TIGA BELAS
•Odiodidi•
©Elsy Jessy
Baru saja Odi dan Gery tiba di sekolah, Odi merasa seperti makhluk asing yang baru datang ke bumi. Semua orang memperhatikannya kemudian berbisik-bisik. Ada apa lagi ini? Odi benar-benar tak tahu.
Odi melirik Gery. "Bang, ada yang aneh di wajah gue, ya?"
Gery memperhatikan wajah Odi dengan seksama. "Nggak. Nggak ada yang aneh."
"Kok, anak-anak pada liatin gue, sih?"
Gery mengendikkan bahu. "Nggak tahu. Cuma perasaan lo aja kali."
"Beneran. Dari tadi tuh anak-anak pada liatin gue. Gue berasa aneh, deh."
"Baru nyadar lo aneh?" Gery tergelak.
Odi memukul lengan Gery. "Ih, apaan sih, Bang. Serius, nih."
"Iya-iya. Nggak ada yang aneh, kok. Beneran. Lo kayak biasa."
"Seriusan? Kok, ngeliat tampang lo gini, gue jadi nggak percaya, sih."
Lagi, Gery terkekeh. "Seriusan. Udah, ah, sana. Buruan masuk kelas."
"Ya udah, Bang. Gue duluan, ya." Odi meninggalkan Gery dan bergegas menuju kelas tak mempedulikan tatapan-tatapan orang di sekitar.
Setelah Odi sampai kelasnya, keadaan langsung jadi heboh. Odi buru-buru ke bangkunya dan bertanya pada Rani.
"Pada kenapa sih, Ran?"
"Gue tebak lo nggak ngecek akun youtube lo, kan?"
Odi menggeleng. "Nggak. Emang kenapa? Ada apa di youtube gue?"
"Konten mukbang challenge lo masuk tranding youtube semalem."
Odi terkejut. "Hah? Yang bener? Coba gue cek." Dia segera mengeluarkan ponsel di dalam saku. "Wah, bener. Viewers gue udah hampir empat belas ribu. Gila, banyak banget, dan subscribernya hamper sepuluh ribu." Odi masih tak percaya.
"Lo tenar dalam semalam, Di. Lo harus berterima kasih sama Bang Gery. Karena usul dia, nasi padang sama es boba yang dia kasih kemaren, lo jadi beneran populer sekarang."
Benar juga. Odi berniat mentraktir Gery. "Iya, nih. Gue traktir, ah. Sebagai ucapan terima kasih."
Berkat Gery dia bisa populer secara instan. Gery jugalah yang mengajarinya teknik pengambilan gambar agar lebih menarik. Mungkin nanti jam istirahat atau pulang sekolah Odi akan mentraktirnya.
"Gue nggak nyangka ternyata lo berhasil."
"Iya, Ran. Gue awalnya pesimis. Jadi, setelah lo pulang, gue biarin aja. Eh, ternyata malah berhasil." Odi tak dapat menutupi rasa bahagianya.
Tiba-tiba Mega, Lala dan Icha temen sekelas Odi, menghampiri bangkunya. Odi dan Rani heran. Tumben, teman-temannya itu menghampiri meja mereka.
Mega si ketua kelas memulai pembicaraan. "Lo beneran makan sebanyak itu, Di?"
Walaupun dengan sedikit canggung, Odi mengangguk.
"Demi apa? Gila, lo hebat banget." Lala antusias. "Perut lo nggak apa-apa, tuh?"
"Nggak apa-apa, kok. Tenang aja. Gue udah biasa."
Kini giliran Icha. "Lo beneran habisin dalam waktu secepet itu, Di?"
Odi mengangguk kepala lagi. Kemudian menjawab mantap. "Iya."
Icha lagi-lagi meragukan jawaban Odi."Bukan editan?"
"Bukan, lah. Jelas-jelas itu nggak ada rekayasa," sanggah Rani cepat.
Lala berceloteh masih sedikit tercengang dan berkomentar menggunakan bahasa Korea. "Jinjja?" (Serius?)
"Iya!" tegas Odi.
Lala seketika merespons. "Wow, Daebak!" (Wow, luar biasa).
"Gue aja yang liat langsung kaget, tapi emang nyatanya Odi ngehabisin itu semua," timpal Rani.
Mereka bertiga saling berpandangan.
"Terserah, sih, kalo kalian nggak percaya, tapi gue emang makan banyak kalo gue lagi galau." Odi meringis.
"Gue bukan nggak percaya sama lo, tapi kurang meyakinkan aja. Badan lo kurus, cuma pipi lo aja yang tembem. Tapi untuk makan porsi segitu, itu bener-bener mustahil. Lo bisa buktiin ke gue?" Mega memberi tantangan. "Gimana?"
"Ya elah, itu video udah jadi buktinya, kali." Rani membela Odi.
"Nggak, gue mau liat langsung!" seru Icha.
"Oke, nggak masalah. Lo mau kapan? Gue siap kapan pun," jawab Odi santai.
"Gimana kalau besok sepulang sekolah di rumah gue?" tawar Mega.
"Boleh. Siapa takut. Lo atur aja. Gue siap, kok."
"Oke. Gue bakal siapin makanan yang enak dan banyak."
***
Sebelum bel pulang sekolah berbunyi, Dava sudah menunggu di depan kelas Odi. Entah memang jam kosong atau laki-laki itu memang sengaja membolos atau melarikan diri dari kelas. Dava buru-buru menarik lengan Odi setelah keluar kelas dan menyeretnya ke tempat parkir. Odi yang terkejut mengikuti perintah Dava.
Odi bingung. "Eeeeh, mau ngapain lo? Pake nyeret-nyeret gue segala," protesnya.
Dava menunjukkan senyum kotak ciri khasnya. "Nih, buat lo." Lalu menyerahkan kantong plastik putih pada Odi.
"Apaan, nih?" Odi melihat Dava kemudian membuka kantong plastik itu. Isinya tiga bungkus batagor. Odi tersenyum. "Thanks."
"Makan yang banyak, ya." Dava menepuk bahu Odi.
Odi mendengus. "Lo nyindir gue, ya?"
"Sensi banget, sih. Lagian makan banyak sah-sah aja, kali. Nggak ada yang ngelarang. Santai aja."
"Jadi, lo ngeledek?"
"Nggak. Ih, suuzon banget, sih. Ini tuh bentuk apresiasi gue ke lo, soalnya tadi malem gue nonton video lo. Di situ lo bener-bener keren." Dava menunjukkan jempolnya.
"Yuk, pulang bareng gue aja," ajak Dava sambil menarik tangan Odi menuju motornya.
Tiba-tiba belum sempat Odi menjawab, tangan Dava sudah dicegah. Bukan Odi melainkan tangan orang lain. Dava melihat siapa yang mencegah tangannya. Ternyata itu Gery. "Odi balik sama gue," kata Gery penuh penekanan.
Dava melepas tangan Odi. "Eh, Gery. Lo mau pulang bareng Odi juga?"
"Tiap hari gue pulang bareng Odi." Gery mengambil alih tangan Odi.
"Oke deh, gue cabut dulu, ya." Dava langsung kabur.
Gery tersenyum.
"Lah, main kabur aja tuh orang." Odi beralih menatap Gery. "Eh, lo kenapa, Bang? Senyum-senyum nggak jelas gitu."
"Gue lebih suka lo sama si kupret itu dari pada sama Rio. Gue dukung, deh."
"Hah? Ih, apaan, sih, Bang. Amit-amit jabang bayi gue sama dia. Mending gue jomlo seumur hidup, deh."
"Eits, nggak boleh ngomong gitu. Kata orang dulu pamali. Ntar malah lo jadi jodoh sama si kupret." Gery tertawa.
"Ih, hari gini masih percaya kayak gituan. Gue nggak percaya sama hal-hal begituan."
"Ni anak dibilangin nggak percayaan, sih. Ya terserah lo, sih, mau percaya atau nggak."
Odi mendengus. "Udah, yuk buruan balik," ajaknya sambil menggandeng lengan Gery.
"Yuk, tapi bagi ya batagornya." Gery mencoba meraih kantong plastik yang dibawa Odi.
Dengan cepat Odi menjauhkannya dari tangan Gery. "Yee, enak aja. Nggak boleh. Beli sendiri, dong."
"Lah, pelit amat lo. Gue sumpahin kuburan lo sempit," cibir laki-laki itu.
"Tega banget lo, Bang. Gue sumpahin lo nggak dapet cewek!" Odi memukul-mukul kecil badan Gery bermaksud hanya untuk bercanda.
"Lo jahat banget, sih. Lagian kalo gue nggak laku-laku kan masih ada lo." Gery lagi-lagi terkekeh dengan omongannya sendiri. Rasanya sudah lama dia tak bergurau macam ini dengan Odi.
Odi malah mengelitik perut Gery.
"Iya-iya, sorry. Berhenti, Di. Geli!" Gery sedikit berteriak sambil terus tergelak.
Odi berhenti. "Gitu aja udah nyerah. Dasar lemah," ejeknya.
Gery hanya meringis sambil memakai helm kemudian memberikan helm yang lain pada Odi. "Nih, pake. Buruan naik."
Bersambung...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro