4
"Kamu bikin aku nunggu! Aku nggak suka! Kalo nggak serius mending kita nggak usah pacaran, bukan karena kamu cantik lalu seenaknya. Kita putus! Itu lebih baik!"
Danil berdiri di depan bangku Luna dan Luna tergagap.
"Aku sudah menuju rumah kamu tadi malam tapi mendadak Omku ngelarang waktu aku bilang mau nemuin kamu, kata Om nggak boleh cewek ke rumah cowok, ntar ..."
"Pasti Ommu dari planet terjauh dari bumi, udah nggak jaman pikiran kayak gitu, ok kalo gitu kita udahan!"
Danil berbalik dan Luna mengejar hingga ia tarik lengan Danil, laki-laki yang banyak digilai wanita di sekolahnya itu berbalik menghadap ke arah Luna lagi.
"Kamu tahu, aku jadi berpikir kalo Om kamu tuh cemburu sama aku, ini bukan kejadian pertama, waktu di parkiran depan dia juga nyeret kamu waktu kamu mau aku ajak pulang bareng, kedua waktu kita makan berdua di cafe tiba-tiba dia muncul dan nungguin kita makan sambil liatin aku dengan wajah marah, ketiga yang kemarin, aku capek, mending aku sama Tessa, nggak ada om-om cemburu gak jelas yang hobinya suka ngintilin keponakannya."
Dan di saat bersamaan Tessa datang langsung meraih lengan Danil, menariknya dengan wajah suka cita sambil melirik sengit ke arah Luna. Luna hanya bisa terperangah, ia tak menduga akan secepat itu ia kehilangan laki-laki yang sangat ia cintai.
"Bener kan Na, aku bilang apa? Danil itu banyak ceweknya, masa iya baru putus sama kamu langsung disamber si kuntilanak? Kamu aja yang bego, udah diporotin lagi? Mau-maunya kamu ngasi dia barang-barang mahal, dan kamu dapat apa? Dapat sakit hati aja, iya kan?"
Luna menoleh pada sahabatnya dengan mata berkaca-kaca.
"Kamu terniat banget ngata-ngatain aku padahal dah tau aku sedang sedih! Kamu sahabat model apaan sih!?"
"Nah kan aku lagi yang salah, padahal sejak awal aku ingetin kamu tapi kamunya cinta buta."
Dan Luna berlari ke luar kelas, diikuti oleh tatapan mata beberapa teman sekelasnya yang kebetulan sedang tidak ke kantin, Desti hanya bisa geleng-geleng kepala, ia berjalan ke luar kelas, ia tahu Luna ada di mana.
.
.
.
"Kenapa lagi itu si Luna Refi? Tengkar lagi sama kamu?"
Atirah menatap mata Refi yang awalnya terkejut lalu kembali terlihat biasa dan duduk di depan Atirah, menikmati sarapan telur rebus setengah matang dan selembar roti. Setelah memberi garam secukupnya ia mulai menikmati makanannya dan mulai terlihat menatap mamanya.
"Mama selalu curiga, aku nggak mungkin lah menyakiti wanita yang aku cinta."
Atirah menghela nafas, ia masih berharap Refian tidak bersungguh-sungguh dengan ucapannya.
"Ma, dia nih mau-maunya di suruh ke rumah pacarnya, ngapain? Dia loh cewek, masa iya nyosor duluan?"
Atirah benar-benar kaget.
"Kata siapa? Nggak akan si Luna kayak gitu."
"Loh Mama ini gimana sih, Luna sendiri yang bilang dan saat dia gak ke sana eh malah diputusin sama pacarnya, ya sudah gak papa kan kebeneran itu, pacar gak jelas, bocil banyak tingkah."
Atirah hanya bisa menghela nafas lega.
"Kamu tahu dari siapa kalo si Luna dipusin pacarnya?"
"Ada deh, pokoknya gerak-gerik Luna dan apapun yang terjadi di sekolah, aku pasti tahu Ma, aku hanya ingin dia aman, makanya aku harus tahu, dia gimana dan apa yang dia lakukan di sekolah."
"Segitunya kamu jagain dia Refi."
"Dia calon istri aku, makanya aku jaga Ma!"
"Ooooh jadi bener ucapan Danil! Om beneran cinta sama aku? Aku benci Ooom! Aku benci, aku nggak mau dekat sama Om lagi! Sudah ngancurin cinta pertama aku sama Danil, dan pake mata-mata segala, jangan harap aku mau ketemu Om lagi! Aku mau pindah, aku mau tinggal sama mama Dania!"
.
.
.
Dania menatap Refian yang sejak tadi terlihat murung. Rasanya tak percaya, Refian yang sudah ia anggap adik karena sejak Refian kecil sudah benar-benar berada di lingkungan keluarganya dan secara hukum memang telah menjadi adiknya, ternyata jatuh cinta pada anaknya yang nota bene masih sangat belia, jarak usia pun sangat jauh.
"Kamu nggak salah kan Refi dengan perasaanmu? Ataukah hanya nafsu saja mengingat anakku yang meski belia dia bongsor dan yah menarik minat laki-laki untuk mendekatinya."
Refian diam sesaat lalu menatap mata wanita yang betul-betul ia anggap kakak.
"Maafkan aku jika Kakak terpaksa sampai pulang ke Indonesia hanya gara-gara masalah ini, awalnya aku tak menyadari jika aku tertarik pada Luna sebagai laki-laki pada wanita, aku hanya merasa jika aku ingin menjaganya karena dia keponakanku, tapi lama-lama aku jadi semakin posesif, semakin tak ingin ia berbagi perhatian pada yang lain dan jadi marah saat tahu dia mulai ada yang mendekati, hingga aku mulai mengabaikan Hanny. Apa aku salah jika aku mencintai Luna, Kak? Secara biologis kami tak ada ikatan darah kan?"
Dania menepuk pelan punggung tangan Refian, berusaha menenangkan meski ia sebenarnya tidak begitu setuju jika Refian benar-benar mencintai anaknya, ia hanya merasa aneh saja jika memang benar-benar terjadi hubungan serius antara Refi dan Luna. Lebih-lebih Refian pernah beberapa kali dekat dengan wanita cantik meski tidak sampai memiliki hubungan serius.
"Nggak ada yang salah, nggak ada yang menyalahkan perasaan kamu, hanya kalo boleh aku sarankan, berusahalah mencintai orang lain Refi, karena aku yakin cintamu pada Luna tak akan pernah berbalas, apalagi ia mengalami hal yang menurutnya menyakitkan, ia merasa kamu sudah merusak hubungannya dengan laki-laki yang ia cintai, cinta pertamanya, ia tak henti menangis sejak aku sampai, dia ingin pindah dari sini, ikut aku ke Singapura sana, nggak papa sih aku kan mamanya, ok-ok aja hanya jika ia ikut aku maka ia harus mandiri, nggak boleh manja!"
Refian kaget bukan main, sama sekali tak mengira jika akan sampai membuat gadis kecilnya benar-benar membencinya dan hendak menjauh.
"Biarkan aku bicara padanya sebentar saja Kak, sebelum dia benar-benar pergi jauh."
"Dia nggak akan mau Refi, dia nggak mau ketemu kamu lagi, akan aku urus semua keperluan kepindahan Luna, mungkin aku akan bawa dia dulu, sementara akan ada yang bantuin aku mengurus semua hal yang berhubungan dengan administrasi kepindahan Luna, satu hal lagi aku nggak percaya kamu beneran cinta sama Luna, kamu banyak uang, kamu bisa dapat wanita manapun yang kamu mau, aku hanya khawatir jika suatu saat beneran kalian jadian anakku hanya akan jadi korban laki-laki."
Refian mengernyitkan keningnya, ia tahu Dania wanita yang lembut hati rasanya tak mungkin tiba-tiba saja punya pikiran aneh padanya.
.
.
.
Refian benar-benar merasa hancur, sesekali ia tertawa sinis mengingat cintanya yang ditolak mentah-mentah oleh gadis ingusan seperti Luna, gadis berwajah bayi yang dengan telak telah menghancurkan cinta yang ia pupuk sejak lama. Tak lama kemudian ia mendengar pintu kamarnya di ketuk, ia bangkit dan tertegun saat melihat gadis kecilnya di depan pintu kamarnya, tidak lagi berwajah marah hanya wajahnya tetap tidak ramah.
"Aku pergi Om, aku akan berusaha melupakan semua kejadian yang bikin aku marah sama Om, makasih sudah jagain aku, makasih sudah bikin aku sadar jika Om dah nyelamatkan aku, baru aja aku tahu dari teman-teman kalo Danil sama Tessa ngelakuin begituan di hotel dan Tessanya perdarahan, ternyata Danil nggak sendirian, Danil bawa temannya-temannya dan Tessa sekarang kritis, ada di rumah sakit dan Danil sama ganknya ada di kantor polisi, yaudah selamat tinggal Om, aku pergi, sekali lagi makasih."
Refian segera tersadar dan menarik Luna ke dalam pelukannya.
"Jangan pergi, jangan tinggalkan Om."
💔💔💔
28 Agustus 2022 (05.31)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro