Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

L I M A

Kadar kesakitan seseorang ketika ia kehilangan akan berbeda-beda.

Begitu juga cara seseorang menyikapi penderitaannya.

Bisa jadi yang satu berteriak marah karena Tuhan mengambil apa yang dicintainya, sedang yang lain hanya diam menyiksa dirinya.

Bisa jadi yang satu menangis sepanjang hari karena takdir yang tak adil baginya, sedang yang lain mengurung diri dan menyesali segalanya.


******


"Aryan. Mau kamu terpuruk atau kamu hidup seperti biasa, hasilnya tetep sama. Irdina nggak akan bisa hidup lagi. mau sampai kapan kamu begini sih?! Mama capek lihat kamu. Dipikir yang Mama urusin itu kamu aja? mikir dong! Kamu ini udah dewasa. Umur kamu aja yang dewasa, pemikiran kamu jauh dari dewasa. Kamu baru ditinggal mati sama Irdina, tapi hidup kamu masih bisa berjalan karena kamu masih muda, masih bujangan. Nggak kayak Mama, yang ditinggal mati Papamu dulu, tapi Mama harus besarin kamu dan adik-adik kamu. Pikir. Yang mana yang lebih susah. Tolong dong! Sebentar aja kamu ringanin beban pikiran Mama!"

Aryan Dimas—pria pendiam yang kehilangan sebagian besar hidupnya, menatap ibunya dengan sorot mata yang kosong. Jika dibandingkan dengan cerita Ibunya, memang kehilangan miliknya bukan apa-apa. Tapi kadar kesakitan yang setiap orang rasakan berbeda bukan?

Meskipun Aryan tak harus berjuang membesarkan seorang anak sendirian, tetapi Aryan perlu untuk mengatur kembali hidupnya yang semula hancur, kemudian ia memiliki secercah harapan, namun kemudian hancur lagi. Tidak mudah, bangkit dalam keadaan dimana kita benar-benar terjatuh dan terperosok begitu dalam. Namun Ibunya selalu begini, mengatakan bahwa dirinya selalu saja begitu merepotkan, padahal Aryan... diurus saja tidak.

Pria itu tersenyum miris. Karena ditinggalkan oleh ayahnya ketika Aryan berusia 12 tahun sementara adik kembarnya masih berumur 4 tahun, Ibunya yang tidak bisa apa-apa hanya bisa mengandalkan warisan yang ayahnya tinggalkan sampai habis, lalu kemudian Ibunya menikah lagi dan meninggalkan Aryan begitu saja. Aryan ingat sekali, ia akan dimarahi oleh Ibunya kalau ia menemuinya ke rumah barunya. Lalu, pada akhirnya Ibunya akan berkata, "Jangan hubungi Mama. Kalau mau ketemu, nanti. Biar Mama yang nemuin kamu." . Berlangsung seperti itu selama 15 tahun lamanya hingga Aryan mulai terbiasa dan ia sudah tidak mempedulikan apapun lagi namun selama 2 tahun terakhir ini, Ibunya bercerai dengan suaminya dan beliau kembali ke rumah mereka yang dulu. Untung saja, Aryan sudah memiliki rumah yang akan ia tinggali dengan kekasihnya setelah mereka menikah, sehingga Aryan mempunyai alasan untuk tak serumah dengan Ibunya.

Dan lihat saja sekarang, Ibunya ini... selalu sama. bahkan di saat ia terpuruk, kelakuan ibunya tetap sama. baik dulu ketika ia ditinggalkan oleh ayahnya, ataupun sekarang... ketika ia ditinggalkan oleh kekasihnya.

"Saya nggak minta Mama untuk mikirin saya," sahut Aryan. Ia bangkit dari duduknya dan berlalu begitu saja sementara Dini—Ibunya berteriak.

"Gimana bisa Mama nggak mikirin kamu. Kamu kan anak Mama!"

Pria itu—Aryan berbalik dan menatap Ibunya dengan sendu, "Anak yang Mama tinggalkan! Yang Mama selalu marahi ketika dia bahkan tidak mengerti apa-apa. Yang Mama larang untuk menemui Ibu dan adiknya sendiri karena kehidupan kalian lebih baik tanpa saya, lalu yang Mama sapa kembali saat kehidupan saya sudah lebih baik sementara kehidupan Mama mulai hancur karena Mama tidak punya apa-apa setelah Mama berpisah dengan suami yang Mama bela sampai Mama membuang anak Mama sendiri. Tapi sebagai seorang anak, saya nggak boleh durhaka kan? jadi, saya benar-benar menerima Mama kembali. Saya menerima Mama yang tiba-tiba ingin tinggal di rumah yang dulu sampai Mama harus mengusir saya secara tidak langsung sedangkan saya harus membiayai Mama tanpa harus mengeluh. Jadi, tolong!"

Aryan memejamkan matanya seraya mengepalkan tangannya, "Tolong Mama jangan buat semua semakin sulit. Ini jalan hidup saya, dan akan lebih baik... kalau Mama tidak mencampurinya. Irdina memang tidak akan hidup lagi, tapi setidaknya Mama harus bertoleransi terhadap seseorang yang tengah kehilangan. Bagaimana pun juga, dalam hidup saya, Irdina lebih berarti, dari Ibu yang melahirkan saya, namun pada akhirnya malah menelantarkan saya."

Aryan dapat melihat dengan jelas keterkejutan dari sorot mata Ibunya, tapi ia mencoba untuk mengabaikannya. Itulah kenapa Aryan tidak suka berbicara banyak dengan Ibunya. Karena dia akan berakhir seperti ini, melampiaskan dendamnya hingga mungkin menyakiti Ibunya.

"Kalau gitu kamu ambil baju buat resepsi kamu sama Irdina! Berapa kali Mama bilang kalau Mama mau lelang bajunya. Orang-orang sudah menunggu Ma—"

BRAK! Pintu rumahnya ia tutup dengan kencang supaya Aryan bisa menghentikan ucapan Ibunya tanpa mengeluarkan suara dari mulutnya sendiri.

"OKE! KALAU GITU BIAR MAMA YANG AMBIL AJA BAJUNYA!"

Nah kan, sudah diberitahu sampai diteriaki, Ibunya masih saja bisa menyakiti. Ya Tuhan. Bagaimana bisa Aryan tega untuk melelang baju impiannya Irdina? Melihatnya saja dia tidak sanggup. Dan membayangkan bahwa baju impian kekasihnya akan dipakai orang lain benar-benar membuatnya emosi. Hey, ini bukan sekedar pakaian biasa, bukan. Ada mimpi dan harapan akan kebahagiaan di sana, jadi Aryan tidak bisa semudah itu memberikannya. Lebih baik ia buang saja, atau ia kubur di samping makam Irdina. Dari pada harus ia biarkan ibunya melelang baju seorang model terkenal yang telah meninggalkan dunia secara mengenaskan.


*****


"Odivicanialestaiiiiiii..."

Dari semua jenis sebutan yang Arshad berikan kepadanya, nama 'Dii sayang' pernah menjadi favoritnya namun sejak mereka berpisah dan Arshad mulai menggila, nama yang barusan Arshad sebutkan adalah nama yang membuat Vica bisa kehabisan tenaga karena ia akan berteriak-teriak dengan kencang dan melampiaskan kekesalannya pada apa yang ditemuinya hingga akhirnya pegawainya kena semprot, teman-temannya kena semprot, dan Ibunya juga bisa kena semprot. Dan gara-gara siapa semua ini? tentu saja. Gara-gara Arshad Darmawan si pria bajingan titisan setan ini!!!

Vica memejamkan mata untuk menahan emosi. Besok-besok, ia akan bertekad untuk menyewa seorang satpam yang bisa berjaga di depan tokonya supaya Arshad tidak bisa masuk sembarangan ke dalam sini dan mengganggunya di pagi hari hingga semangatnya terbabat habis.

"Shad. Mending kamu usir aku aja dari gedung ini Shad. Nggak masalah, aku bisa cari tempat baru buat jualan kain," ucapnya.

Arshad menggeleng seperti anak kecil yang tidak dibelikan mainan oleh ibunya, "Nggak mau," katanya.

Oke. Vica. Tahan. Emosi.

"Ya udah, kalau nggak mau ya jangan gangguin aku. sana! Cari kerja gih, jangan jadi pengangguran nggak jelas begini. Atau kamu cari cewek baru sana."

Arshad menggeleng, "Lagi males main cewek. Aku putusin semuanya," katanya.

Vica memutar mata, "Putusin cewek gampang banget ya, kayak putusin mie aja."

Pria itu tersenyum seraya mengangkat kedua bahunya, "Abis mereka nggak ada apa-apanya. Pisah gitu doang ya nggak masalah, bisa cari lagi."

Vica mendumel habis-habisan. Terserah sajalah! Terserah duda playboy saja maunya bagaimana!

"Beda sama waktu ceraiin kamu Dii, susah banget. Karena kita kan ada apa-apanya," katanya.

Vica menelan ludah, ia tertegun dan menatap Arshad sementara Arshad yang menyadari perubahan Vica tertawa, "Muka-mukanya, muka minta diajak rujuk gitu Dii," godanya.

Mata Vica membulat dengan sempurna, "ENAK AJA!!!" teriaknya.

Ia melemparkan satu sisa gulungan kain pada Arshad, untung saja ia bisa menangkapnya sehingga Arshad gagal terluka karena gulungan kain yang Vica lemparkan.

Pria itu tertawa dengan puas. Ia berjalan ke meja tempat Vica biasa duduk dan menaruh bungkusan plastik yang dibawanya, "Nasi kuningnya aku beli di Ceu Mumun ini Dii, soalnya di Ceu Edoh nggak jualan, cucunya sakit katanya. Lagian kan kata kamu orek tempenya lebih enak di Ceu Mumun," kata Arshad.

Vica sibuk sendiri dengan kegiatannya, tapi ia menoleh dan malah bertanya, "Nasi uduk Ceu Mumun kan favorit kamu. Beli juga nggak?"

Pria itu—Arshad, terkekeh dengan senyuman yang sangat lebar di wajahnya, "Ciyeee mantan akuuuh perhatian banget," katanya.

Bugh!

Satu lemparan kertas Vica tunjukkan pada Arshad. Ia mencebikkan bibirnya. Menyesal sudah menanyakan hal tak berguna seperti tadi.

"Udah sana pulang!!"


*****


Arshad berjalan dengan ringan seraya cekikikan. Merasa bahagia karena telah membuat vica kesal luar biasa.

Ada seorang wanita paruh baya dengan gayanya yang... membuat Arshad bergidik, tengah celingukan ke dalam toko Vica.

"Cari apaan Bu?" tanyanya. Mendatangi Ibu-ibu yang memakai gelang di kedua tangannya, lalu cincin di jari tengah dan jari manis... di kedua tangannya, kemudian anting sebesar pegangan tas Ibunya Vica dan... kalung emas yang bandulnya lebih mirip dengan lembing dari pada sebuah liontin. Ugh, ngeri coy!

"Mas yang punya toko ini?" tanyanya.

Arshad mengerutkan keningnya. Sepertinya ibu-ibu ini bukan seorang pembeli.

"Urusan sama Ibu apa kalau saya yang punya toko ini?"

Wanita di hadapannya menatap Arshad tak menyangka, "Jawab saja lah Mas," ketusnya.

"Ya, ibu juga jawab aja. Kalau ibu mau beli, ya tinggal bilang aja mau beli kain gimana-gimana, sedangkan kalau ibu mau ambil barang juga tinggal bilang, nggak usah tanya saya yang punya toko apa bukan. Lagian Bu, tokonya buka jam sepuluh, sekarang baru jam sembilan."

"Oke. Saya mau ambil baju," katanya.

"Notanya mana Bu?" pintanya.

"Harus pake nota memangnya?" tanyanya.

Arshad hampir tertawa mendengar pertanyaan polos dari wanita menyeramkan di hadapannya, "Yah, ibu. Kalau nggak pake nota, nanti ternyata Ibu penipu gimana? jangan salah. Jahit baju di sini mahal, kainnya juga mahal. Bisa sampe jutaan, kalau ibu jual ratusan ribu juga lumayan kan?"

Wanita di hadapannya tak terima. Ia terlihat kesal dan akhirnya mengambil ponsel untuk menunjukkan sebuah foto kepadanya.

"Nih, mantu saya. Dia model terkenal, sekali dapet job uangnya jutaan. Harusnya toko ini bersyukur, udah bisa dapet order dari mantu saya yang terkenal ini. Dia pasti mendongkrak penjualan kan."

Arshad benar-benar tidak suka dengan Ibu-ibu model begini. Jauh berbeda dengan Ibu mertuanya yang menjadi Ibu terfavoritnya di dunia!

Baiklah, pamer dibalas pamer.

Arshad meraih ponselnya dan mencari-cari sebuah foto lalu menunjukkannya pada wanita di hadapannya, "Toko ini juga terkenal bu. Nih, Ibu saya. Difoto sama Dian Sastro, sama Rossa, sama Agnes Monica, sama Raffi Nagita, sama Ike Nurjannah, dan banyak lagi artis yang pernah jahit baju di sini. Kalau saya Go Internasional bu, Kim Kadarshian aja bisa jadi jahit baju di sini. Ibu nggak usah sombong, di atas langit masih ada langit."

Mati lo bu! Wleee! Batin Arshad.

Wanita paruh baya di hadapannya semakin kesal. Ia menatap Arshad dengan tajam, bahkan bola matanya hampir melompat keluar.

"Silakan bawa nota, dan kami akan berikan barangnya," ucapnya dengan ramah.

Suaranya memang ramah, tapi ekspresi wajahnya tidak sehingga wanita paruh baya di hadapannya mengepalkan tangan dan berbalik, berjalan dengan kesal meninggalkan Arshad seraya menghentakkan kakinya dengan keras.

Arshad kembali cekikikan. Huuu, enak saja! Buaya sepertinya kok dikadalin!

Pria itu menoleh ke belakang. Beruntung, Vica masih sarapan di dalam sehingga ia tidak tahu ribut-ribut kecil yang terjadi di luar sini.


*****


Suasana toko siang ini ramai sekali. Satu bulan lagi, salah satu perguruan tinggi akan mengadakan wisuda, dan sudah ada lima orang yang Vica ukur untuk dibuatkan baju. Ia melihat-lihat daftar jahitan dan menghela napas, banyak juga PR nya. Dan sesulit-sulitnya menjahit adalah menjahit kain brokat. Bahkan sudah bertahun-tahun menjahit kain yang sama, tetap saja ada saat dimana Vica bisa merasakan kesulitan.

"Vic. Ada yang nyari lo." Adel muncul secara tiba-tiba. Vica mengerutkan keningnya dan bertanya, "Siapa?"

"Nggak tahu. Cowok. Katanya dia mau ngambil baju, tapi dia nggak punya notanya. Cuman, dia sempet dihubungi sama lo, jadi untuk konfirmasi pengambilannya, dia bisa konfirmasi dengan cara lo miskol dia, begitu sih katanya."

Kerutan di kening Vica semakin dalam, "Yang pesen baju, yang ambil baju, bukan satu. Gue mana inget," katanya.

"Ya udah makanya temuin aja."

Menghela napas, Vica menyimpan catatannya dan berjalan ke luar. Di meja kasir, ada seorang pria tinggi berkacamata yang sedang menunduk menatap ponselnya.

"Tuh orangnya," kata Adel yang menyusul Vica di belakangnya.

Vica menganggukkan kepala. Ia berjalan dan mulai bertanya, "Jadi gimana Mas?" katanya.

Pria itu mengangkat kepala. Ia tersenyum, namun keningnya mengkerut. Sedang Vica... wanita itu membelalakkan matanya, terkejut dengan apa yang dilihatnya.

Ia mengerjap, menatap lagi pria di hadapannya, kemudian bergumam, "D—D—Dimas?"



TBC



Haloooooo hahahahaha

Setealah lama banget. Seminggu menghilang akhirnya aku muncul dan memperkenalkan si pria satu lagi.

Arshad ini, dia tipe2 orang yang nyebelinnya RATA alias KE SEMUA ORANG wkwkwkwk

Kalau yang punya toko seribet dia, mending cari toko lain dah. Yang jauh juga ga masalah hahahahaha

Maaf ya seminggu kemarin jadwal aku padet banget, di kantor juga lagi banyak banget kerjaan, belum lagi anak-anakku yang butuh pengurusan ini itu dengan cepat HAHAHAHAHA

Iya, di kantor.. aku urusin anak. Semua orang minta ini dan itu sama aku, jadi kadang lagi ngurusin yang satu, yang satu minta tolong, nolongin yang satu, eh yang lain ngeribetin. Ya gitulah ya wkwkwk

Mas ganteng, karyawan di kantorku aja aku yang urusin. Kamu nggak mau gitu aku urusin? HAHAHAHAHAHA 

Cerita sedikit: aku pernah denger cerita dari sodara, kalau si A ini... ibu bapanya cerai, lalu ibunya pergi ninggalin dia sama adeknya, dan kalian tau? Si ibu ini ga pernah nengokin dia sama sekali. Kalaupun si A ini pengen ketemu, dia gaboleh nemuin. Kalau nekat nemuin ibunya, pasti dia dimarahin. Karena ibunya selalu bilang, kalau mau ketemu nanti aja, tunggu ibunya nemuin dia, tapi apa? setaun sekali kayaknya. Hadeuh... lika liku hidup di dunia beda beda ya buat orang-orang tuh. Semoga kuat ajalah kita menjalaninya ya! 

Okedeh sampe sini aja ya.

Selamat hari senin semoga bahagia.

Dahhh! Aku sayang kalian :*

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro