Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

♟️1/5♟️

Atmosfer di ruang tamu Keluarga Floyen pada sore hari itu terasa sangat mencekam. Hal tersebut disebabkan oleh putri semata wayang sang Duke yang pulang dengan membawa kekasih barunya. Orang yang tidak pernah diduga oleh Regis untuk bersanding dengan putri kesayangannya itu kini tengah duduk manis di seberangnya.

"Aku tidak bisa merestui hubungan kalian. Putuskan hubungan kalian," ucap Regis tajam.

Tidak bisa. Regis tidak bisa menyerahkan putrinya pada seorang Tiran seperti Maxmillian. Regis akan memberikan apapun yang Juvelian mau, tapi tidak untuk masalah kali ini.

Meski Max muridnya, Regis tau betul bahwa Max itu berperilaku buruk. Orang-orang menyebut Max "Putra Mahkota Tiran" bukan tanpa alasan. Muridnya itu memang kejam. Meski Regis sudah berulang kali mencoba memperbaiki sifat buruk Max, tapi itu selalu berakhir dengan kesia-siaan. Seolah kata "Tiran" sudah melekat di diri sang putra mahkota dan tidak bisa dihilangkan begitu saja.

"Tidak mau."

Jawaban itu sontak membuat Regis terkejut. Bahkan Juvelian pun tak menyangka kalimat penolakan itu akan keluar dari mulut pria yang entah sejak kapan sudah menggenggam tangannya.

"Guru, Anda pernah bilang kalau berpedang itu untuk melindungi orang yang berharga, 'kan? Karena itulah orang menjadi kuat untuk melindungi kelemahannya. Guru juga mengatakan, suatu saat aku pasti akan menemukannya. Orang berharga yang ingin aku lindungi. Sepertinya aku sudah menemukannya ...."

Juvelian terkesiap saat Max merangkul bahunya. Suatu pergerakan yang tidak lepas dari sepasang manik biru Regis yang menajam.

" .... Kelemahanku. Putri Guru adalah orang yang ingin aku lindungi."

.
.
.
.
.

Entah sudah keberapa kalinya sang Duke menghela napas lelah. Kepalanya terasa mau pecah memikirkan Putri semata wayang dan muridnya yang kini berakhir bersama.

Regis tidak habis pikir.

Bagaimana bisa jadi seperti ini? Padahal dia sudah mati-matian mencegah Juvelian terlibat dengan Max. Regis bahkan sudah mem-blacklist nama Putra Mahkota dari daftar calon suami ideal untuk putri kesayangannya. Jadi bagaimana bisa Juvelian tiba-tiba membawa Putra Mahkota pulang ke rumah dan berkata bahwa mereka adalah sepasang kekasih yang saling mencintai?

"Wajah Anda akan keriput kalau terus mengerutkan kening seperti itu."

Sebuah suara membuat Regis tersadar dari pikirannya. Ayah satu anak itu menoleh ke asal suara hanya untuk mendapati seseorang dengan pakaian kesatria sudah duduk manis di jendela yang terbuka yang terdapat di ruang kerjanya.

Inilah dia satu lagi anak merepotkan yang harus Regis tangani selain Maxmillian si pembuat onar.

"Sudah kubilang berapa kali, [Name]. Masuklah lewat pintu, seperti orang normal lainnya." Regis berkata seraya melepas kacamatanya.

"Memang masuk lewat jendela itu tidak normal?" [Name] mulai berjalan menghampiri sang Duke yang kini memijit keningnya.

"Tentu saja tidak normal."

"Tapi Max sering melakukannya kok."

"Berhentilah meniru anak kurang ajar itu."

[Name] hanya terkekeh dan mulai meletakkan sebuah benda yang terbungkus rapi di atas meja kerja Regis.

"Kau sudah mendapatkannya?" Regis bertanya sebelum meraih benda yang entah apa yang dibawa oleh kesatria wanita tersebut.

"Tentu saja," jawab [Name] bangga. "Begini-begini, kerjaku ini sangat cepat, Guru."

"Seharusnya kau bergerak cepat juga ketika melihat Max mulai mendekati Juvelian."

"E-eh?" [Name] menelan ludah gugup saat sepasang mata biru Regis menatapnya tajam.

Oh, tidak. Sepertinya ada yang tercyduk nih.

"M-maksud Anda apa ya? Haha."

"Kau adalah kesatria Juvele, 'kan? Aku yakin kau tau apa yang sudah terjadi antara Max dan Juvelian."

Sudah kudugong.

"M-memangnya apa yang sudah terjadi?" tanya [Name] canggung.

Pura-pura gak tau dulu aja lah bodo amat!

Regis menghela napas lelah menanggapi dalih kesatria putrinya tersebut. Jika [Name] bekerja pada bangsawan yang kejam, bisa dipastikan kepala gadis itu sudah menggelinding akibat sifatnya yang mengesalkan. Tapi meski mengesalkan dan menyebalkan, Regis tidak bisa menyangkal bahwa [Name] adalah anak yang baik.

Jika orang lain melihat interaksi antara Regis dan [Name], sudah pasti mereka akan merasa bingung dan juga heran. Bagaimana mungkin seorang kesatria bersikap begitu santai di depan Tuan mereka? Apalagi Tuan yang kita bicarakan disini adalah Regis Adrey Floyen, seseorang yang disebut-sebut sebagai orang terkuat di kekaisaran.

Usia [Name] yang tidak jauh dari Juvelian membuat orang-orang berpikir mungkin sang Duke mengaggap gadis berhelai [hair color] itu sebagai putrinya. Tapi nyatanya, hubungan mereka tidak sesederhana itu.

Selain merangkap sebagai murid Regis selain Max, [Name] adalah satu-satunya kesatria wanita di kediaman Duke Floyen. Alasan [Name] menjadi kesatria serta alasan Regis menerima gadis itu di kediamannya masih menjadi tanda tanya besar bagi orang-orang.

"Tidak ada gunanya berdalih. Nantikan saja hukumanmu karena telah melalaikan tugas dalam mengawasi Juvelian." Kalimat Regis lantas membuat [Name] menyuarakan protesnya.

"Eeeeeeehhhhh?! Kenapa jadi salahku?!" sahut gadis itu tidak terima.

"Kalau bukan salahmu, lalu salah siapa?"

[Name] berpikir sejenak. "Salah Guru, mungkin."

"Apa?" Regis menatap [Name] tidak percaya. "Kenapa jadi salahku?"

Mengabaikan protes atasannya, [Name] kembali berkata. "Guru, Juvelian itu sudah bukan anak kecil lagi. Biarkan dia memilih kebahagiaannya sendiri," ucapnya bijak. "Lagipula, Max itu tidak buruk rupa kok."

Regis mendelik mendengar kalimat terakhir gadis muda tersebut. "Tidak buruk rupa, tapi buruk akhlaknya! Lagipula ini bukan tentang fisik, melainkan sifat. Max itu kasar dan keras kepala, bagaimana mungkin aku bisa mempercayakan putriku padanya?!"

"Semua orang bisa berubah, 'kan?" [Name] masih mencoba meyakinkan Regis. "Apakah Guru pernah mendengar Pepatah yang mengatakan segalak-galaknya harimau tak akan memakan anaknya sendiri? Pepatah itu bisa bermakna orang yang kejam tak akan mencelakakan orang yang dikasihinya. Bisa juga bermakna sejahat apapun orang, pasti mempunyai rasa kemanusiaan."

Sesaat Regis terdiam mendengar penuturan Kesatria putrinya tersebut. Memang, semua orang bisa saja berubah. Tapi yang kita bicarakan disini adalah Maxmillian, seorang Tiran yang hidup hanya untuk balas dendam.

"Anda hanya perlu percaya pada mereka."

Seolah kalimat yang diucapkan [Name] mengandung sihir, keraguan Regis perlahan memudar.

"Cara bicaramu seperti orang tua."

Alih-alih tersinggung atau marah, [Name] justru terlihat senang mendengar kalimat itu. "Benarkah?! Apakah sudah cukup dewasa untuk menjadi istri Guru?"

"Jangan mulai omong kosong itu lagi."

"Hahhh, Guru selalu begitu. Anda menyakiti perasaanku, tahu?" Tangan [Name] bergerak menghapus air mata yang sebenarnya tidak ada.

Regis mendengus sebelum mengatakan kalimat yang membuat [Name] menganga tidak percaya.

"Hukumanmu bertambah dua kali lipat."

"Anda kejam, Guru!"

.
.
.

Words : 968
Rabu, 25 Agustus 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro