selesai
Demikian hujan tak mau pergi dari wajah bumi. San yang sudah siap pergi ke kampus membalut tubuh lenjang semampainya dengan bomber dongker. Gadis itu menghampiri pintu kamar Rea. Tampaknya si rambut jagung itu belum sepenuhnya mengumpulkan niat untuk bangun.
Pintu didorong perlahan oleh San, terlihat Rea duduk termenung di tepi ranjang, menghadap ke jendela dengan tubuh ditutup selimut.
“Rea, mau ngampus nggak?” tanya San menilik punggung Rea. Kepala gadis itu hanya menggeleng. “Kenapa, kita ada kelas nirmana, loh?”
“Berhenti buat aku takut, San.”
Langkah kaki San berhenti ketika tangannya hendak meraih bahu Rea. Gadis itu berbalik menatap San yang begitu cantik, tetapi terkesan begitu tampan. Jauh lebih keren dari para cowok kampus, bahkan tahtanya jauh lebih tinggi dari mereka yang menawarkan diri untuk merebut hati.
“Takut?” lontar San aneh.
Rea sontak bangkit, mendaratkan tubuhnya dalam dekapan tangan San. Gadis itu menangis, terengah-engah napasnya memburu rasa berdebar dalam dadanya. Rea tak mampu menjawab, yang dipikirkannya hanya satu. Apa San peduli?
“Aku takut jatuh cinta sendirian.”
San tertawa. “Maksud kamu?”
“Aku suka kamu!”
“Sejak?!” San masih tertawa. Tatapan santai gadis itu membuat Rea mendungkus, mendorong tubuh San menjauh darinya.
“Sejak kamu bilang bahwa setiap manusia bisa mengambil waktunya untuk mencari, mengerti, menerima sampai memulai.”
“Lalu?”
”Aku sadar, bahwa perasaan ini bukan sekadar mengagumi karena kita bersahabat sejak lama. Ini lebih … tentang aku yang jatuh cinta pada seorang gadis manis yang tampan. Dia yang parfumnya selalu aku rindukan. Dia … Senandika Purnama.”
San menatap sederhana. “Kamu lucu.”
“San, aku suka kamu. Aku sadar ini aneh, aku perempuan dan kamu juga. Aku yakin kamu pasti risi.”
San menarik tubuh Rea dalam pelukannya sambil menghela napas panjang. “Sejak lama aku nunggu kapan bisa jujur kalau aku juga suka sama kamu. Tapi, aku selalu berpikir kalau mungkin aja itu nggak benar karena kamu cantik. Aku memang menantikan ini, mungkin aku pengecut karena bersembunyi. Aku cuma takut kamu justru yang risi sebab aku perempuan. Meski aku ganteng.”
“San!” Rea mengerutkan wajahnya.
“Memilih untuk diam agar aku bisa selalu bersamamu walaupun harus jatuh cinta sendirian. Aku berterima kasih untuk itu, makasih karena kamu udah semangat dan bertahan sejauh ini! Mandi gih, bau!” San mencubit hidung Rea.
“San, tapi Mama pasti marah.”
“Dunia selalu butuh waktu untuk menerima juga mengerti, aku di depanmu, Rea.”
❁
Note : 375 kata isi.
Okey, ya. Ini tuh, dibuat dari kisah seseorang yang ada bersama Ava sampai saat ini. Dia selalu menghargai setiap perbedaan yang akhirnya terasa sama. Aku sayang mereka berdua. Terima kasih untuk kalian berdua.
26 November 2021
Senandung - Hujan di balik Jendela
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro