Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[Kaminaga/Reader/Amari] - Adu Rayu (1)

Akhir-akhir ini pekerjaanku sebagai seorang intern sangat menyenangkan, memuaskan hasrat dewi batinku untuk belajar hal-hal baru perihal dunia kerja. Apalagi saat bekerja dengan Amari-san, aku selalu dibuat kagum olehnya. Amari-san seorang pria yang sangat pengertian, ia selalu memberikanku penjelasan terhadap pekerjaan yang tidak kupahami dengan penuh kesabaran.

Siang itu aku mendapat tugas untuk menyortir faktur penjualan, lalu menginput ke dalam perangkat lunak komputer untuk pengarsipan. Yang membuatku heran, Amari-san yang semestinya ada di divisi produksi tiba-tiba ada di ruangan yang sama denganku, tetapi mungkin ia sekadar ingin mengetahui unit yang terjual? Tentu saja itu berkaitan dengan produksi yang menjadi bidang pekerjaannya.

"[Name], sudah selesai kau input semua?" Amari-san bertanya, seraya memastikan ulang pekerjaanku. Sedikit takut ada yang terlewat, aku memeriksanya kembali, mencocokkan nomor di faktur dengan yang ada di komputer. Aku tidak bisa fokus, napasku sedikit tercekat sebab Amari-san berada di belakangku. Dia membungkukkan badan, matanya fokus kepada layar komputer, tangannya berada di belakang kursi yang kududuki. Aku bisa menghirup aroma parfum maskulin yang menyegarkan indra penciuman, merasuk dalam otak begitu saja.

"Sepertinya sudah semua. Kalau begitu kubawa ke ruang arsip dulu." Pria itu lantas memasukkan dokumen ke dalam kotak yang sudah dinomori, kemudian ia mengangkat beberapa kotak tersebut dan bergegas ke ruang arsip. Aku yang tidak enak hati, ikut mengambil beberapa kotak, dan mengekorinya.

Amari-san terkekeh kala melihatku mengangkat kotak sembari mengekorinya. "Biar aku saja, [Name], gadis manis sepertimu jangan mengangkat yang berat-berat."

Entahlah, tiba-tiba saja jantungku berdegup lebih kencang tatkala mendengar kalimat pujian keluar dari bibir sang pria murah senyum itu. Aneh, bukan? Aku bahkan yakin sekali wajahku juga memerah. Rasanya, perutku juga tergelitik. Tidak mungkin aku jatuh hati, mungkin hal ini hanya karena rasa kekagumanku saja.

"Terima kasih, Amari-san," ujarku sembari tersenyum. Ia lantas mengedipkan matanya, membuatku terkekeh geli.

Pantas saja ia digandrungi banyak perempuan di kantor ini. Ia pria yang baik hati dan lembut.

[][][]

Raja siang pun tenggelam, rasanya hari cepat sekali berlalu jika pekerjaan yang kulakukan hari itu menyenangkan. Aku menghela napas, merapikan barang bawaan ke dalam tas hadiah ulang tahun dari Kaminaga. Ah, ya, soal Kaminaga, aku sudah mengirim pesan kepada pria itu untuk menjemput, tetapi belum juga mendapat balasan. Aku bergegas menuju lobby, takut jikalau Kaminaga telah menunggu lama.

Namun, nihil. Aku tidak menjumpai figur pria dengan rambut cokelat dan kekehan jenakanya di lobby.

Aku berdiri, menatap arloji yang melingkar di pergelangan tangan kiriku. Tidak biasanya Kaminaga sampai telat menjemput, sebab pria itu biasanya yang paling bersemangat. Aku menepuk-nepukkan kaki, sedikit membuat suara gaduh dari sepatu yang menepuk lantai. Kalau dipikir-pikir kembali, ini sudah kesekian kalinya Kaminaga berlaku tidak seperti biasa, jika ditanya pun ia seakan menutupi.

Aku menghela napas, mungkin karena kami sama-sama sibuk, pikiranku terdistraksi ke pekerjaanku sekarang. Aku sendiri tidak terlalu memusingkan Kaminaga, mungkin ia memiliki masalah. Hm ... aku mengernyitkan dahi sendiri tatkala memikirkan hal itu, sebagai pasangan kekasih semestinya ia berbagi cerita denganku, bukan menyembunyikannya.

"Kau kenapa sendirian di sini?" Aku hampir saja menjerit karena terkejut, Amari-san datang tiba-tiba. Ia ikut terkejut melihat reaksiku. "Maaf, aku mengejutkanmu ternyata. Sedang menunggu Kaminaga menjemput?" tanyanya.

Aku hanya menganggukkan kepala sebagai respon. Pikiranku kembali kepada Kaminaga, tidak bisa dipungkiri rasa khawatir mulai melingkupi. Tanpa sadar, reaksi gelisahku diperhatikan oleh Amari-san.

"Kuantar saja, [name]. Mungkin dia masih ada pekerjaan," tawar Amari­-san. Ia melihatku dari bawah ke atas, lantas tersenyum. "Tidak mungkin aku memintamu pulang sendirian."

Sebab tidak enak hati menolak, aku pun mengiyakan tawarannya. Amari-san pun tersenyum lebih lebar, lantas ia memintaku menunggu sejenak. Ia bergegas menuju tempat mobilnya diparkirkan. Ia membunyikan klakson tatkala mobilnya dalam sekejap sudah berada di depan mataku, aku pun bergegas masuk.

"Pilih lagu yang kau suka, [name]." Ia berujar saat aku baru saja duduk.

Amari-san menyalakan radio, yang ternyata secara langsung memainkan lagu favoritku. Akhir-akhir ini, aku kerap mendengarkan Someone You Loved versi Conor Maynard.

"Kau suka lagu ini juga?" tanya Amari-san, mungkin ia mengamati wajahku yang langsung tersenyum saat lagu ini terputar.

Senja itu, aku menyanyikan beberapa lagu bersama Amari-san di dalam mobilnya, menuju tempat tinggalku.

[][][]

Aku tidak bisa tidur, meskipun aku sudah menggunakan piyama favorit, bahkan sampai menyalakan lilin beraroma lavender untuk membuatku lebih rileks. Aku pun melangkahkan kaki jenjangku ke dapur, membuat segelas susu hangat; kata orang-orang, itu bisa membantu agar lebih mudah terlelap. Tiba-tiba, aku mendengar suara bel dibunyikan seseorang.

"Malam-malam begini siapa yang bertamu?" Aku mengomel seorang diri, bergegas membukakan pintu untuk tamu misterius malam ini.

Saat aku membuka pintu, aku disambut pelukan seorang pria yang tak lain adalah Kaminaga, kekasihku. Ia baru melepaskan pelukannya saat aku mengaduh, terlalu lama menahan berat tubuhnya.

"Kenapa datang malam-malam begini?" tanyaku.

Kaminaga hanya diam, mata hazelnut-nya menatapku intens, seraya tersenyum dan mengedipkan kelopak matanya berkali-kali. Kalau boleh aku merasa overconfident, mungkin ia menganggapku cantik atau ia rindu denganku.

Sejujurnya, aku berharap ia datang untuk minta maaf, karena tidak kunjung membalas pesan bahkan tidak datang menjemput seperti biasa. Namun, sepertinya aku salah, hal itu lantas membuatku berpikiran hal yang tidak menyenangkan.

"Aku besok ada pekerjaan di Kyoto. Kau harus ikut, [name]-chan!" pintanya, ia tersenyum sangat lebar, memamerkan deretan giginya, seolah ia yakin benar aku akan ikut dengannya.

Aku menghela napas, lantas merespon dengan menggelengkan kepala. Mimik wajahnya seketika pun berubah, dahinya berkerut.

"Kenapa tidak mau ikut?"

Aku menepuk bahunya. "Maaf, Kaminaga, besok aku ada pekerjaan."

Ia merajuk, mengeluarkan wajah sendunya, sayang sekali aku tidak terpengaruh kali ini. "Aku bisa bilang Amari soal itu."

Aku terperanjat, ia tidak pernah seperti ini sebelumnya, ia sangat pengertian dan mendukung hal-hal yang kulakukan selama itu membuatku berkembang. Aku sangat menghargai pekerjaan dan tanggung jawabku, kesannya seperti Kaminaga menganggap enteng perihal tersebut.

"Kam, tidak bisa seperti itu. Meski kau kenal Amari-san, bukan berarti bisa berlaku seenaknya, bukan?"

Kaminaga mendengkus. Ia pun melipat tangan di depan dadanya. Matanya juga berkilat, amarah rasanya sudah mulai merasuki pikiran pria itu.

"Kenapa kau jadi memilih pekerjaan dibandingkan aku?"

Tanpa sadar, aku melebarkan mata, tidak menyangka ia akan berujar demikian. "Bukan masalah itu, Kaminaga-"

"Kenapa kau jadi egois, [name]-chan? Aku hanya memintamu menemaniku." Ia memotong ucapanku, tak ayal hal itu membuatku naik pitam juga.

"Kau yang egois, Kaminaga!" Aku berseru, tidak pernah terjadi hal seperti ini sebelumnya. Akan tetapi, aku tidak memiliki rasa menyesal, meski ekspresi wajahnya berubah lagi. Jelas saja ia terkejut, aku jarang meluapkan emosi padanya.

"Dengar, aku punya tanggung jawab, aku tidak bisa seenaknya. Lagipula, perusahaan itu bukan milik Amari-san."

Aku berusaha menjelaskan, agar panas di sekitar kami berdua mereda, tetapi rasanya Kaminaga justru mendramatisir keadaan. Ia tiba-tiba memukul tembok di dekatku, melampiaskan gemuruh amarah di dadanya. Ia pun beranjak dari kediamanku, membuka pintu mobil yang terparkir rapi di halaman rumah, lantas ia pergi begitu saja. Tidak ada satu kata yang terucap darinya lagi. Aku juga tidak menyangka kami akan bertengkar seperti ini, tenggorokanku rasanya perih, air mata pun tiba-tiba mengalir begitu saja di pipiku.

Kaki kulangkahkan menuju kamar, kemudian memeluk lututku sendiri dan menangis. Dalam hati, aku bertanya-tanya, hal apa yang membuat Kaminaga seperti itu?

[][][]

Keesokan harinya, Amari-san memintaku datang ke ruangannya, ia menginginkan bantuan tanganku dalam anggaran produksi perusahaan. Setibanya aku di ruangannya, aku berdiri di hadapannya, terheran sebab ia menghalangi jalan masuk. Amari-san mengernyitkan dahi, menyampirkan anak rambutku yang berantakan ke belakang telingaku, lantas mengamati wajahku; mataku merah, kantung mataku membengkak, akibat aku menangis semalaman.

"Kau bertengkar dengan Kaminaga?" tanyanya.

Aku terdiam mendengarnya, sebenarnya hanya sekadar pertanyaan yang berpeluang salah pula, tetapi faktanya pertanyaan itu sangat tepat sasaran. Hampir saja aku sesenggukan di depan atasanku ini, aku menahan tangisanku meski tenggorokanku terasa sakit. Aku menggigit bibir bawahku, berusaha mengontrol napasku agar lelehan air mata tidak menuruni pipiku. Pria dewasa di hadapanku ini tampaknya mengerti, dari gestur tubuhnya, dari tangan hangatnya yang ditepukkan di puncak kepalaku.

"[Name] masih mau membantuku atau mau menenangkan diri dulu?" tawarnya dengan suara yang lembut.

Aku harus bersikap profesional di sini. Tentu saja, sejenak harus kulupakan perihal Kaminaga dan pertengkaran bodoh kami semalam.

"Amari-san butuh bantuan di bagian mana?"

To Be Continued

Hayoloh pilih yang mana, mau Papa Amari atau Bang Kaminaga?

Akhirnya bisa lanjutin juga ya setelah sekia lama, semoga enjoy bacanya.

Videonya di atas ea gengs.

Cheers,
Anya

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro