampai separah ini.
"Tahan sakitnya, ya, jangan merengek. Kalo sakit itu resiko soalnya habis dipukulin. Kalo nggak mau sakit jangan berulah."
Di saat seperti ini tetangga sebelahnya masih saja menyebalkan. Brave pikir bakal dikasih ucapan cepat sembuh atau apalah yang lebih lembut. Boro-boro. "Iya," sahutnya singkat.
Duchess mengobati luka Brave dengan hati-hati. Sesekali Brave meringis, tapi Duchess tidak peduli dan tetap melanjutkan. Setelah luka selesai diobati, Duchess membersihkan barang yang perlu dibuang.
"Gelas ada di mana? Biar saya sekalian ambil minum buat kamu," tanya Duchess.
"Ada di rak atas dapur," jawab Brave.
"Oke, tunggu."
Brave menunggu sambil menyandarkan tubuh di punggung sofa. Beberapa menit kemudian dia melihat Duchess membawakan segelas air putih untuknya. Tak cuma itu, Duchess memberikannya obat.
"Ini obat pereda sakit. Takutnya malam-malam kamu nyeri karena luka itu. Jadi, nggak perlu takut saya racunin." Duchess memberi tahu.
"Iya, iya. Saya minum sekarang?"
"Kamu minum tahun depan juga boleh. Terserah kamu aja mau diminum kapan. Tapi kalo bentar lagi mulai nyeri, jangan berisik."
Brave tidak banyak tanya lagi. Menyesal nanya kalau akhirnya dijawab sejutek itu. Dia segera meminum obatnya dan meneguk air putih sampai habis.
"Saya pulang sekarang," pamit Duchess.
"Tunggu dulu."
"Kenapa?"
"Saya tau kamu kenal Rumbai. Saya ingin tau soal Rumbai dan First. Kakak saya bahas mereka. Tapi saya ingin cerita yang lebih lengkap. Saya ingin tau seberapa jauh mereka bersama," pinta Brave.
"Cari tau aja sendiri. Kamu, kan, kakaknya." Duchess berbalik badan, lalu mulai melangkah menuju pintu utama. Belum sampai membuka pintu, ada suara yang kembali terdengar memanggilnya.
"Duchess, please ..."
Duchess menimbang-nimbang.
"Saya mohon. Saya nggak bisa nanya kakak saya karena tadi dia marah besar. Satu-satunya cuma kamu. Tolong kasih tau saya tentang Rumbai dan First. Yang kamu tau aja. Atau nggak, ceritain tentang kehidupan Rumbai selama ini. Please ...?"
Duchess berbalik badan. "Oke, saya ceritakan yang saya tau. Sisanya kamu cari tau sendiri. Usaha."
Brave menarik senyum dan mengangguk setuju. Duchess tidak jadi keluar dan mulai duduk di samping Brave.
Cerita mengenai Rumbai dan First menjadi topik utama yang dibahas, tentu diselipi dengan gurauan-gurauan yang dilayangkan Brave tapi berakhir dijudesin Duchess.
🍓🍓🍓
Jangan lupa vote dan komen kalian😘🤗
Follow IG: anothermissjo
Pengen sih bikin cerita mereka di Karya Karsa🤣🤣
Kalian belum tau kan selama Brave sama Jiwaya tuh gimana terus gimana hidupnya Brave. Jadi dari sudut pandang Brave tuh kek mana🙈
Sesuai judul, mereka selalu buruk di cerita orang🤣 (Duchess nih sering jadi bulan-bulanan atau tuduhan nggak beralasan. Awalnya dar cerita Laciara wkwk kalo udah baca pasti tau dan pssst aja ya🙈)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro