DELAPAN BELAS
•Odiodidi•
©Elsy Jessy
Terdengar bunyi notifikasi dari ponsel Odi. Ada pemberitahuan pesan masuk di surelnya. "Wah, ada email masuk. Dari siapa, nih." Odi segera mengecek.
"Ternyata banyak pesan masuk yang belum gue baca."
Dia membuka satu per satu pesan yang masuk. Matanya membola ketika membuka beberapa pesan. Beberapa resto menawarkan kerjasama, Odi diminta mereview makanannya. Dan beberapa tawaran endorse produk makanan. Odi tak menyangka akan menjadi sepopuler ini.
Odi segera menghubungi Dava setelah membalas beberapa pesan emailnya.
"Hallo, Va. Lagi di mana lo?"
"Di rumah. Gue gabut, nih."
"Temenin gue, yuk."
"Ke mana? Gue sih asal sama lo, ayok aja."
Odi memutar bola matanya jengah. "Gue dengernya jadi mules."
Seketika Dava tergelak. "Jadi mau ditemenin ke mana?"
"Gue dapet job buat ngereview resto, nih."
"Kebetulan banget, nih gue lagi laper. Kuy, lah."
"Oke. Gue tunggu dua puluh menit harus udah sampe depan rumah gue."
"Ya elah. Gue belum mandi ini. Sejam, deh ya."
"Halah, pake mandi segala. Biasanya juga jarang mandi lo. Ya udah buruan. Gue tunggu sejam, deh. Awas kalo sejam belum sampe sini, gue nikahin lo sama Mimi Peri."
"Ogah! Kalo nikah sama lo, gue mau, deh."
"Lo mau, tapi guenya ogah! Udah buruan sono mandi."
"Siap, bos."
Odi menutup sambungan telepon. Dia juga akan bersiap-siap.
Setelah selesai, Odi keluar kamar.
"Duh, cucu nenek cantik banget, mau ke mana, nih?" komen nenek.
"Ada job buat ngereview tempat makan, Nek."
"Oh, sama siapa? Gery atau Dava?"
"Sama Dava, Nek."
"Sekarang sama Dava terus, ya. Emang Gery ke mana?"
"Iya, Nek. Bang Gery sibuk belajar buat persiapan ujian nasional sama tes masuk universitas katanya."
Nenek mengangguk beberapa kali. Tak lama kemudian terdengar bunyi klakson motor.
"Nek, itu Dava udah datang. Odi pergi dulu, ya," pamit Odi pada nenek sambil mencium tangan nenek.
"Iya. Hati-hati, ya. Bilang sama Dava jangan ngebut-ngebut."
"Iya, Nek."
Odi segera menemui Dava.
"Gue nggak telat, kan?"
Odi melihat jam di tangannya. "Lo terlambat tujuh menit."
"Ya elah. Tujuh menit doang. Nggak apa-apa lah, ya."
"Iya-iya. Mana sini helmnya."
"Nih. Ulululu. Kalo cemberut lo jadi tambah cantik, deh."
Odi naik ke motor Dava. "Ih, apaan, sih. Buruan jalan."
"Siap, Tuan Putri."
Mereka tiba di resto seafood bergaya kekinian yang sepertinya baru-baru ini buka.
Setelah masuk, mereka disuguhkan area yang kental nuansa masa kini. Dengan bentuk meja dan kursi makan yang simple tapi dikemas apik, khas anak muda. Ownernya jelas membidik pangsa pasar anak zaman now. Tempat yang cozy menambah nilai plus. Tak hanya cocok untuk mengisi perut, resto inipun tampak instagrameble. Dindingnya dilapisi wallpaper warna pastel kuning dan jingga. Di salah satu dindingnya terdapat mural yang cukup besar, yang menambah kesan milenial dari resto ini.
"Lumayan juga nih tempatnya, ya," celoteh Dava.
Odi mengangguk setuju. "Iya. Tempatnya enak buat kumpul-kumpul, nih. Bisa buat foto-foto juga lagi."
Setelah bertemu dengan owner resto, mereka diberikan sajian yang cukup banyak untuk direview. Jangan harap melihat piring di sini, semua seafood yang disajikan ala louisiana style. Ini jelas bisa membuat Odi makan semakin kalap. Crab dengan berat satu kilogram dengan garlic sauce, arabian deep sea lobster yang dihidangkan lengkap dengan grilled calamary dan sambal matah yang pedasnya dahsyat. Ditambah menu crispy seperti udang, clams, fried fish, dan sweet potatoes.
Odi menelan ludah, sudah tak sabar ingin menyantapnya. "Gokil. Ini, sih. Keliatannya bakal bikin gue ketagihan."
Karena ini adalah konten review, jadi Odi mencicipi dan mengulas makanan-makanan itu dulu sebelum menghabiskannya. Setelah sudah selesai, barulah Odi dan Dava melahap semua yang ada di meja tak bersisa. Kenyang sekali.
"Gue kenyang banget, Di. Sumpah, gue nggak bohong. Tapi gue masih pengen makan, enak banget soalnya," ujar Dava sambil memegang perutnya.
Odi tak peduli. Dia masih saja terus makan. Dava menerawang kemudian tersenyum sambil memperhatikan Odi makan. Sejak sering menemani Odi mukbang, selera makannya semakin besar. Jika sebelumnya, makan hanya suatu kebutuhan bagi Dava. Sekarang bukan hanya itu saja, Dava juga merasakan kebahagiaan dalam setiap suapan. Apalagi sambil melihat Odi seperti sekarang ini.
"Abis ini mau ke mana?" tanya Dava.
Sambil mengunyah, Odi hanya menggedikkan bahu tanpa menjawab.
Dava mencolekkan udang ke sambal. "Nonton, yuk." Lalu memakannya.
Odi mengangguk antusias. "Setuju! Tapi lo yang traktir, ya."
"Tenang aja, gue punya tiket gratis." Dava menunjukkan senyum kotak ciri khasnya.
Mereka selesai shooting sekitar pukul delapan malam. Mereka langsung menuju salah satu bioskop yang kebetulan hanya lima belas menit dari resto. Dava mendapatkan hadiah random tiket gratis untuk dua orang yang diadakan oleh sponsor salah satu film. Tiket gratis film horor yang digadang-gadang akan menjadi film terseram sepanjang sejarah perfilman Indonesia.
"Gue kira nonton film romance atau action. Kalo tau mau nonton film horor, gue ogah!" Odi cemberut.
"Kenapa? Lo takut?" ledek Dava.
Odi tak menjawab, dia terus mengerucutkan bibirnya.
Dava tertawa. "Udah nggak apa-apa. Kan ada gue."
Karena Odi penakut, dia sedari awal film diputar memegang lengan Dava. Bahkan di sepanjang film, Odi bersembunyi di balik lengan Dava.
"Aaaaa ..." teriak Odi. "Gue beneran takut, Va." Odi memeluk lengan Dava sambil memalingkan wajahnya dari layar lebar.
Odi bahkan tak berselera makan popcorn yang dibelinya tadi. Bukan fokus pada film, Dava malah lebih memperhatikan tingkah Odi. Kemudian senyum-senyum sendiri. "Tenang aja. Ada gue. Paling ntar di sebelah lo hantunya nongol," goda Dava.
Sontak Odi memukul lengan Dava. Karena di samping kanan Odi memang kosong. "Apaan, sih. Nggak lucu tau." Odi mengerucutkan bibirnya.
Melihat itu, Dava justru semakin gencar meledek dan menertawakan. "Kalem. Hantunya nggak ada. Ntar kalo hantunya berani nongol di samping lo, gue tampol. Tenang aja."
"Aaaa ... Itu kuntilanaknya muncul lagi!" Odi seketika bersembunyi lagi di balik lengan Dava.
Odi yang sesekali memejamkan mata dan kaget saat hantu muncul. Atau teriakkan dan ekspresi wajah Odi yang ketakutan tampak lucu bagi Dava. Padahal yang ditontonnya adalah film horor, bukan komedi. Tapi bibirnya tak henti menyunggingkan lengkungan.
***
Kacau, mood Odi seketika hancur. Hari ini, Odi bahkan tak masuk sekolah. Dari pagi Odi mengurung diri di kamar. Odi menangis seharian hingga matanya bengkak. Odi bahkan tak mau makan. Nenek semakin khawatir, untung saja Gery datang.
Seumur hidupnya, Odi tak pernah diperlakukan seperti ini. Menukar ketenangan dengan ketenaran. Menjadi populer ternyata tak seindah yang Odi bayangkan.
Bersambung...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro