STARRAWS YOU | Star dan Turnamen Sihir by WahyuAlfarih
| A Fantasy - Adventure Story |
"Hanya seorang penulis pemula dari desa, penyuka hal-hal yang berbau fantasi." - The Rising Star, WahyuAlfarih
***
"Turnamen sihir Maravell Academy sebentar lagi akan dimulai!"
Suara dari Master Aldebaran selaku kepala akademi sihir di negeri Erethovera terdengar lantang. Para murid dan beberapa master yang berada di tribune bersorak-sorai.
Turnamen sihir. Sebuah acara yang paling ditunggu-tunggu di setiap tahunnya oleh para murid. Sebuah turnamen yang akan memperebutkan gelar 'Murid Terbaik' di Maraville Academy.
Tahun ini ada sepuluh beserta yang berhasil lolos untuk mengikuti acara puncak setelah melewati banyak tes. Di antara sepuluh murid tersebut ada Star bersama sahabatnya—Dave.
"Kuyakin kau akan kalah di turnamen sihir ini, Dave," ujar Star sembari melirik singkat ke arah Dave.
"Oh ayolah, Star. Mana mungkin sang juara kelas sepertiku akan kalah dari seorang penyihir pemalas sepertimu," balas Dave tanpa melirik sedikit pun ke arah sahabatnya. Di balik wajahnya ia tersenyum kecil.
Star terkekeh pelan. Memang benar apa yang dikatakan Dave, dia adalah sang 'Penyihir Pemalas' kalau kata orang-orang. Sedangkan sahabatnya yang satu ini malah mendapat gelar lebih bagus darinya. Tetapi gelar tersebut jelas tidak akan bisa menentukan siapa pemenangnya.
"Aku hanya bercanda," kata Dave ketika Star tak kunjung menyahut ucapannya.
"Yeah, aku tahu kau bercanda." Star tersenyum kecil. "Tetapi saat pertandingan nanti jangan sekali-sekali bercanda. Kau bisa mati dan aku tidak bisa menolongmu."
Dave mengangguk mantap. Tentu saja dia tidak akan bercanda saat turnamen dimulai nanti. Lagi pula, dia tidak mungkin mati hanya gara-gara para monster yang sudah disiapkan di dalam arena pertandingan itu. Untuk apa gelar 'Sang Juara Kelas' melekat kalau dia tidak bisa menangani para monster yang akan menjadi lawannya.
"Satu menit menjelang turnamen dimulai." Master Aldebaran kembali membuka suaranya. "Aku tidak perlu lagi menjelaskan panjang lebar tentang turnamen ini. Karena aku sangat-sangat yakin, kalian pasti sudah tahu itu. Masuk ke arena pertandingan, lalu bertahan hidup di dalam sana dari para monster yang menyerang. Itu saja, dan ... mulai!"
Bunyi trompet yang ditiup salah seorang master di tribune membuat kesepuluh peserta turnamen langsung berlari ke depan. Menuju gerbang masuk arena pertandingan yang sudah disiapkan.
Star memasuki gerbang paling akhir. Dia sempat mendengar teriakan para gadis yang menyebut namanya. Masa bodoh dengan para gadis di tribune sana.
Dia sudah tahu tentang turnamen sihir ini. Setelah melewati gerbang arena pertandingan, maka peserta akan dibawa ke tempat yang berbeda satu sama lain.
Dan Star dibawa ke arena gurun pasir.
"Wow, aku terkejut," gumam Star pelan sambil memandangi tempatnya berdiri sekarang.
Sejauh mata memandang yang ada hanya tumpukan pasir serta udara yang menyengat karena matahari di atas sana.
"Lima jam bertahan di tempat seperti ini, sepertinya hal yang mudah." Dengan percaya diri, Star berujar.
Lima jam bertahan di arena pertarungan, itulah hal terpenting dalam turnamen sihir ini selain melawan para monster. Tentu saja Star sudah menyiapkan semuanya. Dimulai dari persiapan fisik sampai tenaga untuk mengeluarkan sihir nanti.
Star mencoba berjalan ke sembarang arah. Berharap menemukan sebuah pohon yang bisa digunakan untuk berteduh sembari menunggu para monster menyerang.
"Kuharap kau baik-baik saja di sana, Dave sang Juara Kelas," gumam Star. Bahkan di saat seperti ini dia masih memikirkan sahabatnya, tipikal Star sekali.
Star sudah lama berjalan, tetapi tak kunjung juga ditemukan tempat untuk berteduh. Sementara cuaca di sini semakin panas.
Sedetik kemudian, Star menyadari akan sesuatu. Bukan para monster saja yang akan menjadi tantangannya di sini, tempatnya berada sekarang pun juga merupakan tantangan. Tidak salah lagi, apalagi dirasakannya panas di gurun ini semakin bertambah setiap detiknya.
Pemuda berambut ikal berwarna merah itu menghentikan langkahnya ketika melihat pohon besar berada jauh di depan sana. Sebuah senyum terukir di bibir tipisnya.
Kalau ada tempat berteduh, akan lebih mudah memenangkan turnamen ini, gumam Star dalam hati dengan percaya diri.
Tentu saja berada di tengah-tengah gurun pasir tidaklah nyaman. Panas yang begitu menyengat serta angin bertiup kencang dan membawa butiran pasir. Itu bisa membuat Star kelelahan serta tenaga terkuras dengan sendirinya secara perlahan.
Star kembali mengukir senyuman. Pohon itu sekarang berada tepat di depannya. Besar dan rimbun dengan dedaunannya yang sangat hijau.
"Kuharap kau seberuntung aku, Dave." Star bergumam sendiri. Kembali memikirkan sahabatnya, padahal dia tidak perlu melakukan hal itu. Seharusnya diri sendirilah yang terlebih dahulu dipikirkan.
Star memejamkan matanya. Semilir angin yang berembus di bawah pohon tempatnya berteduh benar-benar sejuk dan menenangkan. Berbeda jauh sebelum dia menemukan ini pohon. Rasa kantuk perlahan datang dan tidak bisa ditahan.
Tidak berlangsung lama, dia tertidur. Sebuah mimpi datang saat itu juga.
Di mimpi tersebut, Star melihat Adelle—penyihir tingkat penengah yang disukainya. Gadis itu tersenyum lebar sembari mengulurkan kedua tangan. Ketika Star ingin meraih tangan Adelle, seseorang tiba-tiba muncul tepat di belakang gadis tersebut. Seorang wanita bergaun hitam, dengan senyuman menyeringai. Wanita itu tersenyum angkuh ke arah Star, sebelum akhirnya dia menghilang bersama Adelle. Menyisakan asap hitam yang mengepul.
"Tidaaaak!" Star berteriak kencang, padahal matanya masih tertutup rapat. Tentu saja dia tidak rela seseorang yang disukai diambil orang asing. Apalagi dilihat dari penampilannya, wanita tadi adalah penyihir jahat.
Ternyata cuma mimpi, batin Star ketika matanya terbuka. Dia bangkit untuk duduk dengan napas yang tersengal-sengal.
Setelah napasnya kembali normal, Star berdiri. Matanya menyapu arah sekitar. Terlihat ada yang berbeda, tapi dia belum menemukan apa itu.
Sesaat kemudian akhirnya Star menyadari apa yang berbeda dari tempatnya berdiri. Di belakang pemuda itu, tidak ada lagi pohon rindang yang digunakan untuk berteduh. Sekarang sudah digantikan sesosok monster berbentuk kelabang.
Sial, gerutu Star dalam benak ketika monster itu mulai menyerang. Star menghindar, mengarahkan cepat tongkatnya ke arah lawan.
Api berwarna kuning kemerahan menyambar cepat tubuh kelabang tersebut. Terdengar bunyi nyaring suara kelabang sebelum akhirnya monster itu terkapar mati.
"Untung cuma monster tingkat rendah," gumam Star seraya menyimpan kembali tongkatnya di balik jubah.
Dia memutuskan untuk berjalan ke sembarang arah. Sudah tidak ada lagi kata berdiam dan menunggu monster menyerang. Tetapi dialah yang harus mencari monster itu dan membunuh semuanya, sebelum tenaganya terkuras akibat panas yang bertambah tiada henti.
Rambut merahnya bergerak pelan seiring angin bertiup. Tidak berlangsung lama, rambutnya bergerak lebih cepat dari awal. Star menghela napas berat. Instingnya berkata yakin kalau ada sesuatu yang buruk akan terjadi sebentar lagi.
Dan, yeah, tidak lama berlalu, sekelompok capung raksasa datang ke arah Star. Kepakan sayap capung raksasa itu terdengar nyaring ketika semakin dekat dengan Star. Pemuda berambut merah itu segera menyiapkan tongkat. Netra abu-abunya menilik ke arah depan.
Sekumpulan capung raksasa semakin dekat. Segera dia beraksi. Ratusan juta volt listrik keluar dari ujung tongkat dan merambat cepat ke arah lawan. Bibir Star sedikit terangkat. Meski sering terlihat bermalas-malasan saat pelajaran sihir, sebenarnya dia sering latihan secara diam-diam. Dan kemampuannya bahkan bisa melampaui Dave sang juara kelas, seandainya dia ingin memperlihatkan kepada teman-teman saat latihan duel biasanya.
Dalam beberapa detik saja, sekumpulan monster berbentuk capung raksasa tersebut berjatuhan secara serempak. Membuat pasir di bawahnya berhamburan dan beterbangan ke sana sini.
Di balik kepulan pasir yang beterbangan, samar-samar Star melihat sesosok wanita muncul. Terlihat wanita itu memegang tongkat sihir sama sepertinya. Star menatap waspada, seingatnya musuh di dalam arena pertandingan turnamen sihir tidak ada penyihir asli. Disebutkan yang ada hanyalah sekumpulan monster dari berbagai tingkatan.
"Star Weldov, kutunggu kau di hutan terlarang." Wanita itu berucap lirih. Kemudian diarahkannya tongkat kepada Star.
Star tidak sempat menghindari serangan mendadak si wanita misterius. Sihir yang dilontarkan wanita itu membuat kepalanya pusing tak terhingga. Perlahan pandangannya mulai gelap. Sesaat kemudian dia tersungkur di tengah-tengah gurun.
Membutuhkan waktu yang lama untuk Star sebelum akhirnya sadar. Ketika membuka mata kegelapan yang pertama kali dia lihat.
Star mengambil tongkatnya, cahaya terang keluar. Mempermudah mencari tahu di mana dia sekarang. Karena sangat jelas ini seperti sebuah ruangan, bukan padang pasir seperti sebelumnya.
Pemuda berambut merah itu kembali mengingat-ingat kenapa dia bisa pingsan dan berakhir terdampar di tempat asing.
"Ah, ya, ini pasti ulah wanita misterius tadi. Yeah, aku tidak mungkin salah." Star berdiri pelan. Diarahkannya cahaya yang berasal dari tongkat. Benar saja, sekarang dia berada di sebuah ruangan. Di sekitar tempatnya berdiri tidak ada apa-apa. Karena itulah Star berjalan mencoba mencari petunjuk agar bisa keluar dan kembali ke arena turnamen.
Kaki jenjang Star melangkah pelan. Sudah lama dia berjalan, tetapi belum juga menemukan pintu keluar.
Sial, sial, sial! Hanya kata sial yang memenuhi kepala Star sekarang. Jika dalam waktu lama dia tidak bisa kembali ke tempat semula, sudah pasti akan kalah dalam turnamen sihir kali ini. Padahal dia tidak ingin itu terjadi.
"Tapi tunggu!" Star berhenti melangkah. "Sepertinya aku mendengar wanita itu berucap sebelum pingsan tadi," katanya bicara sendiri.
Star mencoba fokus mengingat apa yang diucapkan wanita misterius tadi. Tetapi seberapa keras pun dia mencoba, hasilnya tetap nihil. Dia tidak mengingatnya sama sekali.
Saat kakinya kembali melangkah dan cahaya dari tongkatnya menyorot arah sekitar, ada sebuah benda yang menarik perhatiannya.
Sebuah kotak besar penuh dengan debu.
Star mendekat. Jika tidak ada jalan keluar, mungkin kotak ini bisa membantunya. Perlahan dia mulai membuka kotak tersebut. Begitu terbuka sepenuhnya dan cahaya tongkatnya menyorot ke dalam, betapa terkejutnya Star melihat isi di dalam benda itu.
Jubah penyihir yang bertuliskan Dave dan juga ... Adelle.
Star mengucek mata cepat. Berharap apa yang dia lihat adalah sebuah kesalahan dari matanya. Namun apa yang terlihat di dalam kotak itu masih sama, dua jubah penyihir.
Star mulai berpikir kenapa jubah Dave serta Adelle berada di dalam kotak. Di tengah-tengah pikiran kalutnya, tiba-tiba terdengar sebuah suara yang menggema di ruangan.
"Kutunggu kau di hutan terlarang. Sahabat serta gadis yang kau sukai ada padaku. Datanglah secepat mungkin, gunakan kotak yang ada di depanmu untuk menyusulku di hutan terlarang. Lalu selamatkan kedua orang ini kalau kau bisa."
Tanpa berpikir lebih lama, Star melompat ke dalam kotak. Sebuah sensasi aneh menyelimuti tubuhnya. Tidak lama kemudian, dia sudah berada di hutan terlarang.
"Siapa kau?! Tunjukkan dirimu kalau berani dan hadapi aku. Jangan coba macam-macam pada Dave dan Adelle." Star berteriak ke berbagai arah. Tidak ada sahutan.
"Aakh!!" Star meremas rambutnya kasar. Akal sehatnya mengatakan kalau ini semua ulah wanita itu. Siapa pun wanita misterius yang berani padanya, akan Star lawan. Tidak peduli walaupun lawannya adalah seorang wanita. Karena sekarang Star sudah kelewat marah. Menyandera kedua orang terpenting dalam hidupnya adalah sebuah kesalahan.
Star mengangkat tongkat sihir. Mulutnya mulai membaca mantra. Terlihat di ujung tongkatnya keluar cahaya putih dan menyebar ke penjuru hutan terlarang. Dengan mantra ini, wanita yang menjadi lawannya pasti akan muncul di hadapan Star dengan bertekuk lutut.
Tidak berlangsung lama suara gemuruh terdengar jelas di indra pendengaran Star. Lalu sesosok wanita bergaun hitam muncul seraya tersenyum miring.
Wanita itu tidak muncul dengan bertekuk lutut, menandakan mantra Star tidak berpengaruh. Satu kesimpulan yang didapat pemuda itu, wanita di depannya ini sangat kuat.
"Akhirnya kau datang juga, Bocah." Wanita itu berseru keras. Menatap Star dengan pandangan merendahkan.
"Siapa kau dan ada urusan apa sampai berani menyandera sahabatku?!"
Wanita bergaun hitam tersebut terkekeh singkat. "Apa aku tidak salah dengar? Kau benar-benar tidak tahu siapa aku? Kalau begitu mari perkenalkan, namaku Radena, si Ratu Penyihir Kegelapan."
Mendengar perkataan Radena, Star terlonjak kaget. Dia tahu tentang nama Radena sang Ratu Penyihir Kegelapan, tetapi baru kali ini melihat dan bertemu secara langsung. Sosok Radena sangat sering dibicarakan oleh penyihir yang ada di negeri Erethovera, terlebih lagi di Maraville Academy.
Radena, penyihir kegelapan yang terkenal dengan ambisinya untuk menguasai negeri para penyihir—Erethovera. Dengan berbagai cara dia lakukan agar ambisinya tersebut tercapai. Dan sepertinya sekarang dia sudah menemukan cara bagaimana supaya ambisinya terlaksana.
"Star Weldov, aku sudah lama mencarimu. Dengan bantuan sihir rahasia yang kau miliki, aku bisa menguasai negeri Erethovera. Jadi, maukah kau membantuku, Star?" Bertepatan Radena selesai berkata demikian, sosok Dave dan Adelle muncul di depan wanita itu. Dengan mulut terkunci rapat akibat sihir Radena, juga kaki dan tangan yang terikat akar berduri.
"Lepaskan mereka!" teriak Star.
Tentu saja Radena tidak akan menurut. Wanita itu malah tertawa terbahak-bahak. "Lepaskan? Yang benar saja! Aku sudah berusaha keras dan terlalu membuang banyak energi hanya untuk mendapatkan mereka berdua. Ternyata tidak gampang menembus sihir milik Aldebaran."
Star menatap Radena marah.
"Cepat katakan apa mantra sihir rahasiamu itu!" Radena mulai menyerang Star, dengan bertubi-tubi tanpa henti.
Pemuda berambut merah itu kaget mendapat serangan mendadak. Dia tidak sempat menghindar, akibatnya tubuhnya terlempar jauh ke belakang.
"Sial!" Star berdecak kesal. Sementara tangannya menyapu pelan ke arah bibir yang mengeluarkan darah.
Radena tersenyum puas. Ditatapnya Star yang masih belum bangkit. Mungkin sudah saatnya dia melontarkan sihir penyiksa ke arah sang lawan. Supaya pemuda yang menjadi lawannya itu mau memberitahu mantra sihir rahasia. Sebuah mantra yang bisa digunakan untuk menguasai negeri Erethovera.
"Cepat katakan!" perintah Radena. Tongkatnya tertuju ke arah Star yang tidak berdaya.
"Yakin kau mau tahu mantra rahasia milikku?" tanya Star. Bibir berdarahnya mengukir senyum miring.
"Tentu saja. Cepat katakan dan mereka berdua akan kubebaskan." Radena melirik singkat ke arah Dave dan Adelle. Keduanya hanya bisa menonton pertarungan tanpa bisa berbuat apa-apa. Bahkan bergerak seinci pun keduanya tidak mampu.
"Baiklah kalau kau memaksa," lirih Star sembari bangkit. Tenaganya sudah terkuras banyak, dia berharap semoga masih bisa melakukan sihir untuk yang terakhir kalinya.
Sihir rahasia yang lain milik Star. Sepertinya bisa mengakhiri pertarungan dengan Radena.
"Akan kuberitahu!" kata Star berbohong. Ditanggapi senyum kemenangan oleh musuh.
Radena bersiap mendengarkan mantra milik Star. Setelah mendengarnya nanti, dia akan melakukan latihan agar bisa menguasainya.
Star menghela napas pelan. Tanpa Radena tahu, sebenarnya Star ingin menyerang wanita itu, bukan memberitahu mantra rahasia yang sedang diincar.
"Star Erethovera, Weldov Erethovera, Maxima!"
Bertepatan selesai menggumamkan mantra sihir, Star mengangkat tongkatnya dan mengarahkan pada Radena. Wanita itu terkejut bukan main. Ingin menghindar tetapi tidak sempat karena sihir yang dilontarkan Star sudah sangat dekat. Sedetik setelahnya, sihir Star menghantam tubuh Radena. Wanita itu terlempar sangat jauh. Sementara Star tersenyum simpul. Sebelum akhirnya dia jatuh pingsan.
Dave dan Adelle terbebas dari sihir Radena karena wanita itu sudah kalah. Segera keduanya menghampiri Star.
"Dia kehabisan tenaga, makanya pingsan," kata Dave memberitahu Adelle.
"Aku bisa membangunkannya," sahut Adelle yakin. Mendengar hal itu Dave memasang ekspresi bingung.
"Aku mempunyai teknik sihir rahasia yang bisa mengembalikan tenaga penyihir lain. Tetapi tidak bisa digunakan untuk mengembalikan tenagaku sendiri."
Dave mengangguk mengerti. Sepertinya orang-orang di sekitarnya memiliki sihir rahasia masing-masing.
"Kalau begitu lakukan!" perintah Dave.
Adelle langsung mengarahkan tongkatnya ke tubuh Star. Perlahan cahaya biru menyelimutinya. Dua menit kemudian, Star akhirnya sadar.
"Dave ... Adelle."
Kedua orang yang namanya disebut mengangguk sembari tersenyum. Star bangkit dan duduk di antara Dave serta Adelle.
Tanpa Star duga, gadis itu memeluknya.
Star terkejut bukan main. Sementara Dave mulai menjauh dari dua orang itu.
Star memberanikan diri membalas pelukan Adelle. Rasanya hangat. Sebuah senyum terukir di bibirnya. Ternyata selama ini rasa sukanya tidak bertepuk sebelah tangan.
"Jangan lama-lama pelukannya, kita harus kembali secepatnya," tegur Dave. "Dan untukmu Star, lagi-lagi kau salah memasang sepatu."
Demi kumis Master Arro! Star malu bukan main. Kenapa sahabatnya yang satu ini tidak bisa melihat situasi dan kondisi dulu, sebelum mengatakan kalau dia salah lagi memasang sepatu.
Kedua sejoli itu lalu saling melepas pelukan. Adelle terkekeh singkat, dan Star sangat malu akibat teguran dari Dave.
"Siap-siap, kita akan kembali ke akademi melewati alat teleportasi milikku." Dave berujar.
Star ingin protes, tetapi diurungkan niatnya itu. Mengingat itu satu-satunya cara jalan untuk kembali ke akademi.
"Kuharap kau baik-baik saja di dalam alat sihirku."
Star mengangguk ragu. Sementara Adelle menatap Dave seolah berkata 'memangnya kenapa?'
Dave mulai membaca mantra. Tidak lama, sebuah benda yang akan digunakan untuk berteleportasi muncul. Bentuknya seperti tabung dengan ukuran besar.
Dave mulai melangkah ke dalam tabung, disusul Adelle setelahnya. Star masih diam di tempat, seakan enggan melakukan hal yang sama.
"Ayolah, jangan sampai ketakutanmu terhadap ruang sempit mengalahkan rasa cintamu terhadap Adelle."
Pipi Adelle memerah seaat ketika mendengarnya. Sementara Star melangkah masuk meskipun masih ragu.
Perlahan alat itu bergerak menembus ruang dimensi. Star berkeringat dingin berada di dalamnya. Ketakutannya terhadap ruangan sempit benar-benar menyiksa.
Tiga menit berlalu, mereka tiba di tempat perkumpulan sebelum turnamen sihir tadi dimulai. Keadaan di sini sangat kacau. Tribune hancur tak berbentuk lagi, dan banyak murid akademi yang terluka.
"Apa yang terjadi di sini?" tanya Star ketika Master Aldebaran mendekatinya.
"Pasukan penyihir kegelapan menyerang akademi. Untung saja bisa dipukul mundur. Turnamen sihir tahun ini gagal, tetapi itu tidak masalah. Kalian sendiri kuharap baik-baik saja. Apalagi kau, Star. Ratu Penyihir Kegelapan tidak sepenuhnya kalah. Kemungkinan akan kembali lagi sewaktu-waktu."
Star bergidik ngeri. Ternyata tidak hanya dia yang bertarung tadinya. Teman-temannya serta para master di akademi pun juga sama.
Turnamen sihir tahun ini gagal. Dan perang antar penyihir akan terjadi sewaktu-waktu nanti. Star harap, dia bisa menjaga Maraville Academy serta negeri Erethovera dari para penyihir kegelapan yang dipimpin Radena.
"Tentang sihir rahasiamu, jangan biarkan siapa pun tahu," pesan Master Aldebaran kepada Star.
***END OF STAR DAN TURNAMEN SIHIR***
K O L O M N U T R I S I
1. Jadi ceritanya kamu suka dengan salah satu penyihir tercantik/tertampan di akademi sihir, ketika kamu akhirnya memiliki waktu untuk bertemu berdua saja, mantra apa yang kamu ucapkan untuk membuatnya jatuh hati padamu? Sebutkan mantra yang paling unik yang terpikirkan!
2. Seandainya dihadapkan pada dua pilihan, kamu memilih jadi manusia atau penyihir? Mengapa?
3. Apa pendapatmu terhadap cerita Star dan Turnamen Sihir?
***
Jika tertarik berpartisipasi dalam antologi ini, silakan publikasikan karyamu di Wattpad pribadi, sertakan tagar #STARRAWSInAction, satu cerita terbaik akan dipublikasikan ulang di work ini (lihat keterangan lebih jelas di bab "WATTPAD TODAY: STARRAWS ZONE").
***
Mari terapkan budaya baca cermat, memberi masukan dengan santun juga bijak, serta menghargai keberagaman dalam berkarya dan perbedaan pendapat, seperti yang terdapat dalam aturan dasar RAWS Community. Be wise.
***
Sudahkah kamu vote cerita dang follow penulisnya?
Scroll/Swipe untuk membaca bab selanjutnya dari antologi cerpen Once Upon A Time in STARRAWS
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro