TUJUH
•Odiodidi•
©Elsy Jessy
"Eh, kalian tau nggak, Santi kelas sebelah, yang orangnya tinggi itu, jadi viral, loh." Suara Mega si ketua kelas memecah keheningan setelah ulangan Ekonomi.
"Ah masa, sih?" timpal Icha.
"Serius, Cha. Coba aja cek di internet. Beritanya jadi trending,"
"Dia menang di Kejuaraan Dunia Atletik U-20 di Finlandia kemaren," sambungnya lagi.
"Wah, hebat. Sekolah kita pasti bangga banget, tuh," Lala ikutan nimbrung.
Odi dan Rani yang sedari tadi diam ikut mendengarkan obrolan itu dari bangku mereka.
"Mendadak viral," komentar Rani.
Mendengar komentar Rani, Odi jadi punya ide. Salah satu cara bisa tenar, selain ikut OSN adalah dengan ikut ekskul olahraga.
"Ran, menurut lo kalo gue ikut ekskul olahraga, oke nggak?" Odi antusias.
Rani mengerutkan pelipis. "Lo mau masuk ekskul olahraga biar jadi viral?"
"Gue saranin mendingan nggak usah deh, Di," Rani menatap Odi.
"Kenapa? Gue bisa main badminton, kok. Gue pasti lolos masuk ekskul itu." Odi menyakinkan.
Rani meragukan Odi. "Yakin lo bisa? Gue nggak pernah liat tuh lo main badminton."
"Dulu kalo hari libur gue sama Bang Ger selalu main badminton. Kalo lo nggak percaya, tanya aja sama Bang Ger." Odi tetap bersikeras.
"Dulu? Kapan?" tanya Rani lagi.
Ragu-ragu Odi menjawab, "I-iya dulu waktu SD, sih."
Odi meringis dan menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Tapi gue beneran bisa, kok. Beneran," lanjutnya.
Rani menghela napas. Lalu berkata, "Ya udah terserah lo, Di."
"Eh, bentar dulu. Tapi emang ada ekskul bulutangkis di sekolah kita?" lanjut Rani lagi.
Odi menggeleng. "Gue nggak tau. Tapi masa nggak ada, sih?"
"Soalnya pas demo ekskul gue nggak liat tuh ekskul bulutangkis."
"Bener juga. Ntar coba gue tanya sama Bang Ger aja."
***
Seperti biasa Odi pulang dengan Gery. Tapi kali ini Odi menunggu Gery di halte dekat sekolah. Sudah hampir satu jam dia menunggu tapi Gery belum muncul juga. Odi mencoba menghubungi Gery namun ponselnya tidak aktif. Padahal perut Odi sudah memanggil-manggil minta diisi.
Akhirnya Gery datang juga dari arah yang berlawanan.
"Kemana aja lo, Bang? Mana panas banget lagi," semprot Odi.
Dengan tampang memelas Gery berkata, "Sorry, Di. Tadi nganterin temen gue dulu."
"Gue sampe lumutan nih nungguin lo," gerutu Odi.
"Iya, sorry. Yuk, pulang." Gery menyerahkan helm pada Odi.
Odi memakai helm kemudian naik ke skuter Gery. "Buruan jalan, Bang."
"Iya, Bawel." Gery menghidupkan mesin motornya.
Selama perjalanan, mereka hanya diam.
"Bang," panggil Odi memecah keheningan.
Gery menengok ke arah spion. "Lo mau mampir kemana?"
"Nggak, Bang," tolak Odi.
"Terus? Lo laper? Mau mampir KFC dulu?"
"Iya. Eh, tapi bukan itu."
"Iya udah kalo nggak mau ke KFC ke McD aja."
Odi geregetan. "Ih, bukan, Bang," serunya.
Gery menarik rem, meminggirkan skuternya. Kemudian menoleh ke belakang. "Terus lo maunya apa?"
"Gue cuma mau tanya. Di sekolah kita ada ekskul badminton nggak?"
"Ya elah, Di. Kirain apaan." Gery melajukan vespanya lagi.
"Kok nggak dijawab, sih. Ada nggak?"
"Ada. Tapi tu ekskul underrate."
"Maksudnya?"
"Peminatnya dikit."
"Berarti peluang masuknya gede, dong."
"Emang kenapa? Lo minat?"
"Iya, Bang. Gue kan belum ikut ekskul apa-apa."
Akhirnya vespa Gerry sampai di depan gerbang rumah Odi. "Iya udah, besok pulang sekolah gue anterin ke ruang ekskulnya."
"Yes. Makasih, Bang." Odi turun dari motor dengan senyum merekah.
"Eh, apaan tuh senyum-senyum. Jangan-jangan ada udang dibalik bakwan," goda Gery.
"Su'uzon aja lu, Bang. Udah balik, gih. Makasih, ya." Odi berbalik hendak membuka gerbang.
"Eh, tunggu dulu."
"Apaan lagi, Bang?"
"Itu helm jangan lupa."
Odi meraba kepalanya sambil meringis. "Hehe, sorry, Bang. Buru-buru udah laper soalnya." Odi mencopot kemudian menyerahkan helm cokelat pada Gery. "Makasih ya, Bang."
"Iya, udah masuk sana."
***
Ponsel Odi berdering. Layarnya tertulis 'Rani'. Odi yang baru saja keluar dari kamar mandi segera mengangkat panggilan itu.
"Hallo, Ran."
"Hallo, Di. Gue udah dapet info tentang ekskul bulutangkis. Kata Bima temen PMR gue, ekskul itu emang ada. Tapi ya gitu, deh."
Odi mengeringkan rambutnya dengan handuk. "Gitu gimana?"
"Iya gitu. Anggotanya keluar massal."
Odi melampirkan handuk di leher. "Lho, kenapa? Kok pada keluar?"
"Gue juga nggak tau, Di. Ketuanya resek kali, hehe."
"Iya bisa jadi, sih. Soalnya tadi siang pas gue tanya Bang Ger, ekskul badminton emang underrate."
"Nah, kan. Mendingan lo nggak usah masuk ekskul itu, deh. Ikut PMR aja sama gue. Banyak kakel ganteng, lho."
"Nggak, ah. PMR ribet. Fokus gue bukan ke cogan, Ran."
"Iya-iya. Lo kan udah mentok ke Kak Rio."
"Nah, itu tau."
"By the way, lo sibuk nggak?"
Odi mengubah settingan ponsel menjadi loudspricker. Lalu menaruhnya di meja rias. Gadis itu membersihkan wajahnya kemudian mengaplikasikan krim malam sebelum tidur. "Nggak. Emang kenapa?"
"Gue mau curhat, nih."
"Ya udah cerita aja, gue dengerin kok."
"Gue akhir-akhir ini sering liat bokap sedih terus. Gue jadi kasian. Tapi tiap gue tanyain, dia malah ngalihin pembicaraan."
"Kangen nyokap lo kali."
"Iya mungkin. Gue nggak tega liat bokap gitu terus. Gue sempet mikir, mau nyariin pacar buat bokap."
"Emang lo udah iklas kalo bokap nikah lagi?"
"Iya sebenernya iklas nggak iklas, sih. Tapi dari pada bokap kesepian terus. Gue nggak mau menghalangi kebahagiaan bokap. Gue yakin nyokap juga pasti ngertiin."
"Iya juga, sih."
Terdengar suara nenek memanggil. "Iya, Nek."
"Eh, Ran. Bentar, ya. Nenek manggil. Ntar gue telepon balik, deh. Bye."
Odi menutup panggilan, meninggalkan ponselnya di atas kasur. Kemudian menghampiri nenek di ruang makan.
Nenek sudah menunggu di meja makan. "Makan dulu, Di. Nih, nenek tadi dapet kiriman sambal goreng ati dari Bu Wita."
"Wah, kayaknya enak, nih. Tapi emang masakan bunda selalu enak, sih. Hehe."
Odi segera mengambil nasi yang masih mengepul dari dalam magicom. Menyendokan lauk pada piring dan menambahkan beberapa kerupuk udang. Kemudian duduk, bersiap menyantap hidangannya. "Tadi yang nganterin Bang Gery, Nek?"
Nenek mengangguk sembari melanjutkan makan.
"Tumben nggak mampir dulu," ujar Odi sambil mengunyah makanannya.
"Katanya lagi banyak tugas."
"Ah, alasan aja tuh, Nek. Akhir-akhir ini Bang Gery tuh beda, suka ninggalin Odi," adu Odi pada nenek.
"Mungkin Gery udah punya pacar."
Seketika ekspresi wajah Odi berubah masam. "Nggak boleh. Bang Gery nggak boleh punya cewek."
"Lho, kenapa?"
"Iya, nggak boleh aja. Pokoknya Bang Gery harus sama Odi terus. Lagian kayaknya ngga ada yang mau sama Bang Gery. Dia kan cupu."
"Cie, cemburu, ya," goda nenek.
"Ih, nggak, Nek. Odi nggak mau aja kejadian kayak waktu itu terulang lagi."
Bersambung...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro