Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[χ] PERPISAHAN

"Nia, tidak bisakah kita ...." Ann membiarkan ucapannya tergantung, sembari memandang Nigel yang masih tidak beranjak dari tempat peristirahan terakhir Ficus.

Nia menggelengkan kepalanya. "Biarkan dia sendiri. Kita tidak bisa melakukan apa-apa."

Kedua gadis itu hanya bisa mengawasi Nigel dari kejauhan. Mereka bisa melihat punggung Nigel yang terus bergetar. Tidak henti-hentinya dia menggenggam jubah pamannya. Seolah benda itu adalah harta paling berharga yang dimilikinya.

"A-aku tidak menyangka, aku masih hidup," ucap Ann penuh keheranan. Suaranya bergetar, berusaha menahan air matanya kembali keluar.

Bagaimana tidak, gadis itu sudah merasakan hal paling ditakuti umat manusia--kematian. Ann bisa mengingat dengan jelas rasa sakit yang begitu dasyhat merayap di seluruh tubuh, lalu kesadaraannya menghilang begitu saja. Dalam jentikan jari, dia sudah tidak bernapas lagi. Akan tetapi, Ann belum ditakdirkan untuk mati di sana. Berkat kekuatan Nigel, gadis itu bisa selamat di detik-detik terakhir.

"Aku harus berterima kasih kepadamu, Ann," kata Nia sambil berjalan ke arah gadis itu.

"Kenapa?"

"Kalau kamu tidak melindungi Nigel saat itu. Kita semua pasti sudah mati."

Ann menundukan kepala. Rasanya semua terjadi begitu cepat hingga dia sulit mencerna apa yang dikatakan temannya itu. Beberapa kali gadis itu menelan ludahnya. Berusaha mencari kata-kata yang tepat untuk menggambarkan perasaannya. "Ya, kamu ada benarnya. Hanya saja ... aku tidak bangga akan hal itu. Sejenak tadi, aku bisa merasakannya. Rasa sakit yang sangat luar biasa di seluruh tubuhku. Aku bisa merasakan kematian sudah menarik jiwaku sampai di kerongkongan." Ann mulai terisak-isak. "Aku takut. Aku takut sekali."

Dengan lembut, Nia memeluk Ann. "Syukurlah kamu masih hidup. Tidak ... syukurlah kita semua selamat."

"Tidak. Tidak ada yang bisa kusyukuri sekarang. Setelah semua yang menimpa kita ... yang tersisa hanya kita bertiga. Sedangkan yang lain ... mereka ... mereka."

Nia langsung membisu. Dia juga merasa sangat terpukul akan kepergian teman-temannya yang begitu cepat. Kebersamaan mereka terasa begitu singkat. Tidak menyangka tidak akan mendengar suara mereka lagi.

Di sela-sela tangisannya, Ann mengenang satu per satu kawanannya yang telah gugur untuk melindungi satu sama lain. "Walau aku benci banget sama Zea, tapi aku suka dengan sifat loyalitasnya. Dia orang yang bisa dipercaya, semua janjinya selalu ditepati. Maaf Zea, Aku tidak bisa menyelamatkanmu."

"Tris juga. Dia memang cewek paling nyebelin yang pernah kukenal. Tapi dia orang yang baik dan kuat pendiriannya. Entah sudah berapa kali Tris menolongku ketika ada cowok yang mengganggu. Maaf Tris, aku selalu lupa berterima kasih kepadamu," aku Ann yang berusaha mengeluarkan isi hatinya.

"Xanor pun begitu. Dia memang pendiam, dan dulu aku takut dengan tampangnya yang menakutkan. Namun ... dia sangat, sangat, sangat baik hati. Xanor, aku--" Ann mulai merintih sangat keras.

"Cass gimana? Dia baik enggak?"

"Iya, dia baik. Cuman--Eh? Tunggu dulu, suara menyebalkan itu--"

PLAK!

Bunyi yang mirip tamparan terdengar tidak jauh dari tempat Ann dan Nia berdiri.

"Wadow! Sakit tauk! Kamu jahat banget, Zea. Kenapa kamu potong pengakuan Ann, keparat! Coba tunggu sampai dia meminta maaf untuk diriku. Atau sampai dia menceritakan sisi bagusku."

Di sisi bukit di mana Cass sebelumnya terlempar, menyembul dua kepala pria yang tidak asing. Mereka memanjat naik sambil menggerutu satu sama lain. Sesaat melihat sosok Zea dan Cass yang sehat bugar, saat itu pula Ann melangkah besar ke arah mereka berdua. Menatap keduanya dengan binar yang tajam.

"O-o. Kita harus melompati dari sini," ujar Zea ketakutan.

"Terima kasih atas ajakannya, tapi aku tidak berminat. Cukup satu kali saja aku jatuh ke jurang." Cass mencoba kabur ke pijakan yang lain. Namun, Ann sudah memegang bahu Cass dan Zea lalu menarik mereka ke atas.

Mereka sudah siap dengan kemungkinan terburuk, berusaha melindungi diri dari serangan apapun atau dari arah mana saja. Namun, prasangka keduanya salah. Ann malah memeluk Zea dan Cass sangat erat.

"Oh Tuhan, kamu sudah menyelamatkan mereka. Syukurlah, syukurlah."

"Ah ... i-iya. Untung saja kami masih hidup, hehehe," komentar Zea tersipu-sipu.

"Njir, Zea. Aku juga bersyukur masih hidup. Bisa merasakan hal yang paling lembut di dunia ini adalah kenikmatan yang tidak akan pernah terwujud kalau kita sudah mati." Cass mengucapkannya dengan nada penuh nafsu. Dia menggoyangkan pelan kepalanya ke kiri dan ke kanan. Dia senang dengan dua gunung yang menyentuh wajahnya.

"Bego! Cass, kau--"

Tendangan pun melayang tepat di kepala Cass. Seketika membuat pemuda beralis tebal dan berpikiran piktor itu tidak sadarkan diri.

"Dasar mesum! Aku menyesal telah menolongmu tadi. Lebih baik aku biarkan saja kamu terjun bebas." Tris memandang jijik Cass yang tersungkur di tanah.

Disusul Tris, Xanor berlari ke tempat Cass dan mencoba melihat keadaannya.

"Xanor! Tris! Kalian juga selamat," teriak Ann penuh kegembiraan.

"Tentu saja. Btw, aku loh yang memukul mundur pasukan monyet tadi," kata Tris dengan bangganya.

"Oh ya? Kukira Xanor yang berhasil membantai monyet itu," tepis Zea.

Tris mendecah lidahnya dengan kesal. "Iya, iya, iya. Xanor yang melakukannya. Puas?"

Zea mengajungkan jempol dan seringainya membuat Tris semakin sebal.

"Lalu, bagaimana Xanor bisa selamat dari ikan-ikan yang ada di sungai? Pas kalian menyebrang," tanya Nia khawatir.

"Dia bunuh," jawab Zea datar dan terkesan santai.

"Eh?"

"Betul, kan, Xanor?"

Xanor mengangguk malu-malu. Tubuhnya yang sudah diselimuti darah kering adalah bukti nyatanya.

"He ... Xanor kuat, ya," kata Ann dengan nada canggung. Mulai sekarang, Ann berjanji kepada dirinya sendiri untuk tidak membuat Xanor marah, juga menjaga jarak darinya. Dia takut suatu saat Xanor akan membunuhnya karena hal yang sepele.

"Coba kalian lihat aksinya tadi. Xanor lebih beringas daripada monster-monster itu. Kamu betulan enggak pernah bunuh orang?" tanya Zea ke Xanor dengan santainya.

Bulu kuduk Ann tiba-tiba berdiri mendengar pertanyaan paling bodoh yang pernah ada. Pelan-pelan, Ann menoleh ke arah Xanor.

"Tidak." Xanor menjawab dengan sangat singkat.

"Okelah kalau begitu." Zea pun tertawa lepas tanpa beban.

Ini orang bodohnya keterlaluan! Sampai ke tulang-tulangnya. Ann memaki-maki Zea dalam hatinya.

Tawa Zea seketika berhenti ketika matanya berhasil menemukan sobatnya. Tanpa basa-basi, pemuda itu berlari kecil-kecil menuju Nigel. Dia pun menepuk pundak sahabatnya yang sedang berduka.

"Karena kita semua berhasil selamat dari maut. Sekarang kita bisa kembali pulang ke rumah," kata Nia mengalihkan pembicaraan dan juga mengingatkan kembali tujuan terakhir mereka.

"Tapi kita tidak tahu bagaimana caranya," sahut Cass yang sudah sadar dari efek tendangan maut Tris.

"Aku tau."

"Betul nih, Nia?"

"Ya. Percayalah. Ayo kita kembali ke pohon besar di mana kalian menemukanku." Nia berusaha tersenyum untuk meyakinkan teman-temannya.

Mereka tentu saja akan langsung percaya dengan Nia. Di antara mereka semua, Nia adalah orang yang paling bisa dipercaya ucapannya, sehingga mereka bisa bersorak-sorai bahagia sebab selangkah lagi mereka akan mengucapkan selamat tinggal kepada tempat terkutuk itu.

Namun, Ann merasakan ada kebohongan di balik senyuman Nia.

***

"Kalian tinggal melewati lubang yang ada di sela pohon ini. Aku yakin lubang itu akan mengantarkan kalian ke sisi lain. Dunia nyata, dunia yang sebenarnya." Nia menjelaskan secara singkat sambil menunjuk lubang hitam di pohon yang paling besar di hutan itu.

Sementara mereka memandang pohon itu dengan penuh selidik dan bersiap untuk masuk, Nia memisahkan diri dari rombongan itu.

"Ann, sini." Nia memberi kode ke Ann untuk mendekatinya, lalu membisikan sesuatu ke telinga gadis itu, "Ann, tolong jaga Nigel. Aku tahu kamu bisa. Rasa sukamu sama kuatnya dengan rasa sukaku, sebab kita menyukai orang yang sama."

Ann terpenjat mendengar pengakuan Nia. Dia hanya bisa memelototinya. Ucapan Nia tadi terkesan dia telah puas. Seolah gadis itu sudah tidak punya lagi penyesalan yang tersisa.

"Apakah Erebus sudah lenyap? Maksudku, apakah semuanya sudah selesai?" Cass bertanya kepada Nia tanpa berhenti mengamati pohon keramat itu.

"Belum. Selama desa ini ada, maka Erebus masih bisa menarik siapapun ke tempat ini."

"Lalu, apa yang harus kita lakukan? Melarikan diri saja?" Tris ikut mempertanyakan tindakan mereka selanjutnya.

"Tidak. Kalian bisa pergi dari sini sekaligus menyegel desa ini," jawab Nia terdengar sendu.

"Kamu bicara apa, Nia?" Tris tampak tidak nyaman dengan apa yang dikatakan Nia.

"Aku yakin kalian bisa melakukannya."

"Tunggu dulu. Apa maksudmu dengan kalian? Nia ... jangan-jangan--"

Semua tatapan mengarah ke gadis berambut pendek itu. Mereka bisa merasakan bahwa sekarang Nia seperti mengucapkan kalimat perpisahan.

Senyuman manis terukir di wajah Nia, namun air matanya tidak bisa dia bending lebih lama lagi. "Aku senang bisa bertemu dengan kalian semua. Entah apa lagi yang bisa kukatakan selain terima kasih. Ini tugas terakhirku. Aku harus menyempurnakan segel desa ini."

"Nia, hentikan. Jangan bercanda." Nigel yang sedari tadi diam, mulai angkat bicara. Dia tidak mau kehilangan orang yang penting di dalam kehidupannya.

"Nigel, apakah aku suka bercanda?"

Bibir Nigel bergetar keras, sehingga Nigel harus menggigitnya dengan keras. " ... Tidak," ucapnya parau.

Samar-samar, Ann bisa melihat bayangan-bayangan putih yang berdiri tegak, tepat di belakang Nia. Ada laki-laki, perempuan, anak-anak, sampai lansia. Pakaian yang mereka kenakan sangat ketinggalan jaman, seperti orang-orang yang tidak pernah tersentuh pengaruh budaya perkotaan. Mereka tersenyum puas ke arah mereka berlima. Namun anehnya, hanya Ann yang bisa melihatnya--tidak ada yang menyadarinya selain dia.

Tiba-tiba gempa yang besar menghantam permukaan tanah, membuat mereka semua kehilangan keseimbangan.

"Selamat tinggal, aku sayang kalian semua," kata Nia dengan masih tersenyum lebar. Dia bahagia telah berhasil menyelamatkan warga desa dan teman-temannya.

Seketika mereka terpental ke udara dan tersedot ke dalam lubang hitam pekat yang ada di pohon keramat. Dan sosok Nia perlahan menghilang, hinggat tidak berbekas.

***

Sinar hangat mulai menyelimuti pepohonan. Namun, kehangatan itu tidak berhasil menghentikan rasa dingin di hati mereka. Suara tangisan dan teriakan pilu bergema di penjuru hutan.

Nia sudah tiada. Dia telah menyatu dengan pohon besar yang telah layu di hadapan mereka.

***

Sedikit lagi, aku akan berusaha untuk menamatkan cerita ini. ☺️

See you in the last chapter! 😘

The last song from Nia to Nigel.

https://youtu.be/Om7J4cMpxU0

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro