Chapter 2 - Perasaan
[Shuuzou's POV]
Peninjauan lapangan di dermaga sebelah utara istana. Tempat dimana seminggu yang lalu aku menemukan penasehatku, Usui Enju terbaring dalam keadaan pingsan di sana. Dan bahkan sampai sekarang dia belum mau membicarakan tentang hal tersebut.
Apa mungkin ada hubungannya dengan per-
"Shuuzou-ouji!"
Seorang ajudan kerajaan menghampiriku dan segera menyampaikan sarannya dalam pembangunan pelabuhan. Beberapa arsitek juga mencatat beberapa hal penting seiring kami menyusuri pesisir. Sebagai pangeran pewaris takhta raja, sudah menjadi tugasku untuk membantu pekerjaan raja.
'Dasar, pak tua itu sengaja melempar pekerjaan ini untukku!' geramku dalam hati.
Helaan napas panjang menyelinap keluar dari mulutku karena merasa lega sebab pekerjaan yang merepotkan tenaga ini akhirnya selesai juga. Ada kalanya seorang pangeran membutuhkan waktu menenangkan seperti ini. Aku regangkan sendi-sendi yang lelah sambil menghirup udara yang terasa kering.
Namun mataku terbelalak saat menyaksikan pemandangan tidak biasa di hadapanku. Beberapa detik lalu, gadis itu tidak sedang terbaring di sana. Aku segera mengejap-ngejapkan manik, memastikan ini bukan ilusi akibat lelahku. Mulutku menganga saat mengamati sosok yang tengah terkulai lemah itu. "O-Oi... kau tidak apa-apa?"
Merespon panggilanku, gadis itu terbangun sambil mengucek mata kemudian memerhatikan sekelilingnya dengan raut kebingungan.
"Kau terluka?" tanyaku sedikit bersimpati. Suaraku rupanya membuat gadis itu menoleh dan menatapku terkejut dan langsung berdiri. Mungkin saja karena cuaca yang panas, aku bisa melihat jelas rona merah di pipinya.
Kini parasnya dapat kulihat jelas membuat mataku sedikit membola karena terpana. Surai cokelat panjang menjuntai, manik dengan warna senada menatapku lembut, bibirnya kecil dan rautnya yang tengah tersipu membuat jantungku tak kuasa menahan degup yang terlalu cepat. Tubuhnya tidak terlalu tinggi itu menambah kesan imut. Dia pasti tengah mendapatiku tengah menatap aneh ke arahnya.
Gadis itu menggeleng, mungkin menjawab pertanyaanku barusan. Mulutnya membuka dan menutup layaknya orang bicara, namun tak ada suara yang kudengar. Dia langsung menutup mulutnya dengan telapak tangan dengan raut yang berubah sedih entah mengapa.
"Aku Nijimura Shuuzo, pangeran negeri Akheilos ini. Namamu siapa dan berasal dari mana?" tanyaku sesopan mungkin. Tapi dia langsung kebingungan dan sepertinya tengah berpikir keras. Bak mendapat ide, dia langsung meraih sebuah ranting di atas pasir kemudian mengukir sesuatu di sana.
Mataku mengikuti setiap huruf yang dia tulis. "Ali... cia? Namamu Alicia?" Gadis itu langsung menepuk-nepuk kedua tangannya, pasti aku benar. Alicia kemudian menunjuk ke arah laut lepas dan kembali mengarahkan jari kepada dirinya sendiri.
"Kau bukan dari sini ya? Apa kapalmu karam dan kau terdampar disini? Ah, pasti karena badai semalam kan?" Begitulah asumsiku. Alicia pasti tengah berlayar sampai kapalnya dihantam ombak dan karam, kemudian dia terdampar disini. Sungguh malang nasibnya...
Dia kembali bertutur namun tak ada suara yang keluar. Apa dia kehilangan kemampuan berbicaranya juga? Hatiku seperti dipukul sangat keras. Aku lepas jubah putih yang kukenakan dan meletakannya di bahu Alicia. Dia sedikit tersentak namun sama-sekali tidak menolaknya.
Kuraih jemarinya dan menggenggamnya erat. "Maukah untuk sementara kau tinggal di kastilku? Aku ingin menolongmu, Alicia..."
Matanya terbelalak dan kedua pipinya kian merona. Dia awalnya menyempatkan diri menolak tawaranku. Tapi perlahan tatapannya melembut, membuat hatiku sedikit lega. Satu anggukan darinya membawaku menarik tangannya menuju kediamanku.
Entah mengapa ada kehangatan yang menjalar di dadaku.
Apakah ini yang disebut cinta pada pandangan pertama?
[Enju's POV]
Mataku menatap keluar jendela kastil menuju birunya langit siang itu. Kenapa aku masih bisa berada disini setelah aku memutuskan untuk mati? Hatiku tak kuasa menahan sakit saat melihat orang yang kucintai bersama dengan orang lain. Untuk apa aku hidup?
Aku tahu, aku hanyalah seorang penasehat kerajaan. Mana mungkin bisa menandingi seorang pangeran? Tapi melihatnya bertukar cincin pertunangan dengan gadis yang telah lama kukagumi membuat miris hatiku bertambah.
Malam seminggu yang lalu aku memutuskan untuk mengakhiri hidup dengan menenggelamkan diri di samudera. Berharap segera meregang nyawa, aku malah masih bernapas sampai detik ini. Malaikat itu... apa dia menyelamatkanku?
Ingatanku memang sedikit samar, namun aku yakin malaikat dengan aksesoris kerang di rambutnya itu seolah memberikanku pertolongan berupa napas buatan. Karena teringat hal itu, aku menyentuh bibir sendiri. Perasaan pada malam itu sungguh sangat nyata, seperti sungguhan.
Bunyi pagar istana yang terbuka menyadarkanku dari lamunan. Kencana milik pangeran mulai memasuki halaman. Ah, malam itu pangeran juga menyelamatkanku di pesisir namun belum sempat aku mengucapkan terima kasih padanya. Alhasil aku segera menyambutnya di pintu masuk.
"Shuuzo-ouji, okaeri na-"
Ucapanku menggantung saat mendapati seorang gadis yang tengah berjalan di sampingnya. Seorang gadis bersurai cokelat yang tampaknya basah dengan tubuh terbalut jubah panjang milik pangeran.
"Enju, ini Alicia. Dia akan tinggal sementara di istana. Ada kamar kosong di sebelah kamarmu, kan?" Pangeran menepuk bahu gadis itu seolah sudah lama mengenalnya. Dia memang orang yang supel jadi wajar saja. Aku mengangguk sebagai jawaban. "Yosh, bisa kau bantu dia? Aku sangat lelah, ingin istirahat."
Gadis yang dipanggil Alicia itu menatapku dengan mata yang berseri-seri. Seperti... bersyukur telah melihatku. Aku agak kebingungan dengan gadis ini, namun aku tetap menyambutnya dengan senyuman. "Selamat datang, ojou-sama." Kuletakkan telapak tangan di dada sembari membungkuk di hadapannya. "Aku Usui Enju, penasehat kerajaan. Senang bisa bertemu denganmu." Aku agak terkejut melihatnya dengan mata berkaca-kaca sambil mengangguk. Sebahagia itukah dia bertemu denganku?
"Oh iya, Enju. Dia kehilangan kemampuan berbicaranya karena kecelakaan. Perlakukan dia dengan baik" Dengan satu kalimat terakhir itu, pangeran Shuuzo meninggalkan kami. Aku membungkukkan badan sebagai tanda hormatku sebelum dia pergi.
Alicia menarik lengan bajuku, membuat tatapanku kembali menjurus kearahnya. Dia menunjuk diri sendiri, mengepalkan kedua tangan lalu menunjukku. "Kau senang bertemu denganku?" ucapku mencoba memahaminya. Syukurlah dia langsung mengangguk puas.
Dia menunjuk dirinya sendiri lagi kemudian kearahku kemudian membuat gerakan menyilang di lehernya dengan jari lalu mengepalkan kedua tangan lagi. Aku agak terkejut atas maksudnya. "Kau senang... aku tidak mati...?"
Dia kembali mengangguk membuatku sedikit tertegun menatapnya. Senyum manis yang dia berikan sama sekali tak bisa aku abaikan. Namun kenyataan bahwa dia tahu aku pernah hampir meregang nyawa mengalihkan perasaan berbunga di dada ini. Mataku beralih pada... sebuah aksesoris kerang yang sama dengan malaikat yang menyelamatkanku.
Napasku mulai memburu dan mataku terbelalak.
"Apa kau... yang menyelamatkanku malam itu?"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro