Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[φ] DENDAM

Tidak pernah ada manusia yang dilahirkan sesuai dengan kehendaknya. Tidak pernah ada yang namanya kebahagiaan yang hakiki. Tidak ada yang bisa menghentikan roda takdir yang akan terus berputar hingga roda itu rusak dengan sendirinya akibat termakan oleh waktu.

***

"Nigel, di mana kamu?" teriak Ficus dengan gelisah, sampai-sampai tubuhnya yang basah kuyup tidak dia pedulikan lagi.

Hujan terus membasahi permukaan bumi, membuat seluruh makhluk hidup membisu sembari mendengarkan lantunan melodi di tiap tetesannya. Berbeda dengan orang-orang yang berdiam diri di bawah perlindungan atap untuk menunggu hujan berhenti, Ficus malah berlari bagai induk bebek yang kehilangan anaknya.

Pencarian yang memakan waktu dua jam itu, akhirnya membuahkan hasil. Nigel ternyata berada di lapangan sepak bola, tempat biasa dia bermain setelah pulang sekolah. Dia sendirian. Terpaku dengan tubuh basah kuyup tepat di tengah lapangan.

"Ah, ternyata kamu--"

Nigel diam dengan posisi berlutut, memandang langit yang kelam nan gelap. Sejenak Ficus kebingungan dengan tingkah bocah satu itu. Namun, seketika air mukanya memucat ketika badan Nigel mulai kejang-kejang. Ficus baru menyadari bahwa Nigel tidak sendirian.

Ada sesosok bayangan hitam yang sedang menyentuh dadanya, atau lebih tepatnya jiwa Nigel. Dia berusaha menarik jiwa bocah malang itu dari raganya. Pemandangan itu terlihat seperti seseorang sedang berusaha mengeluarkan baterai dari robot mainan, tetapi kesulitan sebab daya tersebut tersangkut di tempatnya, memberi perlawanan walau itu tidak berarti.

Semakin ditarik, tubuh Nigel semakin meneggang. Kedua mata Nigel yang membelak hanya memperlihatkan warna putih bersih.

"Menjauh dari keponakanku!" Ficus melempar sebuah batu giok ke arah bayangan itu, seketika membuatnya berteriak keras dan lenyap begitu saja tanpa sisa. Meninggalkan Nigel yang pingsan dengan mulut berbusa.

Ficus bergegas memeluk erat tubuh mungil itu, mengelus lembut kepala bocah yang hampir merenggang nyawa. "Paman pasti akan melindungimu. Apapun yang terjadi, Paman pasti akan melindungimu. Nigel ...."

***

"Ternyata kamu sudah bangkit, Apollo." Ficus tersenyum pedih. Dari balik jubahnya, dia menarik sebuah belati yang terbuat dari gading yang sangat tebal namun tajam. "Mati kau, Apollo! Gara-gara kau, keponakanku sampai harus hidup dengan penuh penderitaan."

Tinggal beberapa senti lagi, ujung belati itu akan menancap di kepala Nigel. Sontak pergerakan Ficus terhenti. Tubuhnya terkunci, tak bisa digerakan, seperti ada rantai besar tak terlihat yang melilit di sekujur tubuhnya. Inikah kekuatan Apollo yang sebenarnya?

"Paman ... aku sebenarnya siapa?" Nigel menatap Ficus dengan wajah yang sudah basah oleh air mata. "Aku ini apa?"

Hati Ficus yang sudah terselimuti kegelapan pekat tersentak ketika melihat Nigel yang menangis. Dia kembali teringat dengan kejadian di lapangan itu. Kejadian di mana dia mulai mengetahui sosok Nigel yang sebenarnya. Kejadian yang membuat dirinya berikar sehidup semati untuk melindungi keponakannya itu.

"Kamu bukan manusia," jawab Ficus lirih.

"Apa?"

"Kamu ... adalah reinkarnasi dari Apollo. Dewa yang akan membawa malapetaka ke dunia ini."

"Pasti Paman bercanda."

Namun, Nigel tahu Ficus sama sekali tidak berbohong. Apalagi dengan suara dan tatapan yang begitu serius dari orang yang dia kenal sedari kecil.

"Sebelum dewa itu menghancurkan dunia, aku memutuskan untuk mencari cara untuk mencegahnya. Walau apa yang kulakukan sama sekali bukanlah hal yang baik dan penuh resiko, tapi selama itu bisa melindungimu, akan aku lakukan. Meskipun kamu juga akan membenciku di dalam prosesnya." Ficus menghela napas, dia menurunkan belatinya seolah tenagannya sudah habis. "Peranku mungkin cukup sampai di sini," bisiknya lemah.

Berbeda ketika belati itu di arahkan kepada Nigel yang mengakibatkan Ficus bergeming. Ketika dia mengarahkan belati itu ke arah yang berlawanan, belati itu bisa bergerak leluasa. Tanpa ragu, Ficus menusuk jantungnya sendiri. Kilatan tajam itu langsung ternodai oleh darah seorang pengkhianat.

Setidaknya, Ficus bisa menghukum dirinya sendiri.

"Ti, TIDAK!" Nigel menjatuhkan tubuh Ann yang sedari tadi dia rangkul dan berusaha meraih tangan pamannya. Ficus pun ikut mencoba meraih tangan bocah yang dia besarkan selama ini.

Ketika tangan Nigel bersentuhan dengan Ficus, cahaya terang yang besar langsung melahap kegelapan di sekitar mereka. Membuat siapa saja akan buta dengan sinarnya.

***

"Sebenarnya apa arti hidupku ini?"

Samar-samar Nigel bisa mendengar suara Ficus dari kejauhan. Namun, yang bisa dia lihat sepanjang mata memandang hanyalah kegelapan tak berujung. Dia seperti buta. Tidak bisa melihat tangan, kaki, maupun tubuhnya. Bagaikan dia sedang berjalan dengan mata tertutup. Mau meraba ke sana kemari pun, hanya kekosongan yang ada. Tidak ada tanda-tanda keberadaan pamannya.

"Aku tidak ingin seperti manusia yang egois dan rakus akan kebahagiaan duniawi. Aku benci mereka. Aku tidak ingin menjadi busuk seperti mereka. Karena itulah, aku akan mengubah dunia ini kembali keadaan semulanya. Biarkan kegelapan memakan semesta hingga tidak ada yang tersisa. Setidaknya ... semua menghilang tanpa rasa sakit."

"Kenapa Paman berkata seperti itu?" tanya Nigel cemas yang masih berusaha mencari pamannya itu.

Bukannya menjawab pertanyaan yang dilontarkan Nigel, Ficus kembali berbicara.

"Aku berusaha belajar berbagai macam ilmu dan mengajarkannya kepada banyak orang agar setidaknya mereka bisa sadar dan dapat menghormati tiap makhluk hidup. Mau itu yang memiliki raga maupun antara ada dan tiada."

Nigel menggigit bibirnya dengan getir. Air mata lolos dari pelupuk matanya.

"Kenapa mereka dengan seenaknya merusak tempat sakral itu? Demi foto yang bagus? Demi bahan pembicaraan hangat dalam gosip mereka? Uji nyali? Jahat sekali. Padahal semua makhluk di sana tidak memiliki salah apapun. Mereka juga butuh tempat tinggal yang nyaman. Mereka juga butuh kedamaian dan kesunyian. Pantas saja mereka mengganggu manusia, sebab merekalah yang memulainya."

"Cukup ...." Rasa yang mencekik dadanya mulai menggerogoti seluruh tubuh Nigel. Inilah rasa sakit yang pernah dikatakan pamannya dahulu. Nigel tahu bahwa 'sakit' adalah sesuatu yang sangatlah buruk untuk tubuh dan jiwanya.

"Tapi apa gunanya diriku yang hanya orang tua peyot yang melawan segerombolan anak muda saja kewalahan. Yah ... memang aku sudah tidak muda lagi. Selain itu, tidak ada orang yang bisa mengerti jalan pikiranku. Tidak ada. Aku sudah lelah memendamnya."

Nigel mengepalkan kedua tangannya, bulir air mata kembali berjatuhan dari pipinya.

"Aku benar-benar manusia lemah. Melindungi keponakanku saja tidak bisa. Apalagi melindungi yang lain. Benar-benar ... aku bukan siapa-siapa."

Sontak bulu kuduk Nigel berdiri. Dia bisa merasakan ada seseorang atau sesuatu yang berdiri tepat di belakangnya. Padahal di masih belum bisa melihat dengan jelas, namun tubuhnya seperti memberi peringatan bahaya bahwa sosok yang ada di belakangnya adalah hal yang sangat berbahaya.

"Kalau begitu, biar aku beri kamu kekuatan," kata sosok misterius itu dengan suara serak yang sangat menyeramkan. "Tapi dengan syarat--" Belum selesai mengucapkan syaratnya, cahaya putih yang menyilaukan kembali membutakan Nigel.

***

Mereka pun kembali ke tempat semula. Nigel menyadari bahwa Ficus sudah terbaring di atas kubangan darahnya sendiri. Sedangkan dirinya berhasil meraih tangan Ficus yang kurus kerontang.

"Paman! Paman! Lihat Nigel. Buka mata Paman, jangan tidur." Nigel menggoyangkan tubuh Ficus dengan kasar.

"Tapi ... Paman sangat mengantuk. Biarkan aku tidur .. Nigel," jawab Ficus berbisik. Dia mulai kesulitan untuk berbicara.

"Kubilang jangan, ya jangan! Paman harus berusaha terjaga," bentak Nigel.

Di saat-saat terakhirnya, Ficus masih sempat tertawa. Walau terdengar tawa itu dipaksakan. "Kamu jahat sekali dengan Paman. Ini rasa sakitnya ... luar biasa, loh. Kalau disuruh bangun terus ... Paman harus tahan rasa sakit ini terus ... ah ... Paman lupa. Kamu pasti tidak mengerti maksud Paman, ya kan?"

"Berisik! Aku mencoba berkonsentrasi di sini." Nigel menekan luka Ficus, berusaha menghentikan pendarahan sekaligus mencoba menyembuhkanya. Nigel berharap akan berhasil seperti saat dia menyembuhkan luka Ann tadi.

Ficus terbatuk-batuk menahan rasa sakit akibat tekanan di dadanya. Dia pun menghela napas pasrah. "Hentikan Nigel. Sia-sia saja ...."

Ficus mengangkat tangan kanannya ke arah Nigel, membuat Nigel bergidik ngeri. Tangan Ficus mulai hancur, berubah menjadi serpihan abu. Api harapan meredup perlahan-lahan. Ficus sudah tidak tertolong lagi.

"Paman, jawab. Kenapa kamu melakukan semua ini? Kenapa?"

"Karena hidupku tidak akan lama lagi. Aku tidak ingin ... dunia yang begitu indah ini hancur sepeninggal Paman. Dan ... aku tidak ingin kamu terluka lagi." Ficus kembali terbatuk-batuk. "Heh, Paman benar-benar egois, ya?"

"Hidup Paman tidak lama lagi? Kenapa tidak ada yang memberitahuku. Se-sejak kapan?"

"Ada tumor ganas di otakku. Aku mengetahuinya setelah ulang tahun ke empat belasmu, sudah tidak ada yang bisa dilakukan."

Nigel sesaat menyadari benang merah dari misteri menghilangnya sang paman. "Itu bukannya hari di mana Paman pergi ke Itali? Tidak mungkin ... sial."

"Iya, dari sanalah aku mulai mencari jati diriku. Hingga bertemu dengan mereka."

"Mereka?"

Ficus menarik napas dalam-dalam mencoba mengendalikan getaran dari bibirnya yang mulai mati rasa. "Nigel, dengar, jangan pernah percaya janji-janji mereka. Sekali kamu terpengaruh, maka mereka menang. Apapun yang terjadi, kamu harus menjadi dirimu sendiri. Mulai sekarang kamu akan terus mengalami kejadian yang aneh. Kamu harus kuat, walau akan banyak hal yang akan direnggut darimu."

Ficus menatap iris cokelat Nigel dengan sendu. "Maafkan Paman. Aku tidak bisa menepati janjiku. Aku ... tidak bisa ... melindungimu."

Tubuh Ficus pun sepenuhnya berubah menjadi abu dan tertiup angin malam yang dingin nan menusuk.

***

Huaaaaaaaaaa .... Maafkan diriku yang baru update. 😭


Bagaimana menurut kalian tentang Ficus? Apakah dia jahat atau tidak? Apa maksudnya dari peringatannya itu?

Hmmm ... Karena cerita ini mau tamat, apa aku jadikan aja cerita ini ada season duanya? Bagaimana menurut kalian?

Jangan lupa vote dan komentarnya. 😘

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro