[Kaminaga/Reader/Amari] - Adu Rayu (3) END
Kaminaga tiba-tiba meraih kedua tanganku. Seolah déjà vu, rasa hangat yang tersalur dari tangannya merasuk ke pikiran dan hatiku saat pria itu mengusap punggung tanganku dengan ibu jarinya; sebuah gestur sederhana yang sejak awal kami menjalin hubungan selalu ia lakukan, meski belakangan ini tidak ia lakukan karena minimnya kontak di antara kami berdua.
"Aku mau minta maaf, [Name]-chan," ujarnya lirih.
Kedua mata kami kemudian berserobok, aku bisa dengan jelas melihat ketulusan yang terpancar dari tatapannya. Apakah iris hazel-nya seindah itu? Rasanya aku bisa menyelami emosi dari kedua iris mata yang indah itu.
"Aku memang salah memikirkan diriku sendiri hanya karena selalu ingin bersamamu, tetapi tidak memerhatikan situasi dan kondisi yang kau hadapi," jelas Kaminaga.
Ia tersenyum. Dari lamanya aku mengenal Kaminaga, aku bisa tahu ia tengah mengulas senyum yang tulus. Pria itu tiba-tiba mengangkat dan mengecup punggung tangan kananku, tidak ayal itu membuat tatapanku melembut melihat segala afeksi yang ia tunjukkan sekarang. Aku senang ia sadar atas kesalahannya lantas meminta maaf.
"Aku memaafkanmu, kok," jawabku seraya tersenyum.
Kaminaga menghela napas, legakah kau akan jawabanku? Dalam hatiku sendiri pun terasa ringan, segala belenggu dalam benak serta pikiran buruk kepada Kaminaga sirna oleh gestur yang dilakukan kekasihku itu. Ah, seakan diberi tamparan akan keraguanku terhadapnya, bahkan aku melakukan kesalahan yang jika Kaminaga tahu, mungkin akan mengundang kemarahannya; ya, aku hampir menyukai teman baiknya sendiri hanya karena perhatian yang ditunjukkan saat Kaminaga sedang tidak ada di sisiku.
Oh iya, soal Amari-san, aku belum memberi jawaban. Akan tetapi, sepertinya aku sudah tahu hal yang akan kukatakan kepadanya.
[][][]
Tanpa sadar aku menghindari Amari-san di kantor karena tengah menyusun kata-kata yang semestinya kuucapkan saat aku sudah siap. Tenggang waktu sampai aku siap menghadapinya secara langsung adalah jam makan siang nanti. Aku mengacak rambutku frustrasi, apalagi saat ini aku tengah dihadapkan dengan pekerjaan menumpuk di hari terakhirku magang. Ah, hari terakhir, ya? Kenapa rasanya Dewi Waktu tengah mempermainkanku? Waktunya terasa pas sekali. Aku pun menghela napas sembari merapikan dokumen yang tengah berada dalam genggaman, merutuki diri yang tengah bersikap tidak profesional karena terus memikirkan hal di luar pekerjaan.
"[Name]!"
Tatkala mendengar namaku dipanggil, aku terperanjat dan berdiri dari tempatku duduk. Hal itu lantas membuat kursiku terjatuh. Oh tidak, memalukan sekali, rasanya aku ingin mengubur diri.
"Ah, sumimasen!" ucapku sembari membungkukkan badan kepada staff-staff yang tengah berusaha menahan tawa akibat ulah konyolku.
Hinagiku-san, staff yang tadi memanggilku kembali dari alam lamunan ke realitas, hanya menggelengkan kepala.
"Kau tegang sekali, [Name], aku memanggilmu sudah belasan kali. Aku tahu ini hari terakhirmu, pekerjaanmu terselesaikan dengan baik, tahu! Tidak perlu setegang itu."
Aku mengulas senyum masam, bukan itu yang tengah aku khawatirkan, tetapi di sisi lain aku lega karena staff menilai pekerjaanku baik. Padahal, akhir-akhir ini aku banyak melamunkan hal di luar pekerjaan.
"Terima kasih, semua berkat bimbingan Hinagiku-san dan staff yang ada di sini." Aku berujar dengan ramah sembari membungkukkan badan sekali lagi.
Suasana tidak kembali seperti menertawakan kecerobohanku tadi, justru beberapa staff mendekatiku dan mengajak makan siang bersama diselingi beberapa gurauan. Aku yang sedang kebingungan dengan ajakan mendadak hanya bisa sedikit menjerit karena tangan yang ditarik oleh Hinagiku-san dan yang lainnya ke kafetaria kantor. Setelah itu, aku hanya diperintah untuk duduk diam di bangku yang mereka tunjuk sebab mereka hendak mentraktirku makan siang.
Seakan terasa ada yang tengah memerhatikan, sedikit berdecak kesal akibat gelombang energi yang terasa, aku pun mengalihkan atensi kepada bangku yang tidak jauh dari tempatku duduk. Figur kharismatik yang sejak kemarin hingga seharian ini berusaha kuhindari. Pandangan mata kami berjumpa, aku refleks meneguk ludah. Ia pun tersenyum dengan penuh kharisma.
Dasar curang, Amari-san memang rupawan.
Tiba-tiba ponsel di saku blazerku bergetar, aku pun buru-buru memutus kontak mata dengan Amari-san dan membaca pesan masuk. Rupanya, Kaminaga mengirim pesan untukku, tidak ayal membuatku terkekeh dan tanpa sadar tersenyum sendiri saat membacanya, padahal pria itu hanya menyuruhku makan siang dan istirahat sejenak jika lelah.
Saat aku mengalihkan pandangan ke arah Amari-san lagi, air mukanya berubah masam, lalu ia pergi hanya dengan cangkir kertas di tangannya. Di saat bersamaan, staff-staff yang mengajakku ke kafetaria datang membawakan makanan untukku. Aku tidak bisa berbincang dengan Amari-san sekarang.
[][][]
Aku tidak bisa terus terang kepada Amari-san siang tadi, seakan dikejar waktu yang sangat sempit karena ini hari terakhirku magang. Tiba saat waktu pulang, kegelisahanku memuncak. Sepertinya Dewi Waktu bermain-main lagi denganku dan Dewi Keberuntungan bekerja sama dengannya, aku bertemu dengan Amari-san di lift.
"[Name], ini hari terakhirmu ya?" Ia masih mengulas senyum ramah seperti biasanya, tetapi terasa janggal. Seperti ada rasa sendu yang tersirat dari nada bicaranya.
Aku berusaha mengabaikan. "Ya, Amari-san, terima kasih atas bimbingannya selama aku di sini."
Pria kharismatik itu hanya menganggukkan kepala. Tiba-tiba saja aku merasa tepuk tangan di puncak kepalaku. Ya, Amari-san tengah menepuk kepalaku.
"Amari-san? Soal yang waktu itu—"
Ia tiba-tiba terkekeh, sehingga aku tidak bisa melanjutkan bicara. "Maaf, [Name], aku membuatmu kebingungan, ya?"
Aku meneguk ludah, lidah terasa kelu untuk menjawab pertanyaan retorisnya. Amari-san tiba-tiba menghela napas.
"Aku yang salah, tidak mungkin—"
"Sejujurnya, aku merasa dilema sebelumnya, Amari-san." Aku memotong perkataannya dengan cepat, kemudian mendengkus pelan.
Ia diam, mempersilakanku untuk bicara. Lantas, aku pun memberanikan diri menatap kedua matanya langsung. "Aku sempat terpikat denganmu, karena kau baik dan perhatian, tetapi aku tidak bisa mengkhianati Kaminaga. Tidak setelah semua hal yang kami berdua lakukan selama ini."
Amari-san mengusap kepalaku. "Aku tahu, [Name]. Aku tahu."
Pintu lift terbuka, seakan menyelamatkan dari kebingungan akan situasi sekarang. Begitu menginjakkan kaki keluar lift, aku melihat rambut karamel yang khas. Ah, Kaminaga datang menjemputku.
"Ah, [Name]-chan!" seru Kaminaga seraya datang menghampiri.
Ia menarikku dalam pelukan dan mengacak rambutku gemas. Begitu menyadari sosok teman karibnya berada di belakangku, Kaminaga dengan ceria menyapa Amari-san.
"Amari, terima kasih sudah menjaga [Name]-chan! Maaf kalau ia merepotkan di sini," ujar Kaminaga dengan santai, tetapi kuhadiahi dengan pukulan di bahunya.
Aku sedikit memberi jarak saat mereka berdua berbasa-basi sejenak, lantas kedua mata pria itu memandangku secara bersamaan, yang kemudian menimbulkan tanda tanya dalam benakku. Terutama, saat Amari-san tiba-tiba berbisik di telinga Kaminaga, membuat kekasihku itu memamerkan deretan gigi dan mengacungkan ibu jari.
Kami berdua pun berpamitan. Aku membungkukkan badan kepada Amari-san dan bersalaman, sebab setelah ini kami hanya akan bertemu secara kasual sebagai teman dan juga kekasih dari sahabatnya. Sebelumnya, ia berkata bahwa 'ia tahu', maka aku yakin ia menangkap maksud dari gesturku. Ah, kemudian kami pun berpisah, aku dirangkul oleh Kaminaga pergi dari gedung kantor sedangkan ia hanya memandang punggungku dan Kaminaga.
Saat kami menuju ke tempat parkir, aku yang dipenuhi rasa penasaran pun bertanya kepada Kaminaga.
"Kam, Amari-san tadi berbisik apa?"
Kekasihku mengulas senyum. "Ia minta agar aku menjagamu lebih baik lagi! Pasti kau banyak merepotkannya, nee, [Name]-chan?"
Aku tersenyum sendu saat menangkap maksud ucapan Amari-san ke Kaminaga.
"Ya, kan, [Name]-chan? Kau pasti sering bertanya soalku?" Kekasihku itu tertawa jenaka, tidak menyadari gelagatku yang memang semestinya tidak perlu ia sadari apalagi pikirkan.
"Urusai, Kaminaga."
END
Akhirnya selesai juga haha. Sebagai pengingat aja kadang kita baper sama orang lain, tapi tetap hargai hal-hal yang udah kita lalui sama partner kita.
Next aku pengen but fanfic Miyoshi lagi -uhuk Akabane_Yu uhuk- karena tiba² pengen coba genre yang beda. Banyak ide karakter lain juga kaya Hatano, Jitsui, tapi belum mateng. Tunggu aja ya hehe.
Aku fokus nyelesaiin utang lainnya dulu dan emang kayaknya lebih nyaman buatku kalau kupost di platform lain, tapi nanti lihat sikonnya gimana.
Akhir kata, terima kasih banyak udah membaca karyaku.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro