WINDSHIRE CASTLE
Dibelahan alam lainnya, Windshire Castle atau bisa disebut Kerajaan Langit, terlihat para Dewa dan Dewi sedang sibuk menyiapkan acara ulang tahun Raja Langit. Hari ini merupakan hari bahagia bagi seluruh penghuni Windshire Castle, karena hari ini adalah hari istimewa untuk Raja. Seluruh istana sudah dihiasi oleh berbagai macam ornamen berwarna merah dan emas, seluruh Dewa dan Dewi sudah mempersiapkan hadiah untuk Raja. Para Dewi juga sudah mempersiapkan tarian terbaik mereka yang akan dipersembahkan di hadapan Raja nantinya dan juga ada Dewa yang mempersiapkan pertunjukan musik untuk Raja.
Luan sang Dewa jodoh pun sibuk mempersiapkan penampilan dirinya, ia terlihat sedang mematut dirinya di depan cermin dengan mencoba pakaian merah yang sudah ia buat jauh-jauh hari hanya untuk acara ulang tahun Raja. Baju merah itu menggunakan kain yang diambil dari ulat terbaik kerajaan langit kemudian dijahit dan disulam menggunakan benang emas. Ia memutar tubuhnya dua kali di depan cermin besar untuk memastika sekali lagi tampilan dirinya.
Luan merupakan Dewa jodoh yang bertuga smengatur perjodohan uat manusia, Dewa paling populer di kalangan manusia. Bagimana tidak, mereka selalu menyelipkan nama Dewa Jodoh diantara semua doa mereka. Sifat manusia yang cinta kasih, selalu mendambakan jodoh untuk diri mereka masing-masing, setiap berdoa manusia tidak pernah lupa mengucapkan permintaan jodoh pad Luan. Baik itu disaat malam sebelum tidur, di siang hari atau pagi hari saat berdoa mereka selalu menyematkan nama Dewa Luan dalam doa mereka.
Luan yang selalu mencatat setiap permintaan dari doa para manusia di buku takdir jodoh miliknya kemudian menugaskan para cupid untuk mengikatkan benang merah pada para manusia yang memiliki tali takdir jodoh.
Salah satu pelayan Dewa Jodoh masuk ke ruangan membawa satu vas bunga yang segar menggantikan vas bunga yang sudah layu, ia melihat sekilas Tuannya itu, "anda terlihat sangat tampan dan sempurna dengan pakaian itu Tuan," celetuknya membuat Luan si Dewa jodoh menolehkan kepalanya ke asal suara.
"Tentu saja, kau sendiri tahu pakaian ini terbuat dari kain sutra terbaik yang dihasilkan ulat sutra terbaik di kerajaan langit ini." Luan berjalan dan duduk di kursi kebesarannya kemudian pelayannya bergerak menuangkan teh ke dalam cangkir dan memberikannya kepada Luan.
Luan meraih cangkir itu dan meminum isinya, "kau sudah mengirimkan hadiahku ke tempat Raja Langit?" tanya Luan sembari meletakkan cangkir yang ada di tangannya.
"Sudah Tuanku."
"Baguslah kalau begitu."
***
"Sudah ku duga kau masih di sini, apakah kau sudah menyiapkan hadiah untuk Raja Langit?" ucap Keegan saat menyambangi kediaman Pangeran Langit siap lagi kalau bukan Ambroise yang terlihat masih sibuk membersihkan pedangnya dengan lap kain warna putih.
Keegan merupakan Dewa Petir, Keegan dan Ambroise sudah bersahabat sejak ribuan tahun yang lalu. Jika ia memiliki waktu senggang ia akan selalu menyambangi kediaman Ambroise untuk meminum arak seperti saat ini.
"Belum," sahut Ambroise singkat masih berfokus pada pedang yang ada di tangannya.
"Astaga, apakah kau mau berubah menjadi anak durhaka?" decak Keegan sembari menuang arak ke dalam gelas dan kemudian meminumnya hingga tandas, sedangkan Ambroise hanya menyunggingkan senyum tanpa menghentikan aktifitasnya.
Ambroise mengangkat pedangnya dan menatap pantulan dirinya di sana, "memang apa istimewanya ulang tahun, bukankah kau selalu merayakannya setiap tahun selama ribuan tahun lamanya," ucapnya sambil meletakkan kembali pedangnya.
"Tetapi dia ayahmu." Keegan mengendikkan bahu kemudian menuangkan kembali araknya ke dalam gelas dan memberikannya pada Ambroise, pria itu meraih gelas dari tangan Keegan dan meneguk isinya dalam sekali teguk.
***
Aula Istana malam ini terlihat begitu ramai para dewa dan dewi yang memenuhi istana terlihat menggunakan pakaian terbaik mereka untuk acara ulang tahun raja kali ini. Semua pelayan juga terlihat sibuk menyiapkan hidangan minuman dan makanan untuk para tamu undangan, beberapa dari mereka juga sibuk membawa hadiah dari masing-masing Tuan mereka untuk nanti di persembahkan pada Raja langit.
Suasana yang tadinya ramai tiba-tiba menjadi hening ketika Raja langit memasuki Aula Istana, Raja Langit nampak begitu gagah dengan menggunakan pakaian berwarna emas terbaik miliknya. Sedetik kemudian Raja Langit duduk di atas singgasana dan semua Dewa dan Dewi menunduk memberi hormat.
"Panjang umur untuk Anthanasius, Raja kami yang mulia dan terhormat." ucap semua tamu undangan yang hadir sembari menunduk memberi hormat pada Anthanasius sebagai Raja Langit yang paling mereka hormati.
"Kalian semua bangunlah." titah Anthanasius megibaskan tangannya.
"Terima kasih Yang Mulia." para tamu kembali berdiri dan mecari temapt duduk masing-masing yang sudah di sediakan untuk para tamu undangan.
"Hari ini adalah hari istimewa, kalian semua nikmatilah hari ini dengan penuh suka cita."
Tanpa menunggu waktu lagi, muncul beberapa Dewi yang menegnakan gaun berwarna merah menari dengan indahnya di hadapan Anthanasius dan para tamu lainnya. Tarian mereka yang sangat indah dan menawan sangat di sukai oleh para Dewa terlebih lagi oleh Anthasius sendiri. Tarian mereka begitu menghipnotis mereka semua, tidak dipungkiri membuat beberapa Dewi lainnya yang hanya menjadi penonton malam ini menjadi iri termasuk Dewi Hujan, jika bisa mungkin Solana sudah mengeluarkan badainya dan membuat seluruh Aula Istana menjadi banjir tetapi ia menahannya. Alih-alih mengeluarkan protesnya ia lebih memilih meneguk araknya sambil berdecih setiap kali mendengar tepu tangan penonton.
Setelahnya Dewa perang dan pasukannya menampilkan tarian pedang di hadapan Anthanasius hingga membuat Anthanasius berdecak kagum dengan penampilan Ulzair yang begitu gagah, bukan hanya di dalam medan perang tetapi Ulzair juga mampu menampilkan tarian perang dihadapannya begitu menawan. Anthanasius memberikan tepuk tangannya saat tarian Ulzair selesai, ia dan rombongannya memberi hormat sekali lagi pada Anthanasius kemudian mengundurkan diri.
Tidak mau kalah dengan yang lainnya, Luan sang Dewa Jodoh mempersembahkan permainan kecapi untuk Anthanasius, semua tamu yang hadir berdecak kagum dengan permainan kecapi dari Luan. Permainan kecapinya begitu lembut dan menyentuh hati siapapun yang mendengarnya. Musik yang dimainkan seolah membawa perasaan pada sebuah ikatan cinta mendalam yang penuh pengorbanan, Niorun sang Dewi Mimpi tanpa sadar meneteskan sebulir air matanya saat mendengar lantunan musik kecapi milik Luan. Sungguh permainan musik yang menguras emosi. Tangan Luan berhenti memainkan kecapi dan menunduk memberi hormat, "sungguh permainan kecapi yang begitu indah dan mengaduk-aduk emosi pendengar," ucap Anthanasius sembari bertepuk tangan dan diikuti oleh tamu undangan lainnya. INilah keistimewaan Luan sebagai Dewa Jodoh, ia mampu mengaduk-aduk emosi orang lain melalui permainan musiknya.
"Terima kasih atas pujiannya Yang Mulia." Sekali lagi Luan menunduk memberi hormat kemudian mengundurkan diri.
Setelah semua penampilan tadi acara kembali dilanjutkan dengan mempersemahkan hadiah-hadiah dari para Dewa dan Dewi untuk Anthanasius. Terlihat para pelayan wanita dan laki-laki berdiri membuat antrean panjang dengan masing-masing membawa nampan berisi berbagai hadiah yang menakjubkan. Terdengar beberapa tamu undangan saling berbisik sembari melirik hadiah yang mereka lihat, beberapa dari mereka juga ada yang memberikan tatapan mengejak dan beberapa menunjukkan tatapan takjubnya.
Seorang pelayan lelaki maju memberi hormat dan menunjukkan hadiah yang dibawanya di atas nampan. "Yang Mulia, ini adalah hadiah ikan koi pembawa keberuntungan berumur puluhan ribu tahun, pemberian dari Azura sang Dewa Samudra."
"Letakanlah di sana." titah Anthanasius kepada pelayannya iu.
"Baik Yang Mulia." pelayan lelaki itu segera menaruh hadiah itu.
Pelayan perempuan berikutnya maju memberi hormat dan memperlihatkan hadiah yang dibawanya, "Yang Mulia, ini adalah hadiah buah persik abadi yang berbuah sepuluh ribu tahun sekali, pemberian dari Mintzy sang Dewi Kesuburan." Anthanasius mengangguk dan pelayan perempuan itu mengundurkan diri setelah memeprlihatkan hadiah dari Azura.
Kembali pelayan perempuan yang lain maju memberi hormat dan memperlihatkan hadiah yang dibawanya, "berikutnya ada hadiah cermin kecantikan jiwa, cermin yang bisa memperlihatkan jiwa asli bagi siapapun yang menggunakannya. Kita bisa tahu penggunanya berbohong ataupun tidak hanya dengan melihatnya di pantulan cermin. pemberian dari Luan sang Dewa Jodoh."
Pelayan berikutnya maju memebri hormat dan memperlihatkan hadiah yang dibawanya. "Hadiah selanjutnya panah petir yang memiliki kemampuan membelah alam pemberian dari Keegan sang Dewa Petir."
Masih dilanjutkan oleh pelayan lainnya lagi, "selanjutnya hadiah kristal musim yang memiliki kemampuan mengubah seluruh musim di empat alam pemberian dari Solona sang Dewi Hujan."
Seorang pelayan perempuan maju berikutnya dan memberi hormat. "Yang Mulia, saya membawakan hadiah gelang giok pengumpul mimpi pemberian dari Niorun sang Dewi Mimpi." dan deretan hadiah lainnya di bawa oleh para pelayan bergantian dari seluruh Dewa dan Dewi yang hadir di acara ulang tahun Anthanasius.
***
"Apa kau akan memberitahukan apa alasanmu tidak menghadiri pesat ulang tahunku hari ini?" ucap Athanasius ketus tanpa menoleh saat merasakan Ambroise masuk ke dalam ruangannya. Ia sedang menata buku-bukunya yang tadi sempat ia baca di rak buku, pesta ulag tahunnya sudah berakhir dua jam lalu. Ia sudah terlalu tua untuk mengadakan pesta ulang tahun seharian penuh. Ia tadi tiba-tiba merasakan pusing dan memilih membubarkan pestanya lebih awal.
"Tetapi aku tetap datang mengucapkan ulang tahun padamu, apa aku sudah terlambat mengucapkan selamat ulang tahun padamu?" decak Ambroise sambil bergerak mengambil buku yang terjatuh kemudian mengembalikannya ke dalam rak buku, "apa kau tahu tadinya aku sudah berencana pergi ke acara ulang tahunmu tetapi aku merasakan pergerakan di Menara Avolire dan benar saja ada satu iblis yang lolos dari Selsmire Castle, saat aku akan menangkapnya ia kabur alhasil aku mengejarnya," lanjutnya kembali.
"Lalu?" tanya Athanasius tanpa minat.
"Lalu aku berhasil membunuh iblis sialan itu, oh iya aku lupa ini hadiah untukmu." Ambroise membuka telapak tangannya yang mengeluarkan cahaya keemasan setelahnya muncul sebuah baju zirah emas mengambang di udara.
Athanasius menoleh kemudian menatap baju zirah itu sedetik kemudian ia menggerakkan telapak tangannya ke udara dan membuat baju zirah itu berpindah ke lemari berlapis kaca dengancepat. "Baju zirah emas yang sudah berusia sepuluh ribu tahun."
"Iya, baju zirah emas tadi saat aku mengejar iblis, tanpa sengaja aku mengejarnya hingga ke goa tersembunyi di Menara Avolire, aku tidak tahu jika di sana ada goa tersembunyi yang menyimpan baju zirah emas ini. Tidakkah menurutmu aku hebat ayah." ucap AMbroise menyombongkan dirinya sembari melipat kedua tangannya di dada.
"Ucapanmu terlalu sombong, tetapi kau memang hebat seperti diriku. Kau memang pantas menjadi anakku. Kau membuatku terharu." puji Athanasius terkekeh dan menepuk pundak anaknya itu pelan.
"Dasar Pak Tua sombong." decih Ambroise.
"Apa kau baru saja mengataiku."
"Selain hadiah zirah emas itu, aku juga membawa arak terbaik di Windshire Castle apa kau mau mencobanya?" Ambroise memeperlihatkan arak yang dibawanya dan kemudian memilih untuk duduk dan mengambil gelas kemudian menuangkan arak itu ke dalam gelas.
"Tentu saja, bahkan hari ini belum berkahir dan itu masih terhitung hari ulang tahunku." Athanasius kembali terkekeh dan ikut duduk di samping Ambroise kemudian meneguk arak yang diberikan oleh Ambroise.
***
Menara Avolire dulunya adalah sebuah wilayah yang di klaim oleh Windshire Palace, dulu tempat itu berpenghuni seperti layaknya Euthoria Palace dan Windshire Castle tetapi bedanya di Menara Avolire di sana lebih banyak bisa kita temui penghuninya dari kalangan para Makte dan juga Bringel karena daerah itu masih termasuk perbatasan dari Windshire Castlle dan Selmire Castle. Para Makte dan Bringel hidup berdampingan begitu damai bahkan ada pula peri bunga dan para hewan yang hidup disana. Mereka semua dulunya begitu bahagia tinggal di Menara Avolire, tempat yang cukup hijau walaupun terasa sangat dingin ketika malam hari. Bukan hanya itu, kaum peranakan dari Makte dan Bringel pun sangat banyak bisa kita temui di sana.
Peranakan peri dan Makte atau peranakan Bringel dengan peri pun menjadi penghuni di sana tanpa ada perselisihan sedikitpun. Penduduk dari Menara Avolire pun tidak menyukai perselisihan mereka sangat menjunjung tinggi perdamaian seluruh alam.
Tetapi setelah terjadinya perang tiga alam, justru tempat pertama yag mengalami dampak perang adalah Menara Avolire. Di sana dijadikan arena perang tiga alam hingga tempat itu pun ikut musnah ketika perang berkahir. Bahkan keberadaan Makte dan Bringel kini sudah terpencar seolah ikut terbelah oleh perang yang terjadi dahulu kala.
Jikapun tersisa para Makte sekarang lebih memilih tinggal dan menetap di Selsmire Castle sedangkan para Bringel justru keberadaannya sangat sedikit tidak sebanding dengan jumlah Makte yang ada. Keberadaan mereka seolah ikut musnah bersama tempat mereka, bahkan para peranakan dari mereka banyak yang ikut gugur dalam perang untuk mempertahankan wilayah mereka dulunya. Hingga kini Menara Avolire yang tersisa hanya puing-puing dari sisa peperangan beserta tanah tandusnya yang siapa saja masuk kesana akan terperangkap dan mati akibat kelelahan dan dehidrasi.
Satu lagi yang menjadi sisa Menara Avolire adalah rumor cerita peperangan ribuan tahun yang lalu dari mulut ke mulut yang merenggut kedamaian wilayah mereka itu. Setelah terbengkalai ribuan tahun sekarang wilayah itu menjadi perbatasan antara Windshire Castle dan Selsmire Castle, bagi siapapun iblis yang melewati Menara Avolire akan dibunuh oleh Dewa penjaga Windshire Castle, begitu juga sebaliknya jika ada penghuni Windshire Castle yang mencoba melewati Menara Avolire akan dibunuh oleh penjaga dari Selsmire Castle. Peraturan ini ditetapkan setelah selesai perang sebagai bukti tidak ada yang boleh mengusik wilayah masing-masing.
*Makte : Malaikat maut
*Bringel : Malaikat putih
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro