S A T U
Tidak tahu dari mana asalnya, tetapi kenapa setiap orang yang pernah bersama kita, sewaktu berpisah malah terlihat jeleknya?
Jawabannya satu.
Karena dulu, kita buta.
Karena dulu, ketika masih cinta... kita mengabaikan segala kejelekan yang sekiranya tak akan pernah mengganggu kita.
Tapi pada kenyataannya, setelah cinta itu menguap tak bersisa...
Kejelekan yang dulu terabaikan kini mulai muncul ke permukaan.
Menguasai indra.
Menguasai jiwa.
Hingga menguasai cara kita berbicara; alias... senang sekali membicarakan betapa menyebalkannya kejelekan yang dulu kita abaikan.
****
"Hai mantan!"
Vica memejamkan mata sejenak untuk meredam emosi yang membludak dalam dadanya sebelum ia berbalik dan menatap tajam pria bajingan yang saat ini tengah melambaikan tangan padanya. Panggilannya buat Vica saja sudah menyebalkan, ditambah senyuman lebar di wajahnya membuat Vica benar-benar menyesal pernah telanjang di depannya. Ya Tuhan...
"Tokonya belum buka Mas, kalau mau beli kain ... jam sepuluh aja," sahutnya.
Pria itu—Arshad Darmawan—mantan suaminya yang sialan—mendesis, "Suka judes gitu ah Vica."
Apa-apaan sih dia ini?
Vica memilih untuk diam saja. Dia duduk di meja kasir, meraih ponselnya dan membuka aplikasi Line miliknya.
"Alah, pura-pura Chattingan gitu. Padahal aku juga tahu, itu isinya OA doang, daan grup-grup kamu yang nggak jelas itu. So-so an mau bales chat, kayak ada yang nge-chat aja."
Oh Tuhan ... sialan memang pria ini. Vica mencoba menahan emosinya, tetap saja hobi pria ini adalah menyulut emosinya.
Diam saja Vica ... diam ... diam dan biarkan pria ini capek sendiri berbicara kepadamu!
"Tahu nggak, aku baru dapet cewek lagi," ucap Arshad tiba-tiba.
Vica mendengus, URUSANNYA SAMA DIA APAAA? PENTING BANGET DIKASIH TAHU?
"Terus? Aku harus ngapain Shad? Kasih selamat?"
Arshad menggeleng seraya tersenyum, "Aku nggak butuh ucapan selamat dari kamu. Aku butuhnya kamu dengerin cerita aku aja."
Ini nih! Satu hal yang membuat Vica selalu ingin menggali tanah dan mengubur Arshad hidup-hidup. Dasar pria menyebalkaaaaan! Sewaktu mereka hidup bersama, bercerita saja dia jarang sekali, kenapa sekarang ... ya Tuhan. Kenapa sekarang hobi Arshad adalah mendatangi Vica dan merecokinya dengan banyak hal?
"Aku nggak mau dengerin kamu cerita. Aku mau buka toko, dan rasanya direcokin mantan suami sendiri sebelum buka toko itu bikin aku pengen lompat dari lantai sembilan dan pengen mati sekalian Shad."
Arshad menyeringai, "Kamu nggak akan berani, kamu kan menghargai hidup banget."
Kesannya seperti Arshad memang sangat mengenal Vica! Luar biasa sekali pria ini.
"Terserah lah yah. Pusing aku Shad kalau nanggepin kamu terus."
"Aku kan mintanya kamu dengerin aku aja, bukan nanggepin aku."
Astaga ... Bodo amat lah ya si Arshad ini.
"Cewek yang sekarang pegawai Bank!"
Vica mendelik tajam, minggu kemarin Arshad menceritakan wanita yang bekerja di sebuah perusahaan asuransi, lalu tiga hari yang lalu wanita itu bekerja di BPK, dan hari ini ... Bank? Si Arshad mau membuat sebuah kesatuan untuk keuangan semacam OJK memangnya?
"Dii ... tanggepannya mana? Aku lagi cerita, kalau aku dapet pegawai Bank. Masa kamu diem aja, nggak terkejut gitu?"
Bukankah pria ini menyuruhnya hanya mendengarkannya saja? kenapa sekarang dia jadi serakah?
"Tadi kamu minta aku dengerin aja. Udah didengerin, malah minta ditanggepin, mau kamu apa sih Shad? Nggak cukup ya kamu gangguin aku setiap hari? bukannya kerja, malah pagi-pagi udah mejeng aja di sini."
"Lah, aku kan nggak perlu kerja. Kamu tahu sendiri, semua toko yang ada di lantai 3 ini punya aku. Aku sih tinggal nerima uangnya aja tiap bulan Dii."
Ah, sialan sekali. Vica lupa kalau pria ini sekelas dengan bapak-bapak juragan kontrakan. Dia memang tidak usah bekerja, toh dia hanya tinggal menerima uang sewa saja. Ketahuan kan, alasan dia mengganggu Vica setiap hari? emang dasar nggak ada kerjaan!
"Nyesel nggak Dii ... cerai sama aku?" goda Arshad.
Vica menggerak-gerakkan bibirnya karena kesal. Ia berdiri, menghentakkan kaki dan berjalan menjauhi Arshad untuk membuka tokonya dan menyambut pelanggan yang mulai datang untuk melihat-lihat. Kalau sudah ada pelanggan, itu artinya Arshad harus segera pergi.
Ia menyimpan bungkusan plastik yang dibawanya dan pergi tanpa berpamitan kepada Vica melalui pintu samping.
****
"Mbak. Aku tuh mau bikin seragam buat nikahannya temen aku, bagusnya kain apa ya?"
Vica tersenyum pada pelanggan pertamanya, ia melirik ke arah meja dan Arshad sudah tidak ada di sana kemudian ia menjelaskan, "Budget-nya berapa?"
"Karena nikahnya langsung tiga orang dengan rentang waktu yang deket, kayaknya nggak usah yang mahal-mahal deh mbak, kata mama aku sih velvet aja buat dalemannya, nah buat luarannya brokat aja. Mau sekalian jahit juga."
Vica menganggukkan kepala, "Mau dibikin kayak gimana?"
"Kalau aku sih karena pake jilbab, mau dibikin gamis, roknya clock gitu loh mbak. Itu butuh berapa meter ya?"
"Dengan tubuh setinggi kamu sih perlu tiga meter buat bikin gamis dengan model rok begitu. Untuk brokatnya, sekitar satu meter setengah aja. Aku saranin sih mending pake kain roberto, harganya di atas velvet, dia lebih tebel, dan nggak menerawang. Kamu nggak usah pake puring lagi."
Gadis di hadapannya tersenyum manis, "Ternyata bener ya, kalau belanja kain sekaligus ngejahit ke toko ini mending pagi banget, karena langsung sama yang punya, dan yang punya tokonya ramah banget, ngelayaninnya juga sabar banget."
Seketika Vica tertawa, "Duh, idung saya terbang nanti. Siapa yang mau ngambil? Saya kependekan nih," sahutnya.
****
Membuat banyak gaun dengan kain yang dia jual sendiri sudah menjadi keahliannya. Vica selalu senang ketika banyak orang memesan untuk seragam di hari pernikahan keluarga atau sahabatnya. Masih segar sekali dalam ingatannya, saat Vica menjahit sendiri seragam sahabatnya untuk pesta pernikahannya. Yang sialnya hanya menyisakan luka ketika ia mengingatnya sekarang.
Padahal dulu ia bahagia membuatnya, sahabatnya bahagia memakainya, tapi pernikahannya tidak bahagia setelahnya. Vica hanya bisa bertahan selama delapan bulan saja hidup bersama Arshad. Setelah itu mereka memutuskan untuk bercerai. Sekarang, tidak terasa sudah enam bulan ia menyandang status janda. Sialan memang, di usianya yang masih dua puluh empat tahun, Vica sudah janda.
Jadi gadis saja susah sekali mendapat pacar, jombloooo terus. Bagaimana sekarang ... ketika ia sudah janda? Ah, sebel emang. Kenyataan itu tidak seperti lirik lagu yang selalu bisa menenangkan dan memenangkan.
Kalau di lirik lagu, janda itu terdengar lebih hebat dari perawan. Secara, janda lebih menawan, lebih menggoda, dan lebih berpengalaman. Yah, zaman sekarang itu tidak perlu jadi janda dulu untuk membuktikan sebuah pengalaman seseorang. Kalau kata si Adel sih, ada yang lebih berpengalaman dari janda—dalam hal urusan ranjang—yaitu... tentu saja. kembarannya Lotte, alias... lonte. Ugh, serem memang bahasa-bahasa yang keluar dari mulut si Adel itu. Sedangkan katanya yang lebih berpengalaman dalam urusan hubungan, bukan janda... melainkan primadona—cewek cantik yang hobinya berganti pacar dimana dia sudah menjajal pria tertampan hingga terjelek kemudian pria terkaya hingga ter-biasa aja dan dari pria posesif sampai pria yang cuek luar biasa—so, salah... kalau menilai janda lebih berpengalaman dalam hal apapun juga karena, ketika menikah, ya... Vica hanya menjalin hubungan dengan satu orang, hanya bercinta dengan satu orang, hanya memasak untuk satu orang, dan hanya bertengkar dengan satu orang juga. Jadi, pengalamannya hanya terbatas di satu orang saja sedangkan sikap dan sifat manusia berbeda dari setiap orangnya.
"Pagi shaaaayyyy!"
Teriakan dari sahabatnya—Adel membuat Vica mengalihkan tatapannya dan tersenyum. Nah, datang juga dia.
"Kemana aja Neng, kok baru dateng?"
"Jam kerja saya kan bebas Teteh, orang cuman ngejahit doang di belakang, dateng siang juga nggak masalah. Lagian siapa sih yang bilang kalau 'Jadi karyawan itu nggak usah terlalu rajin, nanti disayang bos. Kalau udah disayang, susah resign baru tahu rasa."
Vica tertawa, "Dasar."
Adel menyimpan tasnya dan duduk di sebrang Vica. Ia menatap satu bungkusan plastik yang ada di atas meja kasir Vica.
"Si Arshad nengokin lo tadi?" tanyanya. Karena setiap pagi, ada satu kantong plastik yang berisi sebungkus nasi kuning untuk sarapan Vica. Siapa lagi yang membawanya kalau bukan si Arshad.
"Lo tahu sendiri, kerjaan dia pamer cewek barunya ke gue," dumel Vica.
Adel tertawa, "Kali ini kerja dimana?"
"Bank."
"Anjir hahahahahaha si Arshad lagi menjajal wanita yang kerja di bidang keuangan?"
"Dia deketin cewek ini buat bikin deposito kali."
"Cie yang bete abis dipamerin Arshad. Arshad aja udah pamer, lo kapan?"
Vica mendelik tajam, "Heh! Sebuah hubungan itu nggak bisa dijadikan bahan buat pamer. Hubungan itu urusannya sama hati, sama komitmen. Kalau mau pamer, beli barang aja, jangan jalin hubungan. Lagian Si Arshad itu emang dasar dianya bajingan, kerjaannya pamer sama manas-manasin aja, gue bener-bener heran, kok dia lebih punya waktu buat gue waktu gue janda sih dibanding waktu kita nikah."
"CIEEE YANG NOSTALGIA."
"Bukan nostalgia, gue cuman sebel aja sama dia, kok—"
"Kok dia malah tiap hari nemuin lo, pamer-pamer nggak jelas, tapi sambil kasih sarapan. Ibaratnya dia itu sengaja dorong lo ke jurang, abis lo jatoh, baru deh ditolongin."
Vica ingin menolak pernyataan itu, sialannya ... dia setuju juga sih dengan pendapat Adel.
****
"Dear mantan, lagi apa kamu?"
Baru saja membuka tokonya, Vica sudah ingin melempar Arshad dengan gulungan kain besar yang ada di pojokan atau memukul kepala Arshad dengan manequin yang ada di hadapannya.
"Ya kamu lihat aja lah Shad aku lagi apa."
"Lagi buka toko."
"Nah, itu tahu."
"Kok kamu lebih sexy kalau buka toko ya, dari pada buka baju."
Astagaaaa .... Dasar sableng! Apakah Arshad tidak punya kata-kata lain?
Melihat Vica mendelik tajam ke arahnya, Arshad tersenyum, "Eh lupa, kan aku yang bukain baju kamunya."
DAN HARUSKAH MEMBAHAS PERIHAL BUKA BAJU PAGI-PAGI BEGINI? Sungguh, Vica benar-benar menyesal pernah mendesah dan meneriakkan nama Arshad saat mereka bercinta dulu.
"Kamu tahu temen aku si Dinan nggak Dii?"
"Dinan yang mana?"
"Yang itu loh waktu kita nikahan dia ngado borgol pita merah itu."
Tadi Vica sudah mendelik, dan kali ini delikannya lebih lebih tajam dari sebelumnya. Yang Vica heran dan tidak mengerti mengenai jalan pikirnya Arshad adalah ... kenapa pria ini tak ada canggung-canggungnya sekali kepadanya? Dan membicarakan hubungan mereka yang sudah lewat dan berakhir saja terlihat biasa, sementara Vica harus menahan banyak kekesalan karenanya.
Ini siapa yang gila sih?
"Kamu bisa sebutin yang lain kali Shad. Nggak usah kasih tahu kalau si Dinan itu yang itu."
"Abisnya kamu baru ketemu Dinan sekali, pas dia kasih itu ke rumah kita."
"Ya kan bisa aja kamu bilang kalau dia yang rambutnya begini atau begitu."
"Aku nggak inget rambut dia, aku ingetnya borgol dia aja."
"YA UDAH SIH. Jadi dia kenapaa?"
Arshad tersenyum senang, "Cie penasaran."
Tuhkan! Apa-apaan sih si Arshad ini?
Vica menghentakkan kakinya, "Kalau nggak mau kasih tahu ya nggak usah bikin orang penasaran."
Pria itu cekikikan tidak jelas, "Dia meninggal kemarin Dii."
Sekarang, ekspresi wajah Vica berubah total. Pupil matanya melebar sementara ia menggerakkan tenggorokan untuk menelan ludah. Setahu Vica, Dinan adalah sahabat terdekat Arshad, mereka terpisah karena Dinan harus bekerja di Jerman.
"Nggak usah begitu ekspresinya. Kalau kamu benci sama aku, ya udah benci aja, nggak usah pake kasihan segala."
Dasar manusia tidak tahu diuntung! Harusnya bersyukur ada orang yang simpati kepadanya, bukan malah mengatakan hal seperti itu. Lama-lama Vica lemparkan juga sandal yang dipakainya sekarang.
"Ya udah kalau meninggal ya dilayat lah."
"Ya mana bisa dilayat orang dikuburinnya di Jerman!"
"Ya udah sana ke Jerman aja."
"Nggak mau, ongkosnya mahal."
Tuh kan, pria satu ini. Astagaaaa ... tingkahnya memang membuat Vica tak pernah bisa hidup damai.
"Ya udah, kirim aja do'a. Sana sholat!"
"Oemji, mantan terhits abad ini pagi-pagi udah ribut aja."
Suara seseorang yang menginterupsi mereka membuat Vica mengalihkan tatapannya, dia bersyukur Adel datang lebih pagi, tapi mendengar sindiran Adel kepadanya dan Arshad, sepertinya Vica lebih senang kalau Adel tidak usah datang saja.
"Hai Del! Makin cantik aja," goda Arshad.
Vica memukul belakang kepalanya dengan tangan kosong, "Kamu boleh godain semua gadis di bagian keuangan yang ada di luar sana, tapi nggak boleh godain Adel!"
Melihat kegalakan Vica, kemudian ekspresi Arshad yang tengah mengaduh kesakitan, Adel malah menggelengkan kepala, "Dilihat-lihat, kalian emang lebih harmonis waktu udah cerai, jauh berbeda waktu kalian nikah. Kenapa sih? dulu pacarannya kurang lama ya?" tanyanya polos.
Vica menggerak-gerakkan bibir, mendumel karena kesal sementara Arshad terkekeh, "Kenal dua bulan, kita langsung nikah Del."
"Bukan langsung nikah, tapi LANGSUNG DINIKAHIN!" ralat Vica. Wanita itu mengambil ponselnya dan masuk ke dalam ruangan tempatnya menjahit sementara Adel tertawa, sedangkan Arshad hanya menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Kurang-kurangin bikin anak orang kesel Shad," ujar Adel.
Arshad tersenyum, "Bahasanya Dii ... dia bilang langsung dinikahin, kesannya kita lagi digrebek waktu mesum," kekehnya.
Adel menggeleng,"Besok-besok Shad, coba deh kalau ngomong pake bismillah dulu."
Arshad tertawa, "Udah ah, Odivicanya udah kesel, nih sarapan dia hari ini Del. Sorry ya, lo nggak gue beliin juga. Dah."
Begitu bungkusan plastiknya berpindah tangan ke Adel, Arshad melambaikan tangan dan berlari keluar dari toko Vica sementara Adel menatapinya dan plastik yang dibawanya secara bergantian.
Sampai sekarang, Adel benar-benar tidak mengerti. Kenapa mereka terlihat sangat serasi, sangat alami, dan sangat luar biasa cocok setelah mereka bercerai?
TBC
HALOOOO SEMUANYAAA :D
Hahahahaha aku udah memutuskan bahwa aku bakalan produktif lagi di wattpad dan aku bakal menulis dengan gila-gilaan lagi. Kenapa? karena dibalik menyibukkan diri ada sesuatu yang ingin dilupakan MUAHAHAHAHAHA
Oke, lupakan kisah Ami sama Aidan yang sudah menyentuh hati kalian selama ini.
Yuk mari kenalan sama kapel baru, anak baru aku yang rupanya seorang janda dan duda.
Namanya Arshad sama Vica.
Mau tau cerita selanjutnya? Yah, dibaca aja atuh ya nanti juga tahu wkwkwkwk
Cerita ini aku buat sebelum haru jino muncul, jadi harusnya dulu itu ini dulu yang diposting baru haji, setelahnya aimi, tapi karena udah kesalip. Ya udah baru bisa di posting sekarang.
Sekian untuk part awal di perkenalan ini.
Semoga suka.
Dah...
AKU SAYANG KALIAN :*
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro