Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

SATU

•Odiodidi•
©Elsy Jessy

Peluh yang menetes jelas menunjukkan betapa keras Odi berusaha menampilkan yang terbaik. Sunggingan senyum terus menghiasi wajah di sepanjang tariannya. Gerakannya begitu dinamis. Selaras dengan alunan melodi musik.

Hentakkan terakhir menandakan klimaks pertunjukkan. Ditutup dengan membukukkan badan sebagai tanda penghormatan. Gemuruh tepuk tangan penonton memenuhi ruangan. Senyum sumringah mengembang dari wajah mereka. Lihat, bahkan ada beberapa orang yang mengambil gambar. Mengabadikan momen spektakuler ini di ponsel mereka. Tak dapat dipungkiri, tarian dan nyanyian itu seperti mempunyai nilai magis. Semua terhipnotis.

'Buk'

Suara pukulan ke lengan yang dilayangkan Rani mengagetkannya. Lamunan Odi membuyar. Buru-buru mengusap sudut bibir dengan punggung tangannya. Siapa tahu ada liur yang keluar sewaktu melamun.

Iya, itu cuma angan-angan Odi di jam mata pelajaran Sejarah. Bermimpi jadi idol belakangan ini sering Odi lakukan, sejak Rani -teman sebangkunya menjejalkan video K-Pop padanya. Ingat, itu cuma fantasinya saja. Karena pada kenyataannya, Odi tidak pandai bernyanyi atau menari. Suaranya sumbang. Bahkan gerakan Odi sangat kaku saat menggoyangkan badan. Ia tertawa kecil, mengingat betapa lucunya saat menari di depan cermin kamar.

Mata tajam Bu Endang -guru sejarah menangkap basah pergerakannya.

"Maudi Wulandari! Ada yang lucu dari penjelasan saya barusan?" selidik Bu Endang.

"Eng-nggak, Bu. Saya cuma mau buang air kecil. Minta izin ke toilet," balas Odi sekenanya.

"Cepat keluar! Saya tidak ingin melihat kamu ngompol di sini." Perkataan Bu Endang memancing tawa seisi kelas.

Odi beranjak dari bangku, bergegas keluar kelas. Memalukan. Meratapi kebodohannya melamun di tengah mata pelajaran si guru killer itu. Mungkin benar, dia memang harus ke kamar kecil. Otaknya perlu dicuci.

Saat perjalanan menuju ke sana, tak sengaja Odi melihat Rio di lapangan basket. Mengenakan seragam olahraga penuh keringat pun Rio tetap terlihat menawan. Dengan ally-ops dari salah seorang rekan se-timnya, Rio langsung melakukan slam dunk, dan bola masuk ke keranjang. Seketika Odi memberi tepukan. Ah, andai seorang Mario Novandana mau jadi pacarnya. Odi yang malas ini, mungkin rela bolos dan dihukum guru lari dua puluh satu kali putaran mengitari sekolah hanya demi menonton jam mata pelajaran olahraga kelas laki-laki itu. Tapi mustahil. Rio tak mengenalnya, bahkan menatapnya pun tak pernah. Bagaimana mungkin Rio jadi pacarnya? Dasar pemimpi!

Sempat terbuai dengan permainan basket idolanya, Odi akhirnya tersadar kemudian melanjutkan perjalanan. Di sepanjang koridor, senyum gadis itu terus mengembang mengingat pesona Rio tadi di lapangan. "Kak Rio ganteng banget, sih."

Betapa beruntungnya gadis yang menjadi kekasihnya kelak. Dia pikir Rio pasti akan mencintai gadis istimewa itu dengan sepenuh hati. Jika Odi yang menjadi gadis itu, pasti dia akan menjadi perempuan paling bahagia di dunia. Lagi-lagi Odi berkhayal yang tidak-tidak.

Sampai di toilet wanita, Odi mendekati wastafel hendak mencuci muka. Namun, perhatiannya teralih ke arah lain. Di sebelahnya ada Nabella Agustin, Sang Queen Bee sekolah. Bella sedang menelepon sambil memoleskan lip balm di bibir tipisnya. Odi melirik dari pantulan cermin besar yang terbentang di hadapannya. Dia memperhatikan dari ujung kaki hingga kepala. Bukan ingin menguping pembicaraan Bella dengan lawan bicaranya, tapi Odi sedang mengagumi kecantikan Bella yang sempurna bak artis Korea.

Kulit dan rambut panjangnya pun terlihat terawat dan wangi. Benar kata Rani tempo hari, Bella dilihat dari dekat mirip Karina leader girl group Aespa, idol favoritnya. Rani bilang followers di Instagram dan Tiktoknya hampir tiga juta. Influencer, Rani menyebutnya. Dia bahkan sering mendapatkan berbagai macam tawaran endorse dan membintangi beberapa judul sinetron dan webseries. Bella memang sempurna. Wajar saja jika populer di dunia maya mau pun nyata. Sedangkan Odi? Ya Tuhan, sepertinya gadis berambut pendek sebahu ini sudah mulai kehilangan akal sehat, berani sekali membandingkan diri dengan Bella yang jelas-jelas jauh di atasnya.

Bella mengakhiri panggilan telepon, kemudian menatap sinis gadis di sampingnya. "Heh, ngapain lo liatin gue!" bentak Bella.

Odi salah tingkah karena tertangkap basah. "Eh, maaf, Kak. Soalnya kakak cantik banget," ucapnya jujur.

Mimik wajah Bella seketika berubah masam. Ini sering terjadi padanya jika berada di tempat umum. Sungguh, dia merasa tak nyaman. Bella bukan tak suka dipuji, namun seseorang yang ada di dekatnya ini memang bertingkah aneh. Sedari tadi hanya memperhatikannya berdandan dan menerima panggilan telepon.

"Kenapa? Lo iri sama gue? Mau ngikutin gaya gue? Atau jangan-jangan lo kepo sama gue?" Tuduhan-tuduhan itu yang keluar dari bibir gadis berdarah Manado-Sunda itu.

Diam. Odi mengunci bibir rapat-rapat, tak mau memperpanjang masalah. Dia hanya menunduk memandang lantai putih toilet wanita. Pantaslah Bella tersinggung. Odi memang salah, terlihat seperti penguntit. Melihat gadis cantik itu tanpa berkedip, membuatnya terganggu.

"Jangan suka kepo sama urusan orang!" Bella kemudian pergi.

Sepertinya Odi memang harus lebih berhati-hati dalam bertindak. Gadis itu segera membasuh wajah. Lalu mengeringkan dengan tisu yang selalu dia bawa ke mana-mana. Dia memperhatikan bayangan diri di kaca. "Gue juga nggak kalah cantik, kok," gumamnya.

Odi kembali ke kelas. Bu Endang sudah menyambut dengan ekspresi tak biasa.

"Sudah puas buang airnya?" sindir guru berisi itu.

Odi hanya menangguk canggung. "Iya, Bu." Lalu bergerak menuju bangkunya.

Rani berbisik, "Ke WC doang lama banget, ke mana aja lo?"

"Gue tadi nonton Kak Rio main basket sebentar di lapangan. Gila, keren banget."

Rani melotot. "Kalo ada Kak Rio lo lupa segalanya. Jangan-jangan lo dipelet sama dia, ya?"

"Gue nggak sengaja liat dia waktu lewat lapangan. Malah keterusan nonton, deh." Odi meringis memperlihatkan deretan giginya.

Rani mencakup pipi Odi dengan kedua tangan. "Sadar, Di! Kak Rio itu lagi deket sama Kak Bella. Lo tahu sendiri Kak Bella cantiknya kayak gimana. Dia artis."

Odi melepaskan tangan Rani. "Iya, gue tahu. Tadi gue ketemu dia di kamar mandi."

"Dia cantik banget, Ran. Gue jadi minder. Kak Rio sama Kak Bella emang cocok, sih," lanjut Odi.

"Nah, makanya kalo lo nggak bisa bersaing sama Kak Bella mendingan nyerah aja, deh. Jangan ngarepin Kak Rio." Rani menyipitkan matanya. "Inget, Di. Lo itu cuma fans. Jadi, jangan berharap lebih."

Odi mengembuskan nafas kasar lalu menganggukan kepala. "Iya, Ran. Gue sadar diri, kok."

"Maudi! Rani! Ada apa lagi?" seru Bu Endang dari arah mejanya.

Dengan senyum kikuk, mereka kompak menjawab, "Enggak apa-apa, Bu."

"Elo, sih," cicit Odi.

Tak terima, Rani berdesis, "Enak aja."

Mereka takut. Wajah guru berhijab berumur sekitar empat puluhan itu terlihat sangat tidak senang. Berharap bel istirahat menyelamatkan mereka dari hukuman Bu Endang. Rupanya Tuhan sedang berbaik hati, yang ditunggu-tunggu pun akhirnya berbunyi. Terlukis jelas perasaan lega di air muka mereka.

"Ya sudah, saya akhiri pelajaran hari ini. Jangan lupa tugas yang tadi saya berikan. Dan untuk kalian berdua, saya akan terus mengawasi kalian." Setelah mengatakan itu, Bu Endang meninggalkan kelas. Di susul beberapa siswa yang hendak istirahat.

"Bu Endang sangar banget. Pantesan udah tua belum dapet jodoh," keluh Odi.

Rani buru-buru mengingatkan. "Eh, jangan gitu. Ntar kualat lo ngegibahin guru sendiri."

"Halah. Hari gini lo masih percaya hal begituan?" Odi menganggap remeh peringatan Rani. Sedangkan sahabatnya itu hanya menanggapi dengan decakan dan gelengan kepala beberapa kali.

Odi memegang perutnya. "Ke kantin, yuk! Gue laper, nih."

"Yuk!"

***

'Prang'

"Sial! Lo udah nggak waras, ya? Rok gue jadi kotor begini!"

"Ma-maaf, Kak."

Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro