
OTY 34. Kenyataan yang Menghentak
Jatuh cinta berarti kamu harus siap untuk tertawa sekaligus menangis.
[]
Romance. Satu kata yang tak pernah terpikirkan oleh Yerisha sebelumnya, namun akhir-akhir ini mengusik hidupnya.
Bukan, ini bukan romance di kehidupan Yerisha, melainkan genre novel terbarunya.
Pada akhirnya, Yerisha memberanikan diri menambahkan unsur itu dalam novel terbarunya, porsinya lebih banyak. Dan Yerisha harus berjibaku membaca novel dan film dengan genre itu untuk memperkuat tulisannya. Bagi orang lain mungkin terlihat mudah tapi tidak bagi Yerisha, butuh kerja keras agar ia bisa mendapatkan chemistry dengan tulisannya sendiri.
"Yerisha, kamu nggak ikut pergi?" tanya mama di ambang pintu dengan tangan tersilang di depan dada dan tatapan tajam.
Yerisha mengalihkan pandangan dari layar laptopnya, menyipitkan mata karena kesulitan melihat dengan jelas usai memandangi layar laptop terlalu lama.
"Kemana, Ma?"
"Loh kamu lupa hari ini ada acara kumpul keluarga Sagara."
Yerisha menepuk dahinya, dia hampir melupakan acara rutin bulanan keluarga Sagara. Acara kumpul-kumpul di rumah kakek-nenek Sagara, melepas rindu sesama anggota keluarga besar. Acara kali ini lebih berbeda karena ada hal baik yang terjadi di keluarga Sagara yang ingin dirayakan, salah satunya kelulusan Herjuno Denandra.
"Tuh kan sudah mama kira kamu lupa," keluh mamanya kecewa.
"Maaf, Ma. Maaf. Beri waktu aku sepuluh menit," mohon Yerisha tentu saja tak ingin melewatkan momen berkumpul dengan sepupu-sepunya, padahal mereka sering bertemu, apalagi Saelin.
"Memang kamu sudah mandi?"
Pertanyaan sang mama membuat Yerisha nyengir. "Belum."
Mama menggeleng dan hanya bisa menghela napas pasrah melihat putrinya. "Ya sudah kamu berangkat bersama Ode saja. Papa dan mama duluan, nggak enak ditungguin keluarga lain."
Dari semua solusi kenapa harus solusi itu.
"Nggak usah, Ma. Aku nanti naik taksi atau ojol aja."
"Nggak. Sama Ode aja, mama lebih tenang." Tentu saja mamanya tak bisa diganggu gugat. Ia harus menerimanya dan terpaksa berangkat bersama Ode.
***
"Ecieeee yang datangnya boncengan sambil meluk pinggang," seloroh Saelin saat melihat Ode dan Yerisha memasuki halaman kakek dan nenek Sagara menggunakan motor. Kalau mereka boncengannya biasa, Saelin tak akan iseng meledek mereka, masalahnya ia melihat dengan jelas tangan Yerisha memeluk pinggang Ode. Memeluk loh ya bukan sekedar menggenggam pinggiran jaket Ode seperti biasanya, tolong catat itu.
Jiwa-jiwa keusilan Saelin auto bergejolak melihat kejadian itu. Walau Yerisha melemparkan tatapan tajam ke arahnya, cewek kurus itu tak ada niatan mengerem mulutnya.
"Makin deket aja nih."
"Sumpah ya, Sae. Kamu tuh usil banget," ucap Shasa yang nggak habis pikir sepupunya itu begitu menyebalkan terkadang.
Shasa dan Saelin memang sengaja duduk di teras sambil mengobrol untuk menunggu Yerisha dan Ode yang menurut Tante Nana, mama kedua orang itu akan terlambat datang.
"Ssstttt aku tuh Deri shipper," bisik Saelin sengaja mengecilkan suaranya saat melihat Ode dan Yerisha mendekat.
"Deri? Deri cowok yang sering kamu temui itu."
"Shut up, Sha! Itu Deryan. Deri. Deri. Ode Yerisha."
Mata Shasa yang udah besar makin membesar. "Heh?"
Shasa ingin berkata, 'kamu gila Saelin? Mereka adik-kakak.'
Tapi nggak jadi karena Ode dan Yerisha udah di samping mereka.
"Hai kak Ode! Hai Yerisha." Saelin dengan ramah menyapa keduanya dengan cengiran lebar seolah tanpa dosa.
"Aku masuk duluan ya," ucap Ode terlihat sekali sedikit canggung usai insiden barusan.
Yerisha memberi tatapan membunuh ke arah sepupunya.
"Sekali lagi kamu meledek kami, kudoain kamu sama temennya Luke jodoh."
"Ya nggak gitu juga doainnya Yerisha," keluh Saelin, dari sekian nama kenapa harus nama itu, cowok menyebalkan yang pernah Saelin puji ganteng.
Yerisha masa bodo mendengar rengekan Saelin, dia berjalan memasuki rumah bersama Shasa. Keduanya cekikikan, terlihat bahagia mendengar rengekan penuh penderitaan Saelin.
Rumah kakek dan nenek Sagara sudah dipenuhi oleh putra-putri sekaligus cucu-cucu mereka. Kakak dan nenek duduk di sofa, sedang mengobrol dengan papa Saelin.
Shasa menarik tangan Yerisha menuju ke arah ruang tengah tempat cucu perempuan keluarga Sagara berkumpul, sementara itu Saelin mengekori di belakang dengan wajah lesu.
"Kenapa telat banget sih?" protes Yose.
"Lupa ada acara kumpul."
"Emang sedang apa sampai lupa gitu?"
"Hmmmm. Nulis cerita baru."
"Ih cerita dong, spoiler gitu," sahut Aya penasaran.
Tentu saja Yerisha akan menolak dengan tegas. "Enggak. Kalian baca aja kalau udah terbit nanti."
"Yahhhhhhhhh."
Yerisha terkikik melihat kekecewaan tergambar jelas di wajah para sepupunya.
"Kakak-kakak, dimintai tolong kakek dan nenek tuh," ucap Yuri, adik Saelin yang muncul dan menginterupsi.
"Diminta tolong apa nih, Yur?" tanya Saelin.
"Ambilkan album keluarga yang ada di loteng."
"Buat apa sih?"
"Katanya kakek dan nenek mau cerita gitu perjalanan hidup mereka. Termasuk cerita soal papa dan mama kita, Kak."
Pastilah cerita yang membosankan bagi kaum muda. Tapi mereka tetap penasaran. Terlebih soal cerita papa dan mama mereka dulu ketika muda. Ya jelas mereka penasaran dong seperti apa papa dan mama mereka dulu.
"Aku sama Saelin saja yang ambil," tawar Yerisha.
"Loh kok aku," protes Saelin
"Ya aku pengennya kamu kok," sahut Yerisha mengamit tangan Saelin dan langsung menariknya ke arah tangga yang akan membawanya ke loteng.
Loteng adalah tempat kakek dan nenek Sagara menyimpan setiap benda yang menurut mereka bersejarah, tentu saja bukan mereka sendiri yang memasukkannya di sana tapi pengurus rumah tangga atau putra-putri mereka.
Semua benda penuh kenangan terjajar tapi di sana, ada barang ketika mereka muda, ada pula barang-barang saat putra-putri mereka masih muda.
"Album yang mana ya, Yer," tunjuk Saelin pada rak yang berisi deretan album foto yang terjajar tapi lengkap dengan tulisan tahun di setiap sampulnya.
"Lah nggak tahu," cengir Yerisha, ia tak berpikir album foto milik kakek dan neneknya akan sebanyak itu.
"Ishhhhhh dasar oon. Kenapa nggak nanya tadi?"
"Ya mana kutahu, Sae."
Saelin mendecakkan lidah. Bisa membutuhkan waktu lama kalau melihat satu persatu album itu.
"Aku turun ke bawah deh, tanya kakek dan nenek dulu, coba kamu di sini cari ya."
"Oke-oke."
Saelin buru-buru menuruni loteng dengan niat bertanya pada kakek dan neneknya.
Sepeninggal Saelin bukannya mencari album foto yang diinginkan kakak dan neneknya, Yerisha malah iseng melihat-lihat ke rak lain. Di rak berjejer kardus yang di luarnya tertulis nama putra-putri kakek dan nenek. Nampaknya itu berisi benda kenangan dari om dan tantenya.
Saat melihat nama Abrar Zaigham Sagara, tangan Yerisha dengan spontan meraih kardus itu. Abrar adalah nama ayahnya, Yerisha penasaran isi kardus itu.
Yerisha menaruh kardus di lantai, sembari berjongkok ia membuka kardus itu dan mulai mengeluarkan barang-barang ketika papanya masih muda dari sana.
Yerisha merasa bersemangat sendiri dan seolah menemukan harta karun.
Tangan Yerisha terhenti ketika menyentuh sebuah kotak kayu yang gemboknya sudah rusak. Ia mengeluarkan kotak kayu itu, membuka gemboknya yang sudah rusak saking penasarannya dengan isi kotak itu.
Yerisha menemukan foto, surat, gelang, dan bermacam benda lain yang membuat keningnya berkerut. Ia meraih sebuah foto yang terpampang jelas wajah papanya yang tengah tersenyum ke arah kamera, sementara di sampingnya ada seorang wanita yang asing di mata Yerisha. Bukan itu bukan mamanya.
Siapa wanita itu? Setahu Yerisha papa dan mamanya sudah mengenal sejak SMA. Lalu siapa wanita itu?
Yerisha bertanya-tanya dan mulai membaca satu persatu surat di dalam kotak itu. Dari surat pertama saja ia tahu, surat itu adalah surat cinta.
Saking penasarannya Yerisha membaca surat kedua dengan cepat.
Dia begitu larut membaca surat demi surat hanya untuk mengetahui siapa wanita yang berada di dalam foto bersama papanya. Otaknya sebenarnya sudah memikirkan seseorang tapi entah mengapa ia tak berani berpikir sejauh itu.
Suara langkah kaki yang mendekat membuat Yerisha buru-buru memasukkan kembali surat itu ke dalam kotak dan membereskan barang-barang papanya yang ia keluarkan dari kardus.
"Ih Yerisha! Bukannya nyari album malah buka kardus," celoteh Saelin kesal.
"Sorry. Sorry," Yerisha masih berusaha tetap tersenyum. Walau hatinya berkecamuk.
"Buruan beresin. Bantuin aku nyari album."
"Oke-oke." Yerisha buru-buru membereskan barang papanya. Saat selesai ia menaruh kardus berlabel nama papanya kembali ke tempat semula.
Saelin menyebutkan tahun album yang harus mereka bawa. Keduanya bekerja sama mencari album yang dibutuhkan kakek dan nenek mereka.
"Yerisha ayo pergi! Kamu mau di sini saja?" tegur Saelin karena saat hendak keluar dari loteng ia melihat Yerisha masih mematung di tempat.
"Eh iya. Bentar. Kamu duluan aja," sahut Yerisha.
"Ya udah aku duluan. Jangan lama-lama nanti kakek dan nenek nungguin."
"Iya. Iya," sahut Yerisha cepat. Sepeninggal Saelin, Yerisha mengambil kardus berisi barang papanya, ia mencari foto papanya dan wanita itu yang berada di kotak kayu. Setelah mendapatkan foto itu, ia memotretnya, mengirimkan foto itu ke seseorang.
Setelah itu ia menaruh kembali foto dan barang papanya ke tempat semua dan bergegas pergi dari loteng sambil membawa setumpuk album yang dibutuhkan kakek dan neneknya.
Di dekat tangga lantai satu, Shasa sudah menunggunya dengan senyum lebar.
"Sini kubantu."
Yerisha tersenyum dan memberikan setengah album di tangannya pada Shasa, mereka berjalan bersama ke ruang tengah tempat semua orang berkumpul.
Ponselnya yang ia simpan di tas kecilnya berdering membuat langkah Yerisha terhenti. Ia menaruh album di meja lalu mengambil ponsel dan membuka pesan yang baru masuk itu.
Yerisha: sent a picture
Yerisha: Der, kamu kenal wanita ini?
Dery: kenal lah. Itu kan mama Ode.
Deg!!
Jantung Yerisha bagai berhenti berdetak seperkian detik.
Kenapa dugaannya benar?
-tbc-
Maaf untuk late postingnya
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro