7
"Dini hari baru datang? Apa Om sering jam segini baru sampai rumah? Artinya nenek jadi sering sendirian kan?"
Refian menghentikan langkahnya sejenak, ia lelah dan tak ingin bertengkar, Refian melanjutkan langkahnya lagi.
"Apa Om menghabiskan malam bersama sekretaris Om yang seksi hingga lupa pulang dan ...."
"Apa pedulimu? Aku mau menghabiskan malam bersama siapa, di mana dan apa yang aku lakukan tidak akan membuat kamu rugi! Bukankah kamu sendiri yang bilang jika kamu datang ke sini hanya karena nenekmu? Lalu apa ini jadi masalah bagimu?" Refian menatap Luna yang sempat tergagap saat ia tatap tajam namun kembali mata indah itu menantangnya.
"Bagi aku nggak masalah tapi bagi nenek ini jadi masalah."
"Mama nggak pernah serese kamu! Baru sehari kamu di sini udah kayak mama-mama jagain anak SMP! Asal kamu tahu, meski penampilan Cherry seperti itu, dia bukan wanita murahan yang mau diajak laki-laki sembarangan! Kami profesional! Tak ada urusan lain selain kerja dan kerja!"
"Heh! Mana ada maling ngaku!"
Refian berjalan cepat menuju Luna duduk yang dini hari itu menggunakan baju tidur. Refian menarik Luna hingga berdiri tepat di depannya. Mereka saling tatap dalam kemarahan.
"Kamu mau apa? Kamu cemburu kan? Ngaku aja! Mata kamu mengatakan itu semua!"
"Nggak! Aku nggak ada rasa apapun silakan mau sama wanita mana saja aku nggak ada urusan!"
"Oh ya!? Baik mulai detik ini jangan pedulikan aku, bahkan jika aku akan mulai menjajaki hubungan dengan Cherry, kami sama-sama lajang dan itu sah-sah saja!"
"Silahkaaan!"
Refian melepas cengkeramannya pada lengan Luna dan berlalu menuju kamarnya. Luna menatap punggung lebar itu menjauh, entah mengapa hatinya tiba-tiba saja perih. Sejujurnya lagi-lagi ia ingin Refian yang dulu, yang memanjakannya dengan perhatian berlebih.
"Ada apa? Jam segini kok rame aja?"
Atirah tiba-tiba saja muncul di ruang keluarga.
"Nenek kok bangun sih, ayo aku antar ke kamar lagi."
"Udah sulit kalo jam segini mau tidur lagi, kalian rame aja, baru juga sehari kamu di sini."
"Om pulang jam segini, Nek!"
"Dia kerja keras Luna, nenek tahu itu, sopir yang biasa antar nenek kalo ke dokter, selalu cerita, kalo hari-hari Refian dihabiskan di kantor, jadi nenek paham, dia tenggelam dalam pekerjaan sejak kamu nggak di sini, aku sudah membujuknya untuk tidak terus mengingatmu, untuk mencoba menyukai wanita lain, setelah Hanny memang sempat dia mencoba beberapa kali mendekati wanita tapi lagi-lagi dia mentok karena sama-sama sibuk dan kembali tak ada kejelasan hingga yah ujung-ujungnya, dia ingat kamu lagi."
Luna terdiam dan ada penyesalan karena telah menuduh Refian. Sementara di dalam kamarnya Refian terlihat kesal bukan main, lelah karena pekerjaan, ternyata bukan sambutan manis malah tuduhan yang menyakitkan yang ia terima. Refian segera turun setelah mandi ia menuju ruang makan karena ingin membuat minuman hangat, biasanya ia menyuruh pembantunya tapi karena ini sudah larut malam bahkan mendekati dini hari, ia mencari jahe instan di dapur bersih, lalu menyeduh dengan air hangat dan menyesapnya sedikit demi sedikit. Terdengar langkah kaki dan saat Refian menoleh ia mendapati Luna yang terlihat canggung hendak menuju dapur. Refian tak berbicara, ia berlalu sambil memegang gelas besar berisi minuman yang baru ia buat.
"Om."
Langkah Refian terhenti, tanpa menghadap Luna.
"Maaf."
"Hem."
Dan Refian berlalu dengan sedikit senyum yang ia tahan.
.
.
.
"Pak, ini sudah waktunya pulang, Bapak malah ngajak saya nongkrong."
Cherry terlihat lelah dan tak suka saat Refian masih mengajaknya ke sebuah cafe.
"Kamu ini, nggak bersyukur, saat banyak cewek antri pingin diajak nongkrong sama aku, kamu malah ngomel aja, nggak bangga apa kamu kalo dikira pacar aku?"
"Tidak Pak, saya lebih suka brondong mereka lebih enerjik dari pada orang tua."
Refian merapatkan bibirnya sambil geleng-geleng kepala.
"Ckckck ... Punya brondong berapa kamu?"
"Satu Pak, makanya saya pingin pulang, saya ada janji sama dia."
"Pacar?"
"Masih pdkt, yang lalu putus, nggak mau saya ajak kawin, masih kuliah sih."
"Kamu yang nggak waras, bocah kamu ajak nikah, ya nggak mau lah, pulanglah kalo kamu mau pulang, aku teleponkan sopir kantor aja, biar dijemput ke sini, aku masih ingin di sini."
"Eh nggak usah Pak, ini biar dia jemput saya ke sini." Cherry terlihat bahagia dan ceria.
"Cherry, Cherry, suka kok ya sama anak kecil."
"Biarin, kan Bapak juga! Toslah kita penyuka bayi-bayi mengemaskan." Terdengar tawa renyah Cherry.
.
.
.
"Kamu menjaga jarak pada Refian, tapi kamu cemburu tiap kali dia pulang tidak tepat waktu."
Atirah duduk di dekat Luna yang tetap menatap ke arah pintu. Luna menoleh ke arah neneknya dan menggeleng dengan keras.
"Nek, aku ini sibuk, sama seperti dia, urus ini itu, tapi nggak sampe hampir dini hari juga pulangnya."
"Kan nggak sering."
"Tapi kalo seminggu sampe tiga kali kan ada yang nggak beres Nek."
"Lalu apa urusanmu? Ayo!? Jangan-jangan kamu mulai jatuh cinta pada Refian tanpa kamu sadari?"
"Nggaaak! Nggak akan Nek, aku ingat terus kata-kata mama, kalo laki-laki punya kuasa dan uang dia nggak akan setia sama kami para wanita!" Mata Luna kembali menyala-nyala. Atirah memegang tangan lembut cucunya, yang malam itu sudah menggunakan baju tidur selutut tanpa lengan.
"Kakekmu adalah anak orang kaya, sejak kecil ia bergelimang uang, ia pewaris kekuasaan dan kekayaan yang kamu tahu sendiri seperti apa, tapi dia sangat menghargai wanita, tidak menggunakan kelebihannya itu untuk menduakan nenek. Tidak semua laki-laki seperti papamu yang lemah iman dan godaan. Refian sejak kecil juga kami asuh dengan cara kami meski bergelimang uang dia tetap jadi anak yang baik, berbakti pada nenek dan kakek, dan dia tidak suka mempermainkan wanita, jika dia mau dia bisa saja kan? Traumamu harus kamu sembuhkan, jangan selalu berpikiran negatif pada laki-laki yang punya nasib beruntung dalam kekayaan, karena niat untuk menduakan itu bisa dilakukan oleh siapa saja tidak harus menunggu banyak uang."
Refian tersenyum dibalik pintu yang sedikit terbuka, tadinya ia akan masuk tapi saat samar-samar mendengar suara Luna dan mamanya ia diam sejenak, lalu memejamkan matanya sambil tersenyum, berharap ada keajaiban Luna mau membuka hati untuknya setelah mendapat nasihat dari wanita yang kini menjadi satu-satunya tempat curahan hati Luna setelah mamanya meninggal.
"Refiaaan masuk! Sudah malam ini, masa nggak capek dari tadi nguping depan pintu!"
💗💗💗
31 Agustus 2022 (18.32)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro