D U A P U L U H S A T U
Kamu, gejolak penuh harapan
Bila bersama-sama kamu
Terbayang selalu wajahmu
Waktu duduk bersama kamu
Aku jujur kepadamu
Aku cinta kamu
(Doel Sumbang Feat Nini Carlina – Kamu)
Bugh!
"BERISIK! Aing lagi sibuk WOY!"
Teriakan Gilang yang disertai dengan sebuah gulungan kertas yang terlempar ke gitar yang sedang Arshad mainkan membuat Arshad mendesis karena kesal.
"Biasa aja kali," gerutunya.
"Maneh kalau jadi aing bakal biasa aja Shad?" tanya Gilang penuh amarah.
Pria itu menatapnya penuh perhitungan, "Seminggu duduk di situ sambil teriak-teriak, nyanyi nggak jelas, gunjrang genjreng gitar, emangnya lo pikir nggak ganggu? Kerjaan gue banyak. Bantuin nggak, gangguin iya."
Arshad bangun dari posisinya yang semula tertidur seraya memainkan gitar. Ia menyimpan gitarnya lalu meraih ponselnya, "Lo mau pesen makan apa Lang?"
"Nah ini. Tiap gue marahin, lo bujuk pake makanan. GUE BUTUHNYA PARTNER KERJA. BUKAN MAKANAN!"
Arshad menatap Gilang seraya tertawa, "Ya cari lah, buka lowongan. Susah banget ya hidup jadi lo."
"Nggak mau Shad. lo ajalah udah yang partnerin gue, gimana?"
"Mbung," jawab Arshad.
Arg. Tuhan, kalau sampai satu tahun kedepan jawaban Arshad masih sama, Gilang bersumpah tak akan menerimanya lagi di kantornya begini! Biar saja Arshad hidup seperti gelandangan. Suruh siapa, dikasih pekerjaan malah tidak mau.
Tapi masalahnya, Arshad juga sudah kaya sih. Tidak bekerja pun uangnya banyak. Pria itu bahkan bisa membagi-bagikan uangnya setiap bulan secara Cuma-Cuma. Jadi buat apa juga dia kerja kan?
Lah, benar juga.
Tapi kan masalahnya, sayang juga sudah sekolah lama tapi ilmunya tidak terpakai, dan sayang juga dengan kemampuannya yang luar biasa itu. arsitek kan pekerjaan hebat, si Arshad malah memilih jadi gelandangan daripada jadi arsitek. Memang dasar gila!
"Ya udah kalau nggak mau, maneh diem aja. Main game atau apalah terserah asal jangan berisik. Sekali lagi lo genjreng-genjrengin gitar sambil nyanyi lagu Doel Sumbang, aing telpon Linda. Kasih tahu kalau maneh ada di sini."
Bukannya takut, Arshad malah meledeknya, "Telpon aja, toh gue juga mau pergi."
"Kemana?"
"Ada lah, yang jelas ke tempat orang yang bisa dengerin gue, nggak kayak lo yang hobinya maksa gue kerja."
"BACOT!" teriak Gilang dengan murka.
****
"Vicaaaaa."
Suara Ibunya membuat Vica terbangun. Ia mengucek mata dan melihat ke arah pintu dimana ibunya sedang menggendong keponakannya seraya memberinya makan.
"Kenapa Ma?"
"Kamu nggak akan ke toko lagi? Pesenan numpuk ih," kata Ibunya.
Vica menghela napas, ia berbalik dan memunggungi ibunya, "Lagi males," sahutnya.
"Males kok sampe seminggu begini sih. Malesnya keenakan banget."
"Bodo ah."
"Ya Allah, ini anak kayak anak gadis lagi ngambek banget sih. Ya udah kalau males ke toko, kamu bantuin Mama atuh, Randi kan mau syukuran, itu di luar kita semua repot banget masa kamu enak-enakan tiduran sih?"
Errrr, tidak masuk kerja, tapi harus berkumpul di tengah-tengah keluarganya bukan hal yang Vica inginkan. Oh Tuhan. Menyesal juga kan Vica masih libur sampai hari ini.
"Vicaaaa."
"Iya Mama, ya udah tunggu aja. Vica mau mandi dulu."
Tersenyum, Rina menatap anaknya dan berkata, "Ditunggu ya sayang."
"Hmmm," gumam Vica.
Wanita itu bangun dari tidurnya. Ia terduduk di atas ranjang dan menatap kosong ke hadapannya.
Vica meraih ponselnya yang berada di dalam laci kemudian menyalakannya.
Sejak pulang dari rumah Adel minggu lalu, Vica menyerahkan semua pekerjaannya pada Adel dan ia berkata akan berlibur sebentar. Berlibur apanya. Yang Vica lakukan adalah menghabiskan waktunya di atas ranjang seraya menonton banyaknya film dan membaca beberapa buku lalu sesekali ia menggambar pola sebuah baju, ya begitu saja, seperti apa yang Ibunya katakan, Vica bermalas-malasan. Habis bagaimana, ia membutuhkan kegiatan tak berguna ini sekarang.
Tak banyak pesan yang masuk ke ponselnya. Hanya ada Adel yang mengatakan bahwa banyak pesanan yang masuk, lalu operator yang menyampaikan bahwa paket internetnya hampir habis, dan ada banyak pesan masuk dari Aryan. Vica membacanya satu-satu, intinya sih tetap sama, Aryan menanyakan keadaannya.
Hmm, kalau dipikir-pikir, Vica tega juga sih. Tiba-tiba pergi dan membuat Aryan menunggu, tapi dia tidak membalas pesan Aryan satu pun. Padahal Vica tinggal bilang, 'Gapapa kok kak, maaf ya sibuk nih.' Sudah, Aryan tidak akan menghubunginya lagi dan ia tidak usah malu, tapi wanita memang makhluk yang senang membuat dirinya sendiri ribet.
"Bego sih emang," gumamnya pada diri sendiri.
Vica menggulir layar ponselnya, mencari-cari pesan lain yang mungkin akan ia dapatkan, tapi lama menggulir hingga pesan terbawah, tidak ada pesan lain yang masuk ke dalam ponselnya.
Ck. Vica ini kenapa sih? Bukannya dia sengaja tidak masuk ke toko untuk menghindari Arshad? Terus kenapa sekarang ia malah melihat kontak Arshad lama-lama dan berharap ada pesan masuk untuknya?
Berharap? Gila! Vica sudah sakit jiwa sepertinya. Diam di rumah tak membuatnya waras, malah membuat dirinya semakin parah.
"Gue mau kerja aja," gerutunya.
Sebelum pergi, Vica mengirimkan pesan pada Aryan.
Kak, aku ke toko ntar. See ya.
****
"Asik banget Yan. Lo baru makan setelah seminggu?"
Aryan menoleh pada Arshad yang kini duduk di hadapannya.
"Mau makan juga Shad?"
Arshad menggeleng, "Gue lagi males makan."
"Makanya lo terlihat kurus?"
Pria itu tergelak, "Anggep ajalah gue kayak cewek-cewek yang kepengen kurusin badan."
"Kalau itu mau lo. Tapi untuk kata cewek, nggak," canda Aryan.
Arshad terkekeh.
"Kaos lo bagus juga Shad," ucap Aryan membuka pembicaraan.
Arshad tersenyum dengan puas. Wajahnya terlihat sangat bangga, "Gue sangat senang bisa berbisnis sama lo. Sablonan lo bagus juga, gue cuman kasih kata-kata tapi finishing lo mantap."
"Kata-katanya lucu juga sih, kayak lirik lagu."
"Emang lirik lagu. 'Rindu aku rindu kamu jadi satu', itu lagunya Doel Sumbang," sahut Arshad.
"Serius?"
"Iya dong. Gue fans berat Doel Sumbang Yan."
"Mantap."
"Emang mantap kalau buat kita, tapi buat Dii katanya aneh. Dia suka ngetawain gue sih kalau gue udah nyanyi-nyanyi lagu Doel sumbang. Hadeuh, gue kok jadi kangen dia ya Yan. Hahaha, ini kali yang bikin gue males makan begini," ucapnya.
"Emangnya lo nggak ketemu?"
Arshad menggeleng, "Udah bener-bener berakhir kok. Gue juga udah bisa pergi dengan tenang."
"Hah? Pergi?"
Arshad mengangguk, "Mau pamitan Yan gue tuh ke sini. Tar sore mau pergi."
"Kemana?"
"Gue mau keliling dunia, hehehehe."
"Buset, mau liburan? Gue kira kemana."
Arshad tersenyum, namun senyum itu tak bertahan lama, hilang sekejap mata begitu ia selesai mengucapkan apa yang ingin ia ucapkan.
*****
"Vica jelly drink! Udah enakan?"
"VITA WOY!" teriak Vica seraya memukul lengan Adel. Sahabatnya itu tertawa, "Barusan tante Rina nelpon gue katanya gara-gara ada syukuran, lo jadinya pergi ke toko. Dasar. Lo lebih senang berbakti sama karyawan lo daripada sama orangtua lo ya," kata Adel.
Vica berdecak, "Males. Kalau syukuran semua orang kumpul, nanti mereka bahas-bahas gosip terkini. Hiii, nggak deh, mending gue pergi, biar mereka bisa puas gosipin gue."
"Baru kali ini Vic, gue mendengar ada bahan gosipan bersedia digosipin sama orang lain."
Vica tak menjawabnya. Ia malah berlalu untuk pergi ke meja kasir.
"Hanum, hanum... kamu QC in baju aku dong di dalem, biar pelanggan aku yang tanganin," kata Vica.
Sedang kalut itu, kita harus menyibukkan diri dan berinteraksi dengan banyak orang supaya lelah dan tinggal beristirahat begitu pulang ke rumah. Ya ampun, memang ya... kadang Vica bangga dengan dirinya sendiri yang bisa menjadi pribadi yang pemikirannya brilian seperti sekarang.
"Iya teh," jawab Hanum. Gadis itu masuk ke dalam sementara Vica mulai pindah ke depan.
"Teteh, cari kain apa?"
"Whoaaaaa! Daeeeeebak!"
bukannya menjawab pertanyaan Vica, dua orang di hadapannya malah berteriak kemudian saling tatap dan menatap Vica lalu berteriak lagi kegirangan.
"Ke—kenapa teeh?"
"TETEH IKONIC?" tanya satu orang berambut pendek.
"Hah? Ikonic apaan?"
"Ikonic, nama fans nya iKON teh, artis korea."
"Ooh, aku nggak tahu sih, hehe maaf ya."
"Kirain aku ikonic tahu teh, abis kaosnya pake lirik lagunya ikon."
Seketika Vica melihat kaos yang dipakainya—kaos pemberian Arshad yang memang ada tulisan hangul yang tak Vica mengerti. Kebetulan sih Vica kehabisan kaos, makanya ia memakai kaos ini sekarang, tapi Vica kira tulisannya memang hanya sekedar sablonan biasa yang tak ada artinya. Ternyata ini lirik lagu ya?
"Emang lirik lagunya gimana? Ini kan Bahasa korea ya? Kamu bisa baca?"
Seorang gadis di hadapannya mengangguk. Ia menunjuk sablonan di hadapannya kemudian membacanya pelan-pelan, "Jukdorok saranghaessgeonman kkeutnae na jukji anhassne."
Vica malah mengerutkan keningnya, "Artinya apaan?"
"Artinya, aku mencintai kamu sampai mati tapi pada akhirnya aku nggak mati-mati. Gitu lah teh. Jadi, ini tuh lagu tentang perpisahan gitu, nah kata si cowoknya teh kan dia teh cinta sama ceweknya sampe mati, tapi pas pisah, kenapa dia nggak mati-mati. Gila sih, emang dalem banget artinya."
DEG!
Gadis itu menjelaskannya baik-baik, dengan penuh semangat karena lagu yang diceritakannya adalah lagu dari idolanya. Tapi ekspresinya berbanding terbalik dengan ekspresi Vica yang sekarang malah terdiam.
"A—aku boleh tahu judul lagunya?" tanya Vica begitu saja.
*****
I didn't mean to create memories to be left with pain
I didn't just love you to break up with you
Goodbye
As we part towards the rough path
After you leave me,
I hope you only walk on the path with flowers
Living in past memories
Is a helpless sense of loneliness
To be forgotten from those memories
Is more painstaking than any other brutal moment
I've loved you to death
But in the end I did not die
(iKON – Goodbye Road)
Vica tercekat. Ia menatap layar ponselnya dengan mata yang berkaca-kaca. Sekarang ia mengangkat kaosnya dan melihat barisan kata yang terdapat di sana. Kata pembeli tadi, bagian yang ada di kaos Vica adalah bagian terakhir yang barusan Vica baca.
Sebentar. Vica tidak bisa setuju begitu saja. Ia harus menyamakannya.
Mengetikkan kata kunci untuk mencari lirik aslinya yang ditulis dalam Bahasa Korea, Vica memeriksanya dengan seksama, ia menyamakan bentuk hurufnya, berkali-kali sampai ia bisa melihat perbedaannya. Tetapi rupanya.
Benar.
Barisan kata yang berada di kaos pemberian Arshad benar.
"Aku mencintaimu sampai mati, tetapi pada akhirnya aku tidak mati."
Vica menelan ludah. Ia teringat sesuatu. Wanita itu berkutat lagi dengan ponselnya, mencari-cari pesan Arshad dan membacanya berulang kali.
Ada angka yang pernah Arshad kirimkan dan tak Vica pahami.
6, 8, 12.
Cepat-cepat Vica mencarinya di internet, dan hasil yang keluar membuat pupil matanya bergetar.
Brian Mcknight – 6, 8, 12
Lirik lagu juga.
Sial, kenapa Arshad bermain dengan lirik lagu begini sih? Pria itu benar-benar tak punya pekerjaan?
Jadi maksudnya apa? Yang satu mengatakan kalau dia mencintai sampai mati tapi tak mati-mati sementara yang satu lagi—iya, Vica menghitung waktunya tepat ketika Arshad mengirimkan pesan itu dan... dan memang enam bulan dari Arshad mengirim pesan itu adalah saat mereka berpisah.
Arshad ini apa-apaan sih!
Do you ever ask about me?
Do your friends still tell you what to do?
Every time the phone rings,
Do you wish it was me calling you?
Do you still feel the same?
Or has time put out the flame?
I miss you
Is everything okay?
INI MAKSUDNYA APA?!
Vica menatap ponselnya kemudian tanpa sengaja ia malah membasahi layar ponselnya karena menangis. Sial! Air mata bodoh! Air mata tak tahu diri!
Kalau sudah begini caranya, Vica harus segera menghubungi Arshad.
Tapi sudah lima belas menit Vica mencoba menelpon nomornya, hasilnya tetap sama. Jawaban yang Vica dapatkan adalah suara seorang operator.
Nomor yang anda hubungi sedang tidak aktif.
Mati saja Vica... mati saja!
****
"Kania... saya seneng banget kamu bisa bales chat saya dan bilang hari ini mau ke toko."
Janji tetaplah janji. Sekalipun Vica berpikir untuk tidak menemui Aryan, tetap saja... pria itu tidak tahu apa-apa. Kenapa dia harus kena dampak dari apa yang Vica rasakan? Tidak adil juga baginya. Tapi sesungguhnya, Vica ingin lari dari sini dan pergi mencari Arshad untuk menuntut penjelasan. Oh Tuhan, semoga pertemuannya dengan Aryan kali ini tak menghabiskan waktu yang lama.
Gila ya, ada saat dimana Vica tak suka juga pertemuannya dengan Aryan berlangsung lama. Padahal sebelumnya ia selalu membuat dirinya berlama-lama dengan Aryan.
Vica tersenyum tipis, "Maaf ya Kak, kemarin aku sibuk," sahutnya.
Aryan tersenyum manis, "Nggak apa-apa Kania, saya bisa maklum kok. Cuman kemarin memang khawatir aja karena kamu nggak bisa dihubungi begitu Mama saya—yah, gitu deh," katanya.
"Sampaikan makasih ya kak, sama Mama kakak. Karena beliau aku sadar."
Aryan mengerutkan keningnya, "Sadar kenapa?"
Vica tersenyum sendu, "Sadar tempat aku dimana, hehehe."
"Maksud kamu apa? Kok saya nggak ngerti."
Vica menatap Aryan dalam-dalam. Ia melihat wajah pria yang membuatnya menggebu-gebu di masa sekolahnya. Benar, dulu rasanya memang menggebu-gebu, tetapi kini ketika Vica melihatnya..
Rasanya ia menyadari bahwa kemarin-kemarin Vica sudah memaksakan diri untuk membuat dirinya masih merasakan hal yang sama; menggebu-gebu karena Aryan.
"Aku mencintaimu sampai mati, tetapi pada akhirnya aku tidak mati."
Di saat seperti ini, kalimat itu malah muncul dalam benaknya dan mengacaukan jalan pikirannya. Oh Tuhan, terlalu banyak yang harus Vica akui hari ini, dan tidak bisakah ia melewatkannya saja? Bahkan memikirkannya saja membuat Vica lelah.
"Kania?"
Sebuah genggaman Vica dapatkan di tangannya. Wow! Vica yang kemarin-kemarin pasti sangat menikmati momen ini, berbeda dengan Vica hari ini.
Wanita itu mengangkat kepala dan menatap Aryan baik-baik.
"Kamu ada masalah? Kenapa?" tanyanya.
Vica malah menghela napasnya.
"Benar ya? Ada masalah?"
"Ada satu hal yang harus aku kasih tahu ke kakak," katanya tiba-tiba.
"Apa?"
"Sebenernya, aku—"
PLAK!
Dalam sekejap mata, ucapannya terhenti karena sebuah tamparan yang mendarat di wajahnya begitu saja.
TBC
TAMPARLAH AAAKU SEPUAS HATIIIIMUUUU, ATAU BILAKAU PERLUUUU... BUNUHLAH AAAKUUU~ WKWKWKWK
Siapa kira-kira yang menampar Vica? Enak banget ya main tampar begitu.
Duh, emang ya selain selalu mempromosikan makanan dan sebuah tempat yang aku kunjungi, aku senang mempromosikan lagu yang aku suka juga hahahaha
Lapak ini udah sering dilanda lagu dangdut sama korea dan hari ini kukasih lagu korea juga wkwkwk
Gak usah denger lagunya, baca arti liriknya juga udah makjleb banget. Tapi kalau denger lagunya juga boleh kan mayan yah kena racun ayang-ayangku wkwkwkwk
Kayaknya pertama kali nih bawa lagu selain lagu Suju dan lagu Ost ya wkwkwk
Jadi sebenernya part ini adalah sambungan part 20 yang tadi tuh kepanjangan jadi aku cut dulu aja. Ga sabar banget pengen post tapi aku tahan untuk nggak coba post di hari yang sama Biar selang ke part selanjutnya gak lama kayak kemarin gitu loh.
Buat lagu om Doel sumbang, aku lebih suka yang sundanya sebenernya, judulnya AI, dan ada lirik yang mantep, bagian 'SEP OYAG OYAGAN KU AI' oyag-oyagan: semacam bergetar.
DUH MAU ATUH BIKIN SESEORANG OYAG-OYAGAN HAHAHAHA
PART Kemarin pada mempermasalahkan Adel ya, kesel karena dia gamau jadi mediator wkwkwkwk tau dah si adel ini temen apa temen deh kok diem aja kek batu sungai hahahaha
Ini btw sekitar 4 part lagi menuju END HAHAHAHA
HAYO BAGAIMANA KIRA KIRA ENDINGNYA?
APAKAH ARSHAD MATI?
VICA KAWIN? ATAU VICA MATI?
ATAU APAKAH ARSHAD NIKAH SAMA ADEL LALU VICA MATI?
ATAU VICA NIKAH SAMA GILANG KARENA ISTRI GILANG DIBUNUH LINDA YANG DENDAM? *da real plot twist ga sih hahahahaha*
Segitu aja ya part ini. kemarin mau ngetik klimaksnya banget tapi aku lebih cinta jam pulang dari pada lanjut nulis kwkw ngetik di kantor kemarin tuh dan keburu jam 5 jadi buru2 balik aja hahaha
Selamat hari minggu! Aku udah bangun jam segini karenaaaa mau pergi melihat yang ijo ijo karena kalau melihat kamu malah sakit rasanya wkwkwkwk
Dah...
AKU SAYANG KALIAN :*
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro