[KamiRea] - Perfect Strangers (01)
"Tenggelamkan saja dirimu di laut kalau begitu," timpal Hatano selepas Kaminaga mengutarakan niatnya untuk berlibur. Kaminaga mendengkus, bukan seperti itu jawaban yang ia inginkan.
"Oh ayolah, saran tempat atau bagaimana, jawabanmu malah begitu," jawab Kaminaga, sedikit 'merajuk' pada rekan kerjanya itu. "Memang kau tidak pernah berlibur, Hatano?"
Hatano menghela napas, ia dirundung rasa kesal. Sudah tahu pekerjaan mereka banyak, Kaminaga justru ingin berlibur, sudah sewajarnya pria belahan rambut tengah itu kesal, bukan?
"Tentu pernah, Idiot," hardik Hatano, kemudian pria belah tengah itu menghela napas. "Kau pergi saja ke Afrika, siapa tahu kau dimakan harimau," sarannya kemudian.
"HATANO!"
.
.
.
Perfect Strangers by Panillalicious
Kaminaga x Reader
Disclaimer
Joker Game © Koji Yanagi
Perfect Strangers © Jonas Blue
Panillalicious tidak mengambil keuntungan komersial atas fanfiksi ini.
Warning!
OOC, Bad EBI, Tidak Baku, Plotless, dan sejawatnya.
Don't Like Don't Read~
.
.
.
Setelah meminta beberapa saran dari rekan di perusahaan berbasis media tempatnya bekerja, Kaminaga memutuskan membeli tiket menuju Thailand. Sedikit ngeri juga kala siang tadi Hatano melirik layar komputer yang Kaminaga gunakan untuk membeli tiket daring seraya berujar, 'Di Thailand banyak banci, lho.' Siapa yang tidak akan jengkel kalau diberi tahu seperti itu?
Pria berambut sewarna karamel itu mulanya bertanya sendiri pada sang supervisor-sekalian izin cuti-Miyoshi, yang juga menjadi dealer seni di luar negeri. Pria yang gemar mengoleksi gel rambut itu mengatakan bahwasanya Thailand adalah negara yang eksotis. Sebab dipenuhi rasa penasaran, Kaminaga mencari tahu soal Thailand, dari makanan hingga tempat wisata, bahkan sampai memesan thai tea dengan aplikasi daring.
Berkat nikmatnya thai tea-yang menjamur di mana saja saat ini, Kaminaga sampai dibuat terlonjak tatkala mengerjakan photo editing sembari meneguk minuman tersebut; rasa manis dan sedikit pahit dari teh bercampur, membuat sensasi menyegarkan tersendiri di indra pengecapnya.
Kaminaga tengah disibukkan dengan rencana berlibur; seperti mencari penginapan dan mencari referensi tempat wisata, dibantu oleh Amari yang sering mengajak putri semata wayangnya berlibur.
"Kau pergi sendiri saja, Kaminaga?" Amari membuka suara saat berdiri di belakang Kaminaga dan mengintip komputer kerja milik Kaminaga yang sedang tidak digunakan sebagaimana mestinya.
Pertanyaan Amari hanya dijawab oleh anggukan Kaminaga, yang tentu saja masih asyik dengan membuat daftar tempat wisata yang akan dikunjungi.
"Oh, iya, kau jomblo," sahut Amari dengan polos, tanpa ekspresi penuh penyesalan di wajahnya.
Tolong, rasanya Kaminaga ingin kubur diri atau menonton The Nan seorang diri saja dibanding di-bully bertubi-tubi seperti ini.
[][][]
Kaminaga tiba di Bangkok, dengan kemeja bunga-bunga yang sedikit nyentrik. Ia tiba di airport menjelang malam sebab mengambil flight sepulang bekerja, yang pastinya setelah melakukan packing dengan tergesa dan persiapan yang spontan; beruntung saja Jepang adalah negara yang memiliki paspor 'terkuat' di dunia yang memungkinkan warga negaranya berkelana ke banyak negara tanpa visa. Lagipula, Kaminaga adalah pria anti ribet, satu ransel sedang dan satu sling bag sudah lebih dari cukup.
Kaminaga berdiri di lobby airport, melepas kacamata hitam yang ia pinjam dari Amari lantas disematkan pada kepalanya. Pria yang sering dikata alay oleh Hatano itu memulai aksinya; menghirup udara Bangkok dalam-dalam lalu mengembuskannya kembali-ingin berteriak 'Aku ada di Bangkok, Liburan~', tetapi malu karena penampilannya saja sudah disoroti banyak orang . Dengan buru-buru Kaminaga membuka ponsel yang masih dalam mode pesawat itu kemudian membawanya ke tempat petugas yang bisa mengurus wi-fi router yang ia bawa dari Jepang.
"Welcome, Sir. May I help you?" Kaminaga mendadak mendapat tatapan selidik dari petugas, melihat baju Kaminaga yang seperti salah kostum, seperti hendak berujar, 'Ini Bangkok, bukan Hawaii.'
Kaminaga menghela napas, lega karena setidaknya orang Thailand bisa berbicara bahasa Inggris, sebab teringat kata Hatano siang tadi, "Mereka hanya bisa bilang 'Kab' 'Kab'. Seperti film di laptopmu Crazy Little Thing Called Love-oh, kau bahkan menangis menontonnya, bukan?"
"I want to set my wi-fi router, is it possible to use it here?"
[][][]
Setelah berhasil men-setting wi-fi router-nya, Kaminaga berjalan kaki menuju hotel. Prinsip hemat mengadaptasi dari rekannya yang bernama Jitsui ia gunakan, toh navigator di ponselnya bekerja dengan baik.
Setibanya di hotel, Kaminaga semestinya check-in maksimal pukul tiga sore, tetapi karena ia baru tiba alhasil tetap dapat kamar karena sudah memesan via daring. Ia memutuskan tidak mandi dahulu sebab ia sangat ingin ke tempat jalan-jalan pertamanya. Ia hanya membawa dompet, ponsel, dan kamera yang sudah ia charge beserta tripod dengan sling bag-nya.
Dari hotel yang tak jauh dari airport, Kaminaga menempuh sekitar 40 menit untuk tiba di Wat Arun, sebuah kuil Buddha yang terkenal. Kata Amari, Wat Arun di malam hari terlihat cantik karena banyak lampu yang menyinari. Karena tidak memahami rute bus atau transportasi lokal lainnya, Kaminaga memutuskan menggunakan aplikasi daring dan merogoh kocek sekitar 350 baht untuk menuju Wat Arun.
Gemerlap Wat Arun dari jauh bak menyihir Kaminaga, membuat insting fotografernya tergugah. Dikeluarkannya tripod dan kamera DSLR favorit untuk mengabadikan kemegahan kuil tersebut.
Puas dengan hasil karya seninya, Kaminaga jadi ingin ber-selfie ria. Ia memutar LCD display kameranya sedemikian rupa guna bisa melihat wajah sendiri yang menurut Kaminaga cukup tampan dan menarik. Setelah mendapatkan sudut yang sesuai keinginan, Kaminaga merapikan rambut sejenak lantas menekan shutter pada kameranya.
"Oh astaga tampannya aku," puji Kaminaga pada dirinya sendiri tatkala melihat hasil fotonya.
Sayup-sayup ia mendengar suara gadis yang seperti memanggil seseorang. Kaminaga spontan menoleh ke kanan-kiri, menjumpai seorang gadis yang berdiri tak jauh darinya. Tentu saja gadis itu manusia, bukan hantu, karena Kaminaga bisa lihat gadis itu menapak tanah.
"Mister?"
Tak ada orang lain di sekitar mereka, hingga membuat Kaminaga meyakinkan diri bahwa dirinya yang dipanggil. Pria itu menunjuk diri sendiri.
"Me?"
"Yes," jawab si Gadis. "Could you help me?"
Kaminaga mendekat, diiringi jantung yang tiba-tiba berdetak tak karuan. Gadis itu tersenyum ramah kala Kaminaga berdiri di hadapan. Tampaknya sang gadis tak begitu pandai berbahasa Inggris, sehingga yang ia lakukan hanya menunjuk diri sendiri dan kamera; isyarat minta difotokan. Kaminaga cukup peka, sehingga ia mengambil kamera milik sang gadis dan mundur menjauh.
Semesta seakan mendukung atmosfer di antara mereka. Baru saja Kaminaga membidik melalui viewfinder, angin menerbangkan sedikit helaian rambut sang gadis; bagi Kaminaga, hal itu sangat indah, potret seorang gadis cantik dengan latar belakang kuil yang memesona. Kaminaga pun berdecak kagum dalam hati, tetapi tetap tak lupa mengabadikan momen itu secepat mungkin, juga momen-momen lain yang dipotretnya saat dipinta-biasalah, perempuan muda zaman sekarang.
'Klien'nya itu tampak tersenyum puas kala melihat hasil jepretan Kaminaga.
"Thank you, Mister!"
Hendak bercengkerama lebih lanjut, Kaminaga telah ditinggalkan seorang diri-
-tanpa mengetahui nama sang gadis terlebih dahulu.
Gadis itu pergi dengan cepat, secepat ia membuat jantung Kaminaga berdesir tak karuan.
Mungkin, Kaminaga harus ke sana lagi besok untuk berjumpa lagi dengan si gadis misterius.
TBC
Hahahaii~ lama tak jumpaa wkwk.
FYI, serial ini (?) akan Pani buat ... mungkin two-shot atau three-shot, tergantung imajinasi membawaku ke mana
Terima kasih untuk berbagai pihak yang menyemangatiku menulis ringan-ringan dahulu hehe. Tolong saia gatau ini sebenernya genrenya apa, asal buat aja huahahaha.
Semoga cukup menghibur kaliaan! Love yaaa!
Cheers,
Panillalicious
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro