LIMA BELAS
•Odiodidi•
©Elsy Jessy
"Kalo gue kasih aba-aba, lo ntar langsung pukul aja, ya. Terus kita kabur." Odi mengarahkan.
Rani mengangguk. "Pukul pake apaan, Di. Aduh, ponsel gue mati lagi."
"Lo bawa kamus, kan?"
Rani mengangguk lagi kemudian mengeluarkan kamus Indonesia-English yang cukup tebal dan berat.
Ketika si supir itu ingin keluar dan menghadap ke arah kursi penumpang, Odi memberi aba-aba pada Rani. Dan ...
'Bruk!'
Si supir taksi online bermasker itu terkapar tak sadarkan diri. Ketika Odi dan Rani ingin keluar dari mobil, tiba-tiba ada motor yang berhenti di depan mobil itu. Odi mengenali betul si pengendara. Itu Dava. Buru-buru Odi lari ke arah Dava.
Odi berkata sambil tersengal-sengal. "Va, tolongin kita. Ada orang jahat."
"Iya, tolongin kita, dong." Rani ikut memelas.
Dava yang baru datang sedikit kaget. "Lo berdua ngapain di sini?"
"Gue sama Rani mau pulang naik taksi online. Tapi tuh supir taksi mencurigakan banget, masa berhentiin kita di tempat kayak gini," jelas Odi.
"Terus?"
"Tapi tenang aja, tuh supir udah gue gebuk pake kamus. Terus pingsan tuh di dalem mobil," ujar Rani sedikit berbangga.
"Itu taksi online yang kalian maksud?" Dava menunjuk mobil hitam di depannya.
Odi dan Rani serempak mengiakan. Seketika Dava tertawa. Itu membuat Rani dan Odi kebingungan.
"Kenapa lo ketawa? Kita lagi ketakutan ini."
Dava menggiring mereka menuju mobil itu. "Sini, deh."
Rani dan Odi saling berpandangan. Tapi kemudian mengikuti Dava.
Dava membuka topi dan masker supir pingsan itu. "Ini supir yang lo maksud?"
"Astaga. Itu bukannya temen lo?!" Odi terkejut.
Pantas saja terlihat tak asing. Rupanya supir itu adalah Chandra.
Dava masih saja terkikik. "Jadi, kalian pikir dia kriminal? Emang sih tampangnya rada mesum. Hahaha."
Odi dan Rani jadi merasa bersalah. "Sorry, kita nggak tau. Lagian kenapa pake masker sama topi rapet banget gitu. Terus berhenti di tempat sepi kayak gini lagi." Odi berusaha membela diri.
"Tadi gue ditelepon katanya mobilnya mogok. Gue ke sini mau bantu perbaikin. Namanya juga mogok, ya nggak bisa milih tempat, lah." Dava menjelaskan.
"Iya, dia nggak bilang. Kan kita jadi curiga." Rani menambahkan.
"Ya udah. Terus ini Chandra gimana nasibnya? Ada yang bawa minyak angin?" tanya Dava.
Odi menjawab, "Gue nggak bawa, emangnya gue nenek-nenek yang tiap saat bawa-bawa minyak gituan."
"Terus gimana?" Rani masih sedikit panik.
"Udah. Tenang aja." Dava tersenyum licik. Dia berteriak tepat di depan telinga kanan Chandra. "Kebakaran! Kebakaran!"
Seketika Chandra bangun dan ikut berteriak. "Kebakaran! Kebakaran! Di mana kebakarannya?"
Melihat hal itu, Rani, Odi dan Dava terbahak. Chandra akhirnya tahu jika kebakaran itu semua hanya akal-akalan mereka untuk membuatnya tersadar.
***
Sore ini, untuk mengisi agenda malam Minggunya, Odi ingin membaca komik One Piece dan meminjamnya ke Gery. Tapi, baru saja dia menutup pintu gerbang, tiba-tiba terdengar suara motor berhenti di depan rumahnya. Odi berbalik, ternyata itu Dava. Katanya jadwal ekskul badminton diliburkan minggu ini. Kenapa Dava mengunjungi rumahnya?
Tanpa aba-aba Odi bereaksi. "Mau ngapain lo ke sini?"
Dava membuka kaca helmnya, lalu berkata, "Yuk, ikut gue mau ngajakin lo malam mingguan. Lo jomlo, kan?"
Odi memutar bola matanya. "Sotoy banget sih, udah sana pulang."
"Lo nggak mau tambah tenar?"
Odi seketika menatap Dava.
Dava tersenyum. "Makanya lo ikut gue, kita kulineran buat konten youtube lo."
Betul juga. Dengan memperbanyak konten, Odi akan semakin terkenal.
"Oke, gue ikut. Tunggu gue mau ganti baju dulu." Odi segera membuka pintu gerbang lagi.
Dava melepas helm dan turun dari motornya. "Gue nggak disuruh masuk nih?"
"Iya-iya masuk lo. Anggap aja rumah sendiri." Odi mempersilakan Dava masuk.
Dengan kaos lengan pendek warna putih polos dan outer kemeja kotak-kotak yang dipadukan dengan skinny jeans warna hitam serta slingbag, tampak pas dikenakan Odi. Rambut Odi yang dibiarkan terurai menambah manis tampilannya. Jangan lupa flatshoes karet hitam yang menghiasi kaki putihnya, tampak sesuai dengan gaya Odi yang casual.
"Lo mau ngajak gue kemana, sih?" tanya Odi.
"Udah ikut aja, lo pasti suka, deh," jawab Dava. Kemudian Dava menghidupkan mesin motornya dan tancap gas.
Dava menepikan motornya di sebuah kedai bakso sederhana yang dari luar tampak sangat ramai. Dava mengajak Odi memilih tempat duduk di bagian dalam kedai. Kedai ini cukup luas, hanya saja karena sedang banyak pengunjung jadi terlihat sempit.
Odi melihat daftar menu. "Kita makan bakso, nih?"
"Iya, lo nggak suka? Baksonya rekomen banget, loh. Di sini juga ada menu lain, kok." Dava melepas jaket hitamnya dan melampirkan ke kursi kosong di sebelahnya.
"Suka, kok. Gue mah apa aja suka. Kecuali kayu sama batu."
Mendengar celoteh Odi, Dava seketika tertawa. "Lo lawak juga ya, Di."
"Apaan sih, buruan lo mau pesen apa?"
"Gue bakso biasa aja. Gue tantang lo makan bakso beranak raksasa ini, berani nggak?"
"Berani lah, buat konten sekalian."
Setelah menunggu beberapa menit, pesanan mereka sampai. Semangkuk bakso urat dan segelas es teh untuk Dava. Dan bakso beranak ukuran raksasa seberat satu setengah kilogram serta dua gelas es teh untuk Odi. Odi menyiapkan diri untuk shooting. Dava memegang ponsel bersiap merekam.
"Hai guys, masih sama gue Odi, di channel Odiodidi. Kali ini gue mau makan bakso beranak raksasa seberat satu setengah kilo. Apakah gue berhasil? Yuk ikutin terus." Odi mulai membelah bakso itu menjadi dua menggunakan pisau yang sudah disediakan. Terlihatlah ada beberapa bakso lebih kecil di dalamnya.
"Nah, karena ini disebut bakso beranak, jadi dalam bakso besar ini ada beberapa bakso ukuran kecil dan sedang. Gue mau coba ini dulu," Odi mengambil bakso berukuran sedang dan memakannya. "Hm... Ternyata di dalamnya ada telur puyuh."
Dava yang sedari tadi memperhatiakan sambil mengambil gambar, terlihat senyum-senyum sendiri. Gaya Odi melahap makanannya, unik dan lucu menurutnya. Membuat orang yang melihat jadi ikut merasa lapar. Dia terus merekam sembari sesekali memasukkan bakso ke dalam mulutnya. Setelah Odi berhasil menelan semua dan closing channelnya, Dava menyudahi rekamannya. Tiba-tiba Odi bersendawa cukup keras. Lagi-lagi Dava tertawa.
Melihat Dava tertawa, Odi mendelik. "Lo ngetawain gue?"
Dava menahan tawa. "Nggak."
"Orang kenyang terus sendawa, wajar, kan?" Wajah Odi terlihat memerah seperti kepiting rebus. Menahan malu, karena di depan Dava dia malah sembarangan bersendawa.
Dava malah tertawa lebih keras. "Lo tuh kalo lagi melotot gini lucu banget sih, Di. Jadi pengen cubit." Dava mencubit kedua pipi tembam Odi gemas.
Bersambung...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro