Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

EMPAT

•Odiodidi•
©Elsy Jessy

                Setelah dua hari menginap di rumah Rani, Odi memberanikan diri untuk pulang. Luka dan lebamnya sedikit lebih baik daripada kemarin. Ini saatnya berkata jujur. Dia tak ingin menyembunyikan perihal skors itu pada nenek lebih lama lagi. Odi membuka pintu, melangkah masuk dengan hati-hati. Terdengar suara televisi di ruang tengah. Ah, rupanya nenek sedang duduk menonton acara gosip selebriti terkini kesukaannya.

Gadis itu duduk di samping nenek, bergelayut manja. "Nek, maafin Odi, ya."

Nenek sedikit kaget melihat beberapa plaster dan luka cakaran yang sudah mengering di sekitar wajah Odi. Tak ada satu pun kata yang keluar dari bibir, walaupun matanya jelas tergambar kekhawatiran. Nenek hanya mengangguk kemudian tersenyum sambil mengusap kepala Odi.

Odi yang mendapat respon tersebut jadi semakin emosional. Matanya berkaca-kaca sambil menceritakan semua yang terjadi belakangan ini pada nenek. Diluar dugaan, nenek tak marah. Lagi-lagi wanita tua berumur enam puluh tahunan itu hanya menyunggingkan kurva di wajah keriputnya. "Ya sudah. Lain kali kamu jangan begitu. Ngalah saja. Lha wong kamu yang salah, toh?"

"Iya, sih. Tapi Odi nggak terima kalo udah bawa-bawa orang tua segala."

Senyumnya tak juga pudar. "Mengalah bukan berarti kalah, Di. Lagian kalo berantem begini, siapa yang rugi?"

Odi memanyunkan bibir. "Iya, Odi yang salah."

Gadis itu mengambil surat skors dari sekolah di dalam tas kemudian menyerahkan pada nenek. "Ini, Nek. Odi diliburkan seminggu."

"Berarti nenek harus kasih hukuman buat anak nakal kayak Odi."

"Nek, hukumannya jangan berat-berat, ya. Odi kan udah ngaku salah," rengeknya.

Nenek menghukum Odi tak boleh menonton televisi selama seminggu. Bagi Odi tak masalah, masih ada ponsel pintar untuk mencari informasi dan hiburan saat ini.

***

Hari ini waktu skors Odi berakhir. Odi mengisi hari-hari 'liburnya' dengan membaca komik yang dipinjam dari Gery, bermain game daring di ponsel dan maraton menonton drama Korea. Saatnya Odi mulai melakukan aktifitas bersekolah seperti sebelumnya. Seperti biasa Odi berangkat bersama Gery naik vespa biru antiknya. Rumah Gery bersebelahan dengan rumah Odi, mereka sudah akrab dari kecil. Gery menganggap Odi seperti adiknya sendiri, karena Gery anak bungsu. Jarak umur dengan kakaknya cukup jauh, sepuluh tahun.

Gery melihat Odi yang sudah menunggu. "Wah, tumben udah siap di depan."

Odi tertawa. "Iya, dong. Hari pertama masuk sekolah harus semangat."

"Makanya lain kali lo ati-ati, udah buruan."

"Iya-iya, bawel." Odi segera menempatkan diri di jok belakang.

Tak sampai dua puluh menit, mereka tiba di sekolah. Ketika berada di tempat parkir, Odi melihat Bella keluar dari mobil Rio. Mereka datang bersama pagi ini.

Gery melihat arah pandangan Odi. "Lo kenapa? Iri sama Bella?" suara Gery mengagetkan Odi.

Odi buru-buru menyangkal. "Ah, enggak kok, Bang Ger. Siapa yang iri, sih."

Gery mengangkat sebelah alisnya. "Terus kenapa lo liatin Bella gitu? Masih kesel?"

"Nggak apa-apa, kok." Odi terus berkilah.

Gery memancing respon Odi. "Masa, sih? Kayaknya lo kepo sama mereka."

Odi menoleh. "Ih, apaan, sih."

Gery semakin memandang Odi curiga. "

Oke-oke, gue ngaku. Gue cuma penasaran aja, gimana rasanya diantar jemput sama cowok," dalihnya.

Mendengar hal itu, Gery sedikit tergelak. "Hah? Setiap hari kita kan berangkat dan pulang bareng. Gue ini cowok, lho."

"Bukan. Maksud gue selain Bang Ger."

Lagi, Gery tak bisa menahan tawanya. Gery mengacak-acak pucuk kepala Odi sambil berkata, "Lo tuh ada-ada aja."

"Bilang aja lo pengen punya cowok," imbuh laki-laki itu.

Bibir Odi mengerucut, "Ah, Bang Gery. Poni gue rusak, nih."

"Emang salah, ya? Gue kan juga pengen kayak cewek-cewek lain, Bang," tambahnya.

"Iya nggak salah, sih. Tapi emang ada yang mau?" Gery terkekeh lagi.

Odi memukul badan Gery. "Enak aja. Lo kira gue nggak laku."

Gery semakin terkikik. "Mana coba cowok lo sini kenalin ke gue," tantang Gery.

Odi meringis. "Belum ada, sih."

"Sesama jomlo nggak usah ngeledek, deh," ejek Odi. Dia yakin laki-laki di sampingnya ini belum punya kekasih.

"Sorry, nih. Bukannya sombong. Gue sih punya cewek," kata Gery bangga.

"Alah, waifu dua dimensi loli kuncir dua aja bangga. Dasar wibu."

Tanpa mereka sadari, sepasang mata milik Bella memperhatikan dari kejauhan. Dia menangkap momen keakraban Gery dan Odi dengan pandangan yang sulit diartikan.

***

"Ran, ketua ekskul dance siapa, sih? Bukan Kak Bella, ya?" bisik Odi di sela pelajaran Geografi.

"Bukan, Kak Bella nggak perlu ikut ekskul kayak gitu udah tenar. Ketuanya Kak Nasya, kelas dua belas IPA empat," balas Rani.

"Oh, kalo gue mau masuk, kira-kira masih bisa nggak, ya?" cicit Odi sembari mengawasi Pak Slamet yang sedang mengajar. Dia tak mau kejadian tempo hari terulang kembali.

"Mana gue tau, Di. Coba lo tanya aja sama Mila anak kelas sebelah, dia kan anggota ekskul dance."

Odi buru-buru menolak. "Ogah! Gue nggak kenal."

"Yaelah, Di. Kenalan, dong. Gimana lo mau bisa terkenal kalo masih milih-milih teman." Rani tiba-tiba ingat sesuatu. "Lo langsung aja ketemu sama Kak Nasya aja gimana?"

"Ya udah ntar istirahat temenin gue ke kelas Kak Nasya, ya," mohon Odi.

Kepala Rani menggeleng, kemudian berkata, "Sorry, Di. Gue nggak bisa. Gue mau kumpul PMR."

Ekspresi kekecewaan muncul di wajah Odi. "Hm. Jadi gue sendirian, nih?"

Rani tersenyum. "Iya. Mulai sekarang lo harus bisa tanpa gue atau Bang Gery. Berantem sama Kak Bella aja lo berani, masa cuma ketemu Kak Nasya buat daftar ekskul takut, sih."

Dengan berat hati Odi berujar, "Oke, deh."

***

Sewaktu bertemu di jam istirahat, Nasya meminta Odi untuk menunggunya di ruang dekat lapangan basket, sepulang sekolah. Di ruang latihan anggota tari modern, Odi berada sekarang. Sendirian. Karena Rani tentu saja masih ada kegiatan PMR.

Odi takjub melihat sekelilingnya. Ruangan itu cukup luas, dan terpasang cermin-cermin besar di sisi-sisi dindingnya. Di sudut ruangan terdapat etalase kaca besar yang dipenuhi banyak tropi dan medali. Dari piala yang kecil hingga yang setinggi hampir dua meter. Medali-medali pun berjejer rapi. Dari mulai perunggu, perak sampai emas. Menandakan banyaknya prestasi dari ekskul ini. Di sebelahnya, ada loker-loker para anggota. Di loker-loker berwarna dominan fucia itu, terdapat nama-nama para pemiliknya. Sepertinya ini semua bukan fasilitas yang diberikan sekolah, Odi yakin, ini swadaya dari anggota.

Tak lama Nasya datang bersama salah satu anggota. Odi tebak, yang datang bersama Nasya adalah calon ketua ekskul ini setelah Nasya purna.

"Oiya, Di. Ini Maura. Gue sama Maura mau ngeliat lo dance. Coba lo free style," ujar Nasya.

Odi mengangguk. Kemudian Odi mengikat rambut panjangnya ke belakang. Sebenarnya dia ragu, karena dia sama sekali tak bisa menari. Bahkan dia belum mempersiapkan apapun untuk audisi dadakan ini. Tiba-tiba dia ingat video dance cover 'Therefore I Am' dari Ryujin ITZY.

Jangan harap gerak tarian Odi seperti gerakan Ryujin, dia bahkan menggerakkan tubuhnya dengan asal dan tak beraturan. Gerakan Odi terlihat kaku dan tak sesuai irama. Hentakan kaki dan ayunan tangannya tak selaras dengan musik. Kacau. Odi tahu, ini tidak akan berhasil. Dia pasrah. Karena memang menari bukan bakatnya.

Nasya dan Maura saling berpandangan. Sepertinya kali ini Maura yang bicara.

"Oke, gue sama Kak Nasya udah liat lo nge-dance." Maura sesekali melirik Nasya.

Kemudian dia melanjutkan, "Gue to the point aja, ya. Sorry banget, nih. Lo belum bisa gabung tim dance kali ini."

"Lo kayaknya perlu banyak latihan lagi, ntar kalo emang lo udah siap, lo langsung ke sini aja ketemu gue. Gue harap, di lain kesempatan lo bisa gabung ke tim ini. Sekali lagi sorry banget, ya," tambahnya lagi.

Odi membalas dengan senyum yang dipaksakan. Walau Odi sudah menduga, tapi tetap saja hatinya sedih. Khayalan memang hanya khayalan. Dia Odi bukan Ryujin ITZY.

Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro