Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

OTY 27. Setiap Orang Memiliki Luka

Pembaca lama Ode to you pasti nungguin chapter ini. Jadi selamat membaca ^^

***


Ketukan di pintu kamarnya membuat Ode bangkit dari kasurnya dan berjalan ke arah pintu guna membukakan pintu untuk siapapun yang mengetuk pintu kamarnya. Ode tengah bersantai di kamar malam itu sambil mendengarkan musik yang terputar dari ponselnya. Saat pintu sedikit terbuka, Ode bisa melihat sepasang sendal rumah berbentuk kelinci berada di depan kamarnya. Tanpa mendongak pun ia tahu siapa si pemilik sepasang sendal itu.

"Yer—"

"Ode, keluar yuk!" sela Yerisha saat Ode bahkan belum menyelesaikan kalimatnya.

Yerisha mengajaknya keluar adalah hal yang membuatnya terkejut, lebih terkejut lagi saat Yerisha tersenyum manis ke arahnya. Tak biasa.

"Keluar kemana?"

"Cari makan."

"Bukannya tadi udah makan?"

"Udah tapi laper lagi."

Ode menahan senyumannya. Ternyata gadis mungil di depannya itu memiliki nafsu makan yang besar.

"Mau makan apa?"

"Nasi goreng. Tapi jangan yang dekat penjual martabak ya."

Ode mengernyitkan kening. "Memang kenapa?"

"Abang martabaknya rese," ucap Yerisha selalu kesal bila mengingat penjual martabak yang satu itu.

"Ah oke. Sebentar," sahut Ode kembali ke kamar untuk mengambil jaket dan kunci motor. Pemuda itu melakukan segalanya dengan cepat, sengaja tak ingin membuat Yerisha menunggu.

Yerisha sudah berada di garasi lebih dulu dan berinisiatif mengenakan helm terlebih dahulu. Ode tersenyum tipis melihat Yerisha siap sedia, tanpa disuruh sudah mengenakan helm. Kalau Yerisha yang dulu pasti akan menggerutu.

Keduanya mengendarai motor membelah gelap dan dinginnya malam.

***

"De, makasih ya."

Ucapan terimakasih yang keluar dari bibir Yerisha membuat Ode terdiam untuk sesaat. Otaknya serasa dipenuhi berbagai pertanyaan mendengar Yerisha mengucapkan terimakasih. Hingga ketika dia mulai sadar, pemuda itu menyunggingkan senyum tipisnya dan menjawab," Sama-sama, Yerisha. Kebetulan aku juga ingin makan kok."

"Bukan soal makanan," jawab Yerisha mengamati Ode yang tengah memarkirkan motor di garasi. Kalau biasanya gadis itu langsung pergi tapi kali ini berbeda. Yerisha menunggu Ode di pintu yang menjadi penghubung garasi dengan rumah.

"Kalau bukan soal makanan, lalu soal apa?"

"Kak Tara Ilham."

Ode melepaskan helmnya dan menaruh di rak. Mendengar nama Tara Ilham disebut membuat pemuda itu terdiam sejenak sebelum berbalik menghadap ke arah Yerisha yang menunggunya.

"Terimakasih sudah merekomendasikan novelku ke kak Tara."

"Ah itu—" Ode memberi jeda dalam kalimatnya. "Kak Tara butuh bacaan yang bagus lalu aku merekomendasikan novelmu."

"Dan kak Tara baca novelku karena rekomendasi darimu." Senyum Yerisha mengembang, membuat Ode terkejut untuk kesekian kalinya. Hari ini Yerisha sungguh membuat Ode terus menerus kaget dengan sikapnya yang tak biasa.

"Kak Tara bilang dia fansku." Kebahagian terpancar di wajah Yerisha, hal yang jarang dilihatnya.

"Bagus dong."

"Tentu saja. Seorang Tara Ilham yang terkenal ngefans dengan karyaku? Luar biasa sekali kan. Aku bersyukur dan bahagia banget."

Ode menyunggingkan senyum tipis, Tara Ilham membuat mood Yerisha yang kemarin buruk akibat hate comment menjadi membaik. Memang Tara Ilham bagi siapapun sangat berarti.

"Makasih ya, De. Ini semua karena kamu."

Ode hanya diam, tak menjawab dan hanya menyunggingkan senyuman.

Setidaknya dia merasa tenang Yerisha tak sesedih kemarin.

***

"Dokter Nana!" Sebuah suara yang sangat familiar memanggil, membuat wanita berjas putih itu menengok ke sumber suara lalu tersenyum lebar. Seorang wanita yang juga berjas putih sepertinya mendekat dari arah koridor. Wanita itu berhenti di samping wanita yang dipanggil dokter Nana.

"Ada apa dokter Mila?"

"Dokter Nana tidak makan siang? Aku ingin mengajakmu makan siang."

"Makan siang ya," gumamnya sembari memeriksa jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. "Aku sampai tak sadar sudah waktunya makan siang."

Selesai memeriksa pasien, ia berniat mampir sebentar ke bangsal perawatan bayi. Nyatanya, cukup lama ia berdiri di sana, memandangi bayi-bayi yang di lahiran di rumah sakit itu dari balik kaca.

"Na." Kali ini dokter Mila memanggil rekan kerjanya itu tanpa embel-embel dokter. Ya mereka sudah sangat lama mengenal sehingga begitu dekat. "Kamu nggak apa-apa?"

"Memang aku kenapa sih, Mil?" tanya dokter Nana mengulas senyum. "Aku gak apa-apa."

Kalau dokter Nana terlihat biasa saja tapi tidak dengan dokter Mila yang khawatir, terlebih dokter Mila tahu luka yang dirasakan rekannya itu.

"Kamu sering datang ke bangsal perawatan bayi. Kamu masih bilang nggak apa-apa?" Dokter Mila malah lebih khawatir saat kalimat tidak apa-apa terucap. Karena sejatinya kalimat tidak apa-apa yang terucap dari bibir seorang wanita itu artinya kebalikannya.

"Aku cuma ingin melihat bayi-bayi lucu itu, Mil."

Itulah yang membuat dokter Mila khawatir.

"Lihat deh mereka lucu kan," tunjuk dokter Nana menunjuk bayi-bayi yang nampak tertidur lelap di sana. Senyum yang terukir di wajah dokter Nana membuat dokter Mila menarik napas dalam-dalam.

Dokter Mila membiarkan dokter Nana melihat bayi-bayi itu dengan tatapan bahagia. Ya dokter Nana sejak dulu memang sangat menyukai anak kecil, kalau saja bukan tuntutan orang tua, dokter Nana pasti mengambil spesialis anak.

Kecintaan dokter Nana pada anak-anak bertahan sampai saat ini. Tapi dokter Mila tahu kecintaan dokter Nana kali ini berbeda. Dari sorot matanya, dokter Mila tahu rekannya itu mendambakan bayi lucu seperti yang ada di bangsal perawatan bayi.

"Mereka lucu ya, Mil. Andai aku punya—" Ucapan dokter Nana terhenti sebelum menyelesaikan kalimatnya.

"Na, kamu baik-baik saja?" Dokter Mila menyentuh pundak dokter Nana yang raut wajahnya tiba-tiba berubah sedih. Perubahan yang begitu kentara jelas membuat dokter Mila khawatir.

"Mil, salah nggak sih aku masih berharap memiliki bayi lucu seperti mereka?" tanya dokter Nana.

"Na, kamu—"

"Nggak usah dijawab, Mil. Aku udah tahu jawabannya." Dokter Nana menghela napas lalu tertunduk lesu dengan wajah sedihnya.


"Na, setiap wanita pasti menginginkan bisa memiliki anak. Itu wajar. Apanya yang salah?"

"Salah karena aku jelas-jelas nggak bisa." Airmata di sudut dokter Nana membuat dokter Mila segera memeluknya.

Ini lah luka sebenarnya dokter Nana. Luka yang tak pernah ditunjukkan oleh siapapun bahkan kepada suami dan putrinya. Dokter Nana terlihat kuat dan tegar padahal di dalam hati ia terlihat rapih terlebih saat melihat bayi atau anak kecil lucu nan menggemaskan yang tak akan pernah ia dapatkan.

Dokter Nana sangat menyukai anak-anak, di matanya anak-anak adalah sumber kebahagiaan.

"Apa Tuhan nggak sayang aku ya, Mil? Sehingga dia memberikan luka ini ke aku."

"Na, kamu punya Yerisha. Bagaimanapun juga Tuhan akhirnya memberikan Yerisha padamu. Tuhan sayang kamu, Na. Yerisha adalah bukti sayang Tuhan ke kamu, Nana. Luka itu memang sakit, Na. Tapi bukankah bisa disembuhkan?"

Yerisha. Ya dokter Nana terlalu terlarut tadi dengan lukanya sampai tak sadar ia memiliki Yerisha, satu-satunya alasan ia dapat bertahan sampai detik ini.

Tapi tak salahkan dia menginginkan anak lagi yang bisa menjaga Yerishanya?

Tak salahkan dia membawa putra dari wanita yang pernah dicintai suaminya masuk ke dalam keluarga kecilnya?????

"Jangan menangis lagi ya, Na."

Terkadang aku ini bodoh, Mil.


-tbc-

Yuk mampir cerita nct series yg lain ^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro