Chapter 4 - Penolakan
[Enju’s POV]
Banyak perasaan berkecamuk dalam diriku. Sedih, cemburu, kecewa, dan marah… Padahal dia sudah memiliki Kagura-hime dan merenggut perasaanku pada gadis itu.
Dan kini untuk kedua kalinya, Shuuzo-ouji mengambil seseorang yang kucintai. Seseorang yang baru saja kusadari eksistensinya dalam hatiku--Alicia.
Hati ini bak ditusuk jutaan jarum. Sakit rasanya saat melihat Alicia dalam dekapan pemuda yang sudah lama mempekerjakanku sebagai penasehatnya itu.
Melihat dari kejauhan saat Alicia kembali tersenyum membuat perasaanku sedikit lega. Setidaknya aku berterima kasih gadis itu masih diberikan kebahagiaan. Tidak sepertiku yang kebahagiaannya terus direnggut. Shuuzo-ouji juga tampak sangat bahagia ketika membelai wajah Alicia.
Apa yang kulakukan? Sudah jelas mereka berdua saling mencintai. Sudah jelas mereka tercipta untuk satu sama lain. Aku tidak lebih dari seorang pemeran pembantu dalam cerita ini. Apa aku harus bersikeras akan perasaanku terhadap Alicia di kala dia memiliki seseorang yang dia cintai?
Tidak, itu sama saja aku menghalanginya. Itu sama saja seperti aku tak pernah mengatakan ‘terima kasih telah menyelamatkanku’.
Walau pahit kenyataan yang ada di hadapku, aku bersedia menerimanya. Demi melihat senyum Alicia yang tulus walau bukan bersamaku, aku rela. Karena terkadang mencintai seseorang bukan berarti memilikinya.
Itulah yang kupikirkan semalam, namun kudapati diriku tengah melamunkan gadis itu lagi. Bahkan tak ada sedetik pun tanpa gadis itu lewat dalam benakku. Oh Tuhan, kalau begini aku bisa gila dibuatnya.
Seorang pelayan tiba-tiba menghampiri ruang kerjaku. Dia membawa pesan agar segera mengunjungi raja karena ada yang hendak dia diskusikan bersamaku.
Setelah sampai di hadapan singgasananya, aku berlutut. “Apa yang hendak anda diskusikan, yang mulia?” Pria dengan aura karisma yang kuat itu menatapku tajam dan dengan dahi yang berkerut.
Aku sempat mendengar hela napas beratnya. Sepertinya ini bukan masalah yang bisa dipandang sebelah mata. “Masalah tentang Shuuzo.” ujarnya lalu mengusap kening.
Aku terperanjat. “Ada apa dengan pangeran? Setahuku dia telah mengerjakan tugas dari anda dengan baik.” Tentu saja aku membela pangeran setelah melihat kinerjanya beberapa hari ini. Dia amat semangat mengerjakan tugasnya karena saat ini ada Alicia bersamanya.
“Kudengar dia membawa seorang gadis.” Saat kuangkat wajahku, kudapati raut tidak senang pada pria paruh baya yang menduduki singgasana itu. Aku tak sengaja meneguk ludah begitu merasakan hal aneh pada raja. “Segera usir gadis itu dari istana. Sekarang juga.”
“Yang mulia, tapi—“
“Usui Enju! Jangan membantah perintahku.”
“Dengarkan aku yang mulia. Sebaiknya anda mendiskusikan ini terlebih dahulu dengan pangeran. Saya tidak ingin pangeran sampai sakit hati karena perintah mendadak dari anda ini. Apalagi saya salah satu orang kepercayaannya.”
Akhirnya sang raja mau mendengarku. Dan aku yakin 100 persen pangeran tak akan membiarkan hal ini terjadi. Karena dia adalah pria yang dicintai Alicia. Aku tak akan memaafkannya kalau sampai berani melepas Alicia.
Beberapa menit berlalu, dan akhirnya Shuuzo-ouji memasuki ruang singgasana menghadap ayahnya. Aku hanya mampu menjalankan tugasku sebagai penasehat kerajaan di sini. Namun aku berada pada pihak pangeran. Aku tak ingin melihat air mata Alicia lagi.
“Usir gadis itu, Shuuzou.” Ujar sang raja langsung tanpa basa-basi. “Kau tahu sendiri konsekuensi perbuatanmu.” Mataku tertuju pada sosok pangeran yang sudah menundukkan wajahnya. Selama ini aku juga tahu bahwa dia tak pernah bisa melawan kehendak sang ayah, namun kumohon kali ini perjuangkanlah gadis yang kau cintai.
“Aku tidak salah apa pun.”
Raja menghela napas sebelum menatapku. “Penasehat kerajaan, coba jelaskan akibat dari retaknya perjanjian antara dua kerajaan.” Pintanya padaku. Netranya sama sekali tak menyiratkan belas kasih maupun pengampunan bahkan untuk anaknya sendiri.
“Pihak yang merasa dirugikan biasanya tidak akan terima jika dikhianati oleh kerajaan yang melakukan pengkhianatan. Akibat yang bisa ditimbulkan antara lain pemutusan perjanjian sampai permusuhan antar kerajaan.” Jelasku. Aku meneguk ludah begitu menyadari maksud sang raja. “Dengan kata lain, perang antar kerajaan.”
Raja kembali menatap pangeran. “Kau dengar itu Shuuzo? Kagura itu bukan berasal dari kerajaan kecil. Sejarah kerajan Deimos lebih panjang dari Akheilos. Mereka punya kekuatan yang lebih dari pada kita. Apabila terjadi pertempuran, akan banyak rakyat kita yang harus mati.” Mata sang raja kian serius saja seolah menekan pangeran untuk melaksanakan kehendaknya. “Dan itu semua salahmu.”
Jangan lepaskan Alicia, kumohon… Aku tahu ini sangat berat. Aku tahu ini bukanlah masalah kecil. Tapi tak ada satupun diantara kita ingin melihat air matanya lagi. Di sisi lain aku merasa begitu tak berdaya. Aku tak punya jabatan di kursi kerajaan, aku tak bisa apa-apa untuk melindungi Alicia.
Shuuzo-ouji mulai membuka mulut, mulai menuturkan perasaannya. “Aku mencintai Alicia…”
“Lupakan perasaan itu. Mulai besok Kagura-hime akan pindah kemari untuk mempersiapkan pernikahan kalian.”
“AYAH!!”
“Atau harus aku yang menyingkirkan gadis itu?”
Dengan mudahnya raja mengatakan kalimat terakhir itu. Namun aku tak bisa melakukan hal bermanfaat selain bergeming. Yang kupikirkan adalah senyuman tulus Alicia yang bisa saja hilang bak diseret ombak. Aku tak ingin hal itu sampai terjadi.
Tangan pangeran yang sebelumnya mengepal kuat kini mulai melemah. Wajahnya masih tertunduk, pasti begitu banyak hal yang dia pertimbangkan. “Aku—“
“Atau harus kupenjarakan dia di penjara bawah tanah? Mengerahkan pembunuh bayaran?” Mataku terbelalak mendengar hal tersebut. Aku harap sang raja tengah bercanda sekarang. “Lebih baik satu nyawa yang hilang dari pada ribuan nyawa yang melayang hanya karena gadis itu.”
“JANGAN BERCANDA!” Aku tidak tahan lagi. Aku tidak mau mendengar seolah nyawa Alicia bisa dengan mudah diinjak seperti itu. Aku tidak peduli tiang gantung yang mungkin menungguku jika sampai amarahku tak berhenti. Aku tidak peduli menerima ratusan cambukkan. Aku hanya tidak ingin melihat Alicia bersedih. “Jangan berani menyentuh Alicia!”
“Enju…” Pangeran menatapku nanar. Tapi dia kembali menunduk penuh penyesalan. “Aku tak ingin kerajaan ini hancur. Aku juga tak ingin melihat nyawanya dihabisi pria tua ini.” Telunjuknya mengarah ke sang raja. Dia mengangkat wajah seolah sudah tak ada lagi harapan hidupnya. Seolah dia tak memiliki pilihan lain. “Kumohon… bawa Alicia pergi dari sini. Kumohon…”
Dia sama sekali tidak mempertahankan Alicia. Namun aku tahu keputusan itu dia ambil dengan berat hati. Kini aku hanya mampu menatap kosong ke arahnya sebelum melesat dan menarik kerah bajunya kuat-kuat. “Kau bilang kau cinta padanya!”
Bibir Shuuzo mengatup kuat. Cairan hangat sudah tumpah membasahi pipinya. “Aku… tak ingin melihatnya lagi, Enju. Bawa dia pergi. HUSIR DIA ENJU!!” Cengkramanku melonggar dan mataku miris memerhatikannya. Dia dipaksa memilih melindungi orang yang dia cintai atau kerajaannya.
Kalau dia tetap mempertahankan Alicia, maka raja tak akan segan membunuh gadis itu. Kalau aku berada pada posisinya pastilah bimbang hatiku. Tapi ini terasa sedikit tidak adil bagiku. Aku ingin merelakan Alicia bahagia bersama orang yang dia cintai. Aku mundur dari perasaanku padanya. Namun mengapa justru ada halangan lagi untuknya?
Aku tahu bukan hanya diriku yang melihatnya. Di sela pintu, sebuah bayangan baru saja melintas dan bunyi derap langkah yang kini mengisi kekosongan. Dengan kompaknya mata kami berdua menyadari sosok yang menjadi bahan utama topik kami baru saja mendengar setiap percakapan.
“Kumohon jagalah Alicia demi aku juga…” bisik pangeran sebelum akhirnya menepuk pundakku.
“TIDAK!” hardikku pada pemuda berjubah putih itu. “Kalau ada orang yang menjaga Alicia.. maka kau adalah orangnya. PERGILAH DAN KEJAR DIA!”
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro