Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

1. Lembaran Lama

"Siapa itu?"

Remaja 13 tahun itu melangkah tanpa henti mendekati seseorang yang lebih tinggi darinya sedang terduduk diam sambil menangis. Orang itu menelungkupi dirinya duduk di samping tempat sampah. Remaja itu menyentuh wanita dewasa rapuh itu dengan segenap hatinya.

Ia tidak bisa menyentuhnya.

Remaja perempuan itu sadar badannya transparan dan bahkan tidak bisa dilihat perempuan di depannya.

"Itu beneran Letta? Udah mirip sampah aja duduk di sebelahnya." Suara tawa mencekik remaja itu saat mendengar nama itu disebutkan.

"Namanya mirip denganku." Remaja muda bernama Letta itu menatap orang di depannya.

Ia baru sadar bahwa dia dengan orang di depannya sangatlah mirip. Hanya saja wajah perempuan di depannya terlihat dewasa dan ... menyedihkan. Letta yakin dia merasakan hal yang sama sebagaimana dia mengatakan bahwa orang itu mempunyai nama yang sama dengannya.

Ia yakin itu dirinya.

"Apakah aku baru saja mati? Apa aku baru saja menyusul Ayah?" Letta muda tersenyum sedih dan duduk di samping wanita itu bersama dalam diam. Entahlah dia hanya ingin, lagian wanita bernama Letta itu juga tidak akan mengetahuinya.

"Untuk apa aku berada di sini?" Letta termanggu karena merasa tubuhnya entah di mana, tapi ia merasa harus menemani Letta dewasa ini.

Braakkk!

Mereka berdua terkejut menatap pot yang terjatuh tepat di depan mereka. Ada tiga orang di atas yang secara usil, bahkan melakukan hal yang bisa membuat orang berujung kematian. Letta remaja mencebik kesal, namun wanita dewasa di sebelahnya memeluk tubuhnya sendiri ketakutan hingga ia melihat ada air kotor jatuh tepat di atasnya.

"Mending lo mati aja deh! Sekalian sana nyusul Ayah lo yang udah lama mati!" Letta remaja terdiam mendengarnya. Ia teringat Ayahnya yang juga pergi meninggalkannya. Apakah sama? Apakah perempuan di depannya ini adalah dirinya?

Dia akan menyedihkan seperti ini?

"Bukankah seharusnya kamu sudah kembali?"

Siapa itu?

.

.

.

.

.

.

Letta terperanjat kaget beranjak untuk duduk dari tidurnya dan tiba-tiba kepalanya merasa pusing.

"Mimpi apa ya tadi?" Letta tiba-tiba overthingking saat mengingatnya. "Kalau aku beneran dibully ... itu mengerikan." Letta bertahan dalam hidupnya yang biasa-biasa saja, tidak friendly atau bahkan tidak pemalu, lalu kenapa semua itu terjadi?

"Semoga saja itu tidak jadi nyata." Letta beranjak bangun dari kasurnya dan menatap jam yang sudah menunjukkan pukul 5 sore. Ia tidak menyangka akan tidur selama 3 jam lamanya.

Gawat! Dia mungkin akan tidur larut malam!

"Bunda?" Letta memanggil dan karena tidak ada jawaban ia segera keluar dari kamarnya. Ia berkeliling mencari namun tiada hasil. Ia hanya sendirian di rumah.

"Ohh iya, Bunda lagi kerja."

Ini menyedihkan sekali. Besok adalah hari minggu, tapi ia sendirian di rumah. Sudah sejak 1 tahun sejak kejadian itu ... ia tidak mengenal lagi apa itu jalan-jalan malam Minggu seperti yang lain.

Setahun yang lalu, Ayahnya pergi meninggalkannya karena kecelakaan mobil. Ia menangis sedih karena ialah yang melihatnya di saat-saat terakhir, saat di mana Letta diantar sekolah untuk yang terakhir kalinya.

Sejak kepergiannya, semua jadi sangat sibuk. Ibunya yang awalnya bekerja sebagai guru SD, harus mengambil pekerjaan sampingan dari sore hingga malam. Dava, sepupunya yang tinggal bersama mereka memupuskan harapannya untuk kuliah dan langsung bekerja sebagai buruh pabrik tekstil. Mereka bahkan dua orang saudara Ayah terlalu menumpu pada Ayahnya yang berkerja sebagai Manajer di perusahaan terkenal hingga kehilangannya membuat mereka semua kelabakan.

Bunda dan Dava selalu pulang tepat di jam 10 malam, terkadang Dava bisa pulang lebih cepat, namun biasanya tidak. Ia harus tinggal sendirian di rumah dan bertemu mereka hanya saat pagi tiba.

Letta ingin sekali bisa liburan seperti remaja lainnya yang asyik menikmati hidup. Namun apa daya tepat di hari Minggu, Kak Dava selalu tidur sampai sore karena kelelahan, Bunda juga membereskan rumah yang terbengkalai karena tidak diurusnya, beberapa hal tidak bisa ia urus dengan baik.

Letta ingin sekali setelah lulus SMP dia akan pergi langsung ke SMK, namun Bunda selalu melarangnya. Sejak kelas 1 SMP, dia selalu berkata ingin sekali menjadi seorang psikolog. Bunda tahu impiannya dan melarangnya untuk melakukan hal yang tidak diinginkannya.

Mereka terlihat sengsara, namun dia tidak bisa membantunya untuk mendapatkan banyak uang.

Letta bersama dengan Hana, teman sekelasnya sejak SD. Ia sedang memesan makanan di kantin dan berencana untuk menunggu di meja terdekat sambil berbincang sebentar menunggu ketoprak datang.

"Kamu tahu enggak ada pekerjaan untuk anak SMP?"

"Pekerjaan untuk anak SMP? Kurasa mereka juga tidak akan mempekerjakannya." Letta termenung sedih mendengar Hana mengucapkan kalimat itu. "Namun kurasa bisa, kamu tinggal pacaran saja dengan anak orang kaya. Aku yakin kamu bisa minta apapun padanya."

Letta mengernyit, sejak kapan dia mengemis seperti itu?

Letta menghela napas. "Itu tidak mungkin Hana, itu sama saja kita memanfaatkan orang lain."

"Ohh tentu saja tidak." Hana melihat sekeliling orang yang sibuk dengan urusannya masing-masing. "Kamu belum menjawab pernyataan cinta Kak Leo, bukan? Dia anak pejabat, kamu bisa saja meminta sesuatu padanya kalau kamu menerimanya. Lagian dengan kamu membalas perasaannya berarti kalian saling membutuhkan satu sama lain."

Letta diam menatap Hana tajam. Tidak terlalu tajam namun Hana menyadarinya. "Okee aku bercanda. Kamu harus menolaknya pulang sekolah nanti. Tentu saja lelaki itu hanyalah seorang berandalan yang suka merokok di belakang sekolah. Dia tidak pantas untukmu. Kamu itu kalau pacaran cocok yang friendly seperti Haris. Dia pasti bisa menghadapimu yang terlalu kaku."

Letta heran tiba-tiba Hana mengaitkan nama yang sudah lama tidak ia dengar. "Haris? Teman SD kita dulu?" Hana mengangguk cepat.

Ohh ya tuhan ... temannya ini selalu saja ada pikiran membahas masalah percintaan—lebih ke menjodohkannya untuk segera punya pacar. Sebenarnya tidak heran karena Hana sudah berpacaran dua kali dalam setahun mereka naik di kelas 2 SMP ini. Makanya dia yang paling excited tentang hal ini. Dia selalu mengaitkan segalanya dengan masalah percintaan.

"Kau tahu sejak dulu dia itu punya banyak teman. Dia bahkan pintar dan tampan. Ku dengar dia juara 1 lomba matematika se-provinsi."

"Bukankah kamu pernah bilang kalau orang tampan itu pasti sudah punya pacar?"

"Ohh iya benar juga." Hana dan Letta sama-sama ingat bahwa Haris pernah pacaran dengan tetangganya saat SD. Itu menggelikan apalagi saat tahu mereka hanya berpacaran beberapa hari.

"Terus apa tipe laki-laki yang kamu suka? Sepi banget hidupmu." Letta menggeleng tidak tahu. Hatinya pernah tersentuh satu kali dengan seseorang yang sangat ia kenali di SD. Namun lelaki itu pindah ke luar kota dan ia tidak pernah tahu kabar darinya.

Kalau ia bertanya pada Hana, perempuan itu pasti akan selalu menggodanya setiap waktu tentang lelaki itu ... jadi dia memilih diam saja.

"Tipeku ... dia selalu baik dan menjadi apa adanya selalu. Setiap waktu."

"Kamu mungkin akan bertemu dengannya entah kapan, arghhh tidak seru sekali." Hana mengeluh karena permasalahan percintaan Letta harus berakhir di sini.

"Aku janji bakal kasih lelaki yang sesuai dengan tipemu!!"

Ckckck, temannya ini masih terus saja berusaha.

.

.

.

.

"Kamu udah bener tolak Kak Leo?" Letta mengangguk. Pulang sekolah ini dia harus pulang terlambat untuk menolak kakak kelasnya. "Cepat sekali. Kalian ngobrolin apa aja?"

"Dia langsung marah-marah pas aku tolak, padahal sebenernya aku enggak enak kalau tolak dia kemaren di depan banyak orang." Letta binggung. Sebenernya Kak Leo ini maunya apa. Dia jadi serba salah.

"Yaudah biarin aja, kamu juga udah bener. Duluan ya. Aku mau pulang dengan Mas pacar!" Letta terkejut saat melihat pacar Hana menunggu dengan motornya dan Hana berlari mengejarnya.

"Heyyy! Katanya mau pulang bareng!" Letta menggerutu kesal melihatnya sudah pergi menjauh menaiki motor pacarnya yang sudah SMA.

Sreekkk

"Suara apa itu?" Letta melihat sebuah tanaman yang bergerak berirama dan memilih tidak mempedulikan karena ingin segera menaiki angkot untuk pulang.

Sosok kecil yang tampak dengan sayapnya itu mulai keluar dari salah satu pohon menghela napas lega. "Syukurlah kalau tidak ketahuan."

Haiii kita bertemu lagi👋

Tunggu update-an ku yawww

See you🥰








Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro