Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Close to Me: Part 4

Kebisingan di luar. Membuatku. Terbangun.

Benar-benar.

Mataku sungguh sangat berat untuk dibuka. Terlebih dengan sakit hampir sekujur tubuhku. Aku mengerti, ini adalah hari kedua periodku, dan seperti biasa. Sakit pinggang, menjalar ke perut dan paha di hari kedua cukup berat untuk kulewati. Dan sekarang, rasanya badanku remuk, ditambah kejadian malam tadi.

Sungguh di luar dugaan. Yang pertama, karena kemarahanku  meledak di hadapan orang banyak. Kemudian, orang yang kukagumi, yang kupikir aku tak dapat menyentuhnya ternyata seseorang yang hampir setiap hari kutemui di game. Dan terakhir, orang itu, Gusion mengantarkanku pulang dengan mobilnya setelah kami menyusup ke tempat parkir seperti ninja.
Kejadian yang benar-benar tidak terduga--beruntun, selama 21 tahun ku bernapas di bumi.

Ah, dan sekarang. Keributan di luar belum juga berhenti. Dan aku, sama sekali tidak bisa bergerak. Dari tempat tidur.

Bolehkah aku berharap seseorang datang untuk menghentikan kebisingan itu--atau yah, mengambilkan sumbat telingaku agar aku bisa kembali tidur dengan tenang?

Ah, baik.

Ditambah dering ponselku yang terselip di ranjang, rasanya aku ingin melemparkannya jauh-jauh--pecah saja sekalian!

TIDAK BISAKAH MEMBIARKAN AKU TIDUR SEBENTAR SAJA?!!

Aku hanya bisa meronta dalam diam, dan aku memilih untuk menyerah. Terlebih kedua mataku sudah bisa terbuka--ugh, jendelaku yang tirainya sedikit terbuka cukup membuat silau.

"Drrrtttt... drttttt..."

Deringan kedua.

"Baiklah, baiklah." Aku menggumam pelan, sungguh gusar dengan gangguan ini, tetapi aku harus tetap bersabar.

Menggerakkan tangan kiriku, meraba-raba ponselku yang terselip. Penglihatanku memang tidak terlalu jelas, sehingga aku hanya bisa menggeser tombol hijau yang muncul sembarang dan menempelkan ponsel ke telinga.

"Ya?" tanyaku sekenanya tanpa mengetahui siapa yang meneleponku.

"Les, buka pintumu."

Suara lembek-sedikit meninggi. Ini Layla. Oh Tuhan. Dia tidak ke kamarku untuk membakar komputerku, kan?

"Aku tidak bisa, kau saja yang buka." Aku menjawab sebisaku, dengan nada yang lemah, kurasa. Dan kuharap ia mengerti.

"Ada yang ingin bertamu, Les."

"Siapa? Aku benar-benar tidak bisa membuka pintu."

Tidak ada lagi minatku untuk menyahuti telponnya sampai kudengar sedikit keributan di luar.

"Apa kau sakit?"

Suara ini... tunggu!!!

Ini bukan suara Layla!

Suara baritone seorang laki-laki terdengar padaku. Ah, apa lagi ini?!
Aku tidak tahu harus menjawab apa, terlebih ketika pintu kamarku telah dibuka oleh dua orang--Layla, dan lelaki yang baru kutemui malam tadi.
Layla pergi meninggalkan lelaki itu di depan pintu, kemudian menutupnya dari luar.

Dengan diriku yang kusut masai di ranjang, tidak berdaya, masih memakai piama tidur, dan wajahku yang masih sayu. Ditemui seorang Gusion yang sudah rapi dan bersih seperti itu?!

Bolehkah aku mati saja sekarang?

Dan dia, sepenglihatku mengenakan sweater putih polos dengan celana chino khaki. Mengambil kursi gamingku dari depan komputer. Menariknya, dan duduk. Di sampingku. Masih dengan diam.

"Kenapa?"

Perlahan--dengan susah payah ku menyeret boneka gorila kesayanganku, menutupi wajah. Dan boneka itu terangkat ketika Gusion menyingkirkannya. Ini tidak baik. Kurasa wajahku memerah sekarang. Terlebih ketika ia menempelkan punggung tangannya ke dahiku.

"Kau demam?" tanyanya, dengan raut wajah khawatir tersirat.

"A-aku..., yah. Bisa dikatakan demikian." Aku menjawab sekena yang kubisa.

"Mengapa kau ke sini?"

"Mengapa, katamu? Aku mengkhawatirkanmu, Lesley. Kau akan online di hari minggu mulai jam 6 pagi, dan sudah 4 jam berlalu kau tidak ada. Terlebih karena malam tadi, aku sudah menduga sesuatu terjadi padamu."

Ah, benar juga. Setahun kenal dengannya di game, dia pasti tahu kebiasaanku. Namun, haruskah dia datang ke sini menjengukku?

Tunggu. Dia tahu namaku?

"Kau tahu dari mana namaku?"

"Jangan pikirkan hal itu. Di mana kau menyimpan obatmu?"

Ia bertanya, dengan tanpa permisi membuka laci nakas. Kali ini tidak perlu ku menjelaskannya, karena ia sudah menemukan kotak obatku di dalamnya. Mengeluarkan beberapa obat, mengamati tiap label obat. Kemudian, membuka satu-persatu bungkus obatku yang hampir tepat semua obat yang biasa kuminum bila sakit seperti ini.

"Kau ini mahasiswa bisnis, cenayang atau anak farmasi?"

Pertanyaanku sepertinya terdengar konyol karena ia menanggapi dengan tertawa.

"Dulu, bila ibu tidak di rumah aku sering merawat kakak perempuanku yang sakit sampai tidak bisa bergerak sepertimu. Terutama bila sudah sampai masa bulanannya."

Ia berbalik mengambilkan segelas air di dispenser. Meletakkannya di samping obat-obatku.

"Bisa bangun?"

"Aku tidak yakin." Tetapi, aku harus berusaha untuk dapat bangun, bersandar di kepala ranjang.

Masih dengan perlahan aku mendekatkan gelas berisi air, menenggak beberapa obat sebelum meminum air.

"Terima kasih."

"Bukan masalah. Ah, omong-omong. Tetangga asramamu sangat berisik."

"Kau sendiri tidak tahu mengapa mereka berisik?"

Gusion hanya mengangkat bahu.

"Aku tidak mengerti. Yang pasti, setelah ku bertemu teman pirangmu tadi, mereka keluar dan menjadi ribut."

"Berarti mereka ribut karenamu."

"Karenaku?"

"Ya. Mungkin mereka pikir kita--maksudku, kau dan aku akan terpampang di hall of shame di depan sana."

"Apa lagi itu?"

"Sebuah dinding besar dengan wajah orang yang... yah, mereka melakukan sesuatu yang aneh-aneh dengan anggota asrama. Wajahnya akan dipajang sebulan  di sana sebagai pasangan yang tidak mampu check-in hotel."

"Apa-apaan peraturan itu?!" Tawanya meledak dengan memegangi perutnya. Ya, memang sangat konyol, sehingga patut ditertawakan.
Selesai tertawa, ia mengambil napas.

"Sudah semester tua dan kau masih bertahan di asrama ini. Kupikir awalnya kau tinggal di apartemen."

"Aku malas berpindah. Pindahan sama saja membuang waktuku. Bayangkan saja, berapa jam akan terbuang saat aku mengangkut barang-barangku. Aku bisa mendapatkan 5-6 kali mode all-kill dengan waktuku itu," jelasku dengan panjang lebar, tidak sadar bahwa sebanyak ini aku bicara pada orang yang baru kukenal.

"Lesley," panggilnya dengan pandangan datar.

"Hmm?"

Ada suatu hal yang salah kah dari penyampaianku?

"Hidupmu tidak harus mengenai game saja."

"Ya, aku mengerti. Akupun kuliah tidak membolos untuk main game, kok. Lama ku bermain game pun untuk menjadi seorang pro-player. Tidak hanya untuk membuang waktu."

"Menjadi pro-player tidak harus menghabiskan seluruh waktumu untuk bermain."

"Tetapi, aku juga ingin sepertimu."

"Lesley. Menjadi pro-player tidak hanya mengandalkan waktu, tetapi mengandalkan ini."

Dia menyentil dahiku. Seperti malam tadi.

"Sakit, hei!"

"Kau mengerti, kan?"

"Iya, iya, cerewet." Aku hanya menjawab sambil mengusap dahiku. Seorang Gusion yang kupikir cuek ternyata sangat rewel seperti ibu-ibu.

"Kapan kau sembuh?"

"Mengapa kau bertanya?! Hei, aku. Kapan kau sembuh?!" tanyaku dengan menunduk, bertanya pada diriku sendiri. Dan kali ini ia terpingkal-pingkal menertawakan kekonyolanku yang kupikir tidak lucu.

"Aku ingin mengajakmu ke internet cafe samping Mac.D. Cepatlah sembuh, burgundy girl," ujarnya sambil mengacak-acak rambutku yang memang sudah berantakan.
Dan aku  memasang wajah cemberut untuk menutupi perasaanku yang ikut berantakan.

Lelaki sialan. Seenaknya saja datang ke kehidupanku dan mengacau!

Bila saja ini mimpi, aku tidak ingin terbangun selamanya.

"Kau mau, kan?"

"E-eh, iya. Ajak aku main bersama temanmu."

"Tentu saja, Dangerous Love." Ia mengiyakan dengan senyumnya yang tidak mau berhenti.

Tuhan, tolong aku! Kupikir kisah hidup seperti ini hanya ada di fiksi murahan!

END(?)

Huft, akhirnya selesai juga fic yang satu ini. Saatnya kembali ke aktivitas biasaa, menyelesaikan fanfic shades of morning dan works lainnya.
Soal lanjutannya (sedikit lagi) aku tidak berjanji, soalnya ini ngetik panjaaang malah hampir tidak menggambarkan lirik lagu close to me itu sendiri ;_;
Terima kasih untuk readers, voters dan tukang komen😂
Nantikan fanfic selanjutnya yaa😘

.
OMAKE

"Bro, kenal dengan dia?" Seorang lelaki dari posisi kemudi mobil tidak mau melepaskan pandangan dari seorang perempuan berambut burgundi panjang dikepang, memangku beberapa buku di tangannya.

"Itu kan Lesley Vance, anak sekretariat kelas A. Kenapa?"

"Tidak. Kupikir hanya salah lihat, ternyata memang dia." Lelaki dari dalam mobil itu beralih ke spion atas, merapikan rambutnya yang sedikit berantakan.

"Dulu dia satu kelas denganku. Sulit mendekatinya, dia cukup tertutup. Dan bisa saja dia lupa padaku."

"Wah, wah, cinta sejak SMA, ya?"

"Jangan berisik, Alukerad!" bisik lelaki itu.

"Semoga beruntung, Bro. Kata pacarku, dia no-life dan suka bermain game. Bakal sulit untuk mendekatinya bila dengan basa-basi biasa."

"Nah, itu masalahnya. Tapi, sekali dapat dia, tidak akan kulepaskan!" Sang lelaki berujar dengan penuh tekad.

"Begini, bro. Kuberi saran. Main game yang sama dengannya. Kau harus lebih hebat dari dia!"

"Makan apa kau jadi memberi saran sebagus itu?!"

"Namaku itu, selain Alucard adalah Alusmart, ingat itu!"

"Tsk, aku tidak mau mengakuinya," sanggahnya dengan mencibir.

"Terserah. Oh, sial. Dosen sudah datang." Alucard keluar dari mobil si lelaki berambut cokelat itu. Mengendap-endap berjalan agar tidak ketahuan dosennya yang baru keluar dari mobil.

"Okay, Gusion. Kali ini, kau tidak boleh menyerah."

Lelaki itu, Gusion memotivasi dirinya sendiri dengan memejamkan mata, merasakan dirinya yang merasa gugup dengan wajah yang memanas.

END

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro