
OTY 36. Kejujuran
"Hai Yerisha, maaf terlambat."
Yerisha tersenyum mendapati Luke muncul, pemuda itu menarik kursi di hadapannya lalu mendudukkan diri di sana.
"Nggak apa-apa, Lu. Santai aja," jawab Yerisha menyerahkan buku menu milik cafe four season pada Luke yang pastinya butuh minuman karena keringat mengucur dari dahinya. Sementara ia sendiri sudah memesan segelas es lemon tea yang tinggal separuh.
"Hmmmm sepertinya es teh saja lebih segar," gumam Luke membaca deretan minuman dalam buku menu, namun perhatiannya tersedot pada gambar es teh di buku menu yang terlihat lebih menggoda dibandingkan minuman lain yang dari segi harga pasti jauh lebih mahal.
Yerisha terkekeh mendengar penuturan Luke. Pemuda itu serius dengan ucapannya, ia memesan segelas es teh untuk melepas dahaga.
Setelah pegawai cafe yang menerima pesanan Luke pergi, keduanya saling berhadapan, Luke menopang dagu, memperhatikan Yerisha yang sedang tertunduk dengan tangan memegang sedotan dan mengaduk es lemon teanya. Walau ia dipenuhi berbagai pertanyaan yang perlu segera mendapat jawaban, ia lebih memilih menunggu sampai Yerisha membuka suara dan mengatakan maksud tujuan pertemuan mereka.
"Lu."
"Hmmmm."
"Maaf soal kemarin. Padahal kamu sudah jauh-jauh ke rumahku tapi nggak kusuruh mampir."
Luke tersenyum tipis. "Nggak apa-apa, Yer."
"Aku benar-benar minta maaf, Lu."
"Sudah, Yer. Aku nggak apa-apa kok."
Yerisha menggenggam gelas es lemon teanya, sebelum akhirnya menarik napas dalam-dalam, menghembuskannya lalu memulai percakapan yang sedikit tertunda. "Lu, aku tahu kamu punya banyak pertanyaan."
Mata Luke terbelalak sesaat, namun ia berhasil menguasai diri sebelum tersenyum lalu menjawab. "Sebenarnya iya tapi kupikir pertanyaanku sekarang tak begitu penting. Bagaimana denganmu? Apa kabarmu, Yer? Kamu baik-baik saja?"
Yerisha mengangguk kecil. "Aku baik-baik saja, Lu dan—ada yang ingin kukatakan padamu."
Luke menaruh kedua lengannya di atas meja, pusat perhatian tertuju sepenuhnya pada Yerisha.
"Aku tahu kamu pasti penasaran soal Ode dan aku—" Yerisha menarik napas dalam-dalam, memenuhi paru-parunya dengan asupan oksigen. "Ode itu kakakku." Bibir Yerisha bergetar saat mengucapkannya. Perasaannya sungguh tak karuan saat berhasil mengucapkan kalimat itu.
Mata Luke melebar. Sangat terkejut mendengar kalimat Yerisha barusan.
"Setidaknya itu kata orang tuaku," lanjutnya.
"Apa maksudnya, Yer? Bukannya kamu anak tunggal?"
Yerisha tersenyum tipis, senyuman penuh kegetiran. "Ya, tapi kata orang tuaku Ode adalah kakakku."
Tapi aku berharap dia bukan kakakku.
***
"Yer, kamu dengerin ceritaku nggak sih?" tegur Saelin yang tak kunjung mendapat respon dari Yerisha, padahal ia menunggu saran dari Yerisha mengenai permasalahannya.
"Aku dengerin kamu kok, Sae."
"Ah masa?" tanya Saelin penuh kecurigaan. "Tapi kamu dari tadi melamun."
"Aku nggak melamun, tapi sedang memikirkan solusi buatmu," elak Yerisha, jelas berbohong. Tidak mungkin kan dia cerita ke Saelin sedang memikirkan Ode, bisa diledek habis-habisan oleh Saelin. Yerisha hanya merasa bimbang setelah mengetahui hubungan asmara papa dan mama Ode dahulu kala.
"Terus solusinya apa?"
"Hmmmmm—" Yerisha hanya bergumam. Berusaha memikirkan solusi yang tepat untuk masalah Saelin.
Saelin menunggu dengan penuh harap, karena dia memang butuh saran itu.
"Sae, lebih baik kamu biarkan kak Lulu sendiri dulu. Mungkin kak Lulu punya masalah yang nggak bisa diceritakan pada orang lain—kak Lulu hanya butuh waktu," ucap Yerisha berusaha memberi solusi mengenai masalah Saelin, di mana kak Lulu—kakak kedua Saelin tiba-tiba lebih banyak diam dan melamun.
"Iya sih. Oke aku akan biarkan kak Lulu sendiri dulu. Kalau waktunya sudah tepat aku akan menghibur kak Lulu, aku udah menemukan caranya."
"Emang gimana?"
"Ada dehhhhhh."
Yerisha mendengus kesal dan mencubit lengan Saelin yang berada di atas meja. "Asal kamu jangan isengin kak Lulu ya."
"Nggak lah. Enggak."
Yerisha tersenyum tipis. Tak berapa lama suara lonceng di pintu cafe four season berbunyi membuatnya dengan cepat menoleh ke arah pintu masuk. Senyumnya melebar seketika saat sosok yang dikenalnya di sana, melambaikan tangan padanya sebentar lalu melangkah mendekat.
Saelin mengikuti arah pandangan Yerisha dan cukup terkejut melihat siapa yang datang. Dia mencondongkan tubuh ke arah Yerisha dan berbicara dengan suara pelan. "Kenapa Luke ada di sini?"
"Dia mau jemput aku."
"Kamu mau pergi sama dia?"
"Iya. Aku mau menemani dia nyari hadiah buat mamanya."
Saelin memasang wajah cemberut. "Hilih modus."
"Apa sih, Sae? Modus yang ada di matematika itu?"
"Bukan. Modus mau deketin kamu dia."
"Buat apa? Kami kan udah deket."
Saelin hanya bisa menghela napas panjang. Nggak ngerti lagi mengapa sepupunya itu bisa sepolos itu.
"Hai, Yer. Hai, Sae," sapa Luke dengan senyum lebar pada kedua Sagara bersaudara itu.
Saelin tersenyum kecil dan menjawab singkat. "Hai."
"Sae, kamu pulang sendiri nggak apa-apa kan?"
Saelin tersenyum kecut. Sudah biasa sih ditinggal para sepupunya pergi dengan gebetan masing-masing. Tapi wait—untuk kasus Yerisha, Saelin nggak setuju Luke jadi gebetan sepupunya itu.
"Aku pergi dulu ya, Sae," pamit Yerisha.
"Bye, Saelin," pamit Luke melemparkan senyuman sekali lagi.
Keduanya pergi meninggalkan Saelin seorang diri yang dilingkupi perasaan kesal.
"Harus kasih tahu kak Ode ini! Yerisha nggak boleh sama Luke. No! Never!" gumam Saelin bermonolog ria sembari mengetik kata demi kata di ponselnya untuk ia kirimkan ke Ode.
"Pokoknya nggak boleh sama Luke. Yerisha deserve better," gumam Saelin.
Orang terbaik buat Yerisha di mata Saelin hanya Ode seorang. Tanpa Saelin sadari kalau sepupunya itu galau berat beberapa hari terakhir karena Ode.
"Sae!"
"Astaga Setan!" pekik Saelin kaget, seseorang muncul menepuk pundaknya dan memanggilnya dengan suara keras. Nyaris saja ia menjatuhkan ponselnya.
"Aku orang, Sae. Bukan setan," protes orang itu lalu menempati kursi di depan Saelin yang tadinya di duduki oleh Yerisha.
"Ya kamu ngapain ngagetin aku sih, Der?" Saelin menggerutu, kesal karena kaget dan juga kemunculan mendadak cowok itu.
"Terus kamu ngapain ke sini, Der?"
"Mau ketemu kamu lah."
"Heh?" Untuk sesaat Saelin sempat geer. Tapi nggak sampai baper untungnya.
"Ada yang mau kutanyain—eh bukan—ada yang mau kuberitahu—eh bukan..." Dery, cowok di depannya itu menggaruk kepalanya karena bingung.
"Jadi yang bener yang mana, Der? Mau nanya apa ngasih tahu?" Kerandoman Dery membuat Saelin hanya bisa menggeleng.
"Dua-duanya."
Kan random.
"Ini soal Ode."
Mendengar nama Ode mencuatkan rasa keingintahuannya. Dia dan Dery berada di satu kapal, sehingga berita apapun yang Dery maksud pastilah berhubungan dengan kapal mereka.
"Kamu kan sepupunya Ode."
Saelin mengangguk, dia tahu perihal Dery yang tahu Ode dan Yerisha adik-kakak.
"Kamu harusnya tahu banyak tentang Ode."
"E—enggak juga sih," jawab Saelin ragu.
"Elo tahu soal mama Ode? Tante Rasti."
Saelin mengerutkan kening.
Jadi nama mama Ode adalah Rasti— Saelin baru tahu.
"Yerisha tahu nggak?" tanya Dery lagi.
"Hah apanya?" Saelin malah dibuat bingung oleh pertanyaan Ode.
"Soal mama Ode—"
Saelin mendengarkan cerita Dery dengan penuh antusias dan sangat terkejut dengan cerita yang dituturkan cowok itu.
"Aku yakin Yerisha nggak tahu, Der. Kalau tahu—" Saelin bahkan tak bisa berkata-kata lagi. Dia langsung bungkam dengan perasaaan berkecamuk.
-tbc-
Hai, sorry udah lama nggak update cerita ini. Kuharap masih pada stay. Hehehe.
Tenang ya, satu persatu akan terungkap kok ^^
Yang mayoritas memiliha Ode as couple kita lihat apakan pilihan kalian benar, jadi tunggu terus yaaaaaa ^^
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro