7 : Hopeless
DUGG
Kepalanya yang sakit terasa semakin berdenyut saat dia merasa menabrak dada bidang seseorang yang berdiri menghalangi jalannya. Saehyun mendongak untuk melihat siapa orang yang dia tabrak. Hazelnya mengerjap, mencoba memperjelas penglihatannya.
"Sedang apa kamu di sini?" tanya Wonwoo begitu dia melihat Saehyun.
"Jeon Wonwoo?" Saehyun mencoba meyakinkan apa yang dia lihat. Gadis itu menatap tidak minat pada Wonwoo.
"Ikut aku." Wonwoo baru saja hendak mengangkat kaki, namun suara Saehyun membuatnya mengurungkan diri.
"Tidak mau."
Mata elang Wonwoo menatap tajam pada hazel milik Saehyun. "Ikut atau-"
"Aku baru saja tiba di sini, dan kamu seenaknya malah mengajak aku keluar?! Aku sibuk! Banyak yang harus aku kerjakan di sini."
Wonwoo tidak mengindahkan penjelasan panjang Saehyun, lantas menarik gadis itu untuk mengikutinya. Saehyun meringis akibat cengkraman Wonwoo yang terasa sakit di pergelangan tangannya. Astaga! Padahal ini masih pagi tapi sudah ada orang yang membuat masalah dengannya.
Dengan terpaksa gadis itu berusaha mengikuti langkah lebar Wonwoo yang menyeretnya, menyeimbangi ritme langkah yang diciptakan Wonwoo.
Wonwoo mengajak Saehyun ke atap rumah sakit yang terbilang sepi. Tungkainya terhenti, yang otomatis menghentikan langkah kaki Saehyun juga.
Wonwoo berbalik. Tangan kekarnya masih menggenggam lembut pergelangan tangan Saehyun. CATAT! Wonwoo menggenggam pergelangan tangan Saehyun bukan mencengkeramnya.
Kening Saehyun mengkerut saat obsidiannya menangkap sesuatu yang ganjal di wajah rupawan Wonwoo. Ah-sial! Sungguh, Saehyun tidak mau mengakui bahwa Wonwoo-si pemuda kasar di hadapannya ini punya wajah tamp-oh, Stop! Bahkan gadis itu tidak mau menyebutkannya dalam hati. Yang jelas, ada yang aneh di permukaan wajah pria itu.
"Wajahmu kenapa?" tanyanya hati-hati. Takut kalau yang ditanya akan tersinggung.
Wonwoo mendesis, "Bahkan kamu tidak ingat apa yang sudah kamu lakukan padaku?" dan malah balik bertanya.
"Ma-maksudmu?"
"Minta maaflah! Aku tahu kau ingat semuanya!"
"Ingat apa, sih?!"
"Apa bocah sialan itu tidak memberitahumu apa yang sebenarnya terjadi?"
Wonwoo maju selangkah, lebih mendekat pada Saehyun. Tubuhnya ia condongkan ke depan, mengikis jarak antara wajahnya dengan gadis itu. "Mungkin saja. Karena dia cukup malu untuk menceritakannya padamu." Wonwoo tersenyum miring.
"Setahuku aku mabuk semalam dan Jungkook yang mengantarku. Buktinya saja tadi pagi dia ada di apartemenku." Saehyun terlihat sedang mengingat-ingat.
"Kau salah, gadis bodoh! Aku yang mengantarmu."
Pernyataan Wonwoo berhasil membuat Saehyun tercengang. "Tidak mungkin..." Saehyun bergumam namun masih dapat didengar oleh Wonwoo.
10 hours ago...
Seoul Tower Ville, Seoul
"Astaga, ke-kenapa be-berat se-sekali!" Wonwoo tidak pernah berhenti menggerutu saat menggendong Saehyun menuju kamar gadis itu.
Ingin rasanya Wonwoo menghempaskan tubuh Saehyun kasar ke atas ranjang. Namun niatnya urung saat diliriknya wajah lelah Saehyun yang tertidur pulas melalui sudut matanya.
Perlahan pria berjas hitam itu merebahkan tubuh Saehyun di atas ranjang. Tak lupa ia juga menyelimuti tubuh gadis itu dengan selimut tebal dari ujung kaki hingga leher.
Wonwoo menatap sendu wajah lelah Saehyun yang terlelap. Ingatannya kembali pada kejadian saat ia mengetahui password apartement gadis itu yang merupakan tanggal dan bulan lahir Jungkook, adiknya.
Entah kenapa rasanya Wonwoo sangat kecewa saat itu juga. Terbesit dipikirannya untuk mengganti password tersebut dengan tanggal dan bulan lahirnya. Wonwoo menggelengkan bola kepalanya kasar menyadari pemikiran aneh barusan. Segera pria itu menepis dan membuang jauh-jauh pemikiran konyolnya.
Wonwoo keluar dari kamar Saehyun. Sesaat ia menoleh, memerhatikan wajah Saehyun sekali lagi saat dirinya masih di ambang pintu.
Masih dengan keadaan pintu yang belum ditutup sempurna, Wonwoo kembali memandangi wajah lelah gadis yang hanya tinggal dua hari lagi akan menjadi miliknya ... seutuhnya. Dan akhirnya, pria Jeon itu menutup sempurna pintu kamar Saehyun dengan hati-hati.
Wonwoo merogoh kantung celana dan mengambil ponsel pintar berwarna hitam miliknya. Ibu jarinya bergerak lincah di atas layar sentuh ponsel keluaran terbaru. Setelahnya pria bermarga Jeon itu melenggang ke luar apartement Saehyun.
[To : Jeon Jungkook
Jaga dan rawat Saehyun, untukku.]
*
Mina mengerjapkan kedua mata mencoba memperjelas penglihatannya. Kepalanya terasa pening. Ah-dia ingat, semalam dia mabuk berat. Ingatan terakhirnya hanya sebatas saat Saehyun datang ke bar dan memarahinya yang masih setengah sadar. Setelahnya Mina tidak ingat sama sekali apa yang sudah terjadi padanya semalam.
Samar-samar, Mina mendengar suara gemericik air yang berasal dari kamar mandi. 'Rasanya aku juga ingin mandi!' batinnya. Mina tersenyum cerah membayangkan berliter-liter air membasuhi seluruh tubuhnya.
KREEET
Namun, khayalan indahnya hilang seketika, saat obsidiannya melihat suatu objek yang sangat asing baginya. Seorang pemuda bertubuh pendek keluar dari kamar mandi yang terletak di depan tempat tidurnya.
"AAAKKKHH!!!" Mina menutup kedua matanya dengan selimut tebal yang membalut tubuhnya.
"Oh-astaga! Maaf, maaf!"
Jimin-pemuda pendek yang baru saja keluar dari kamar mandi berbalutkan selembar handuk yang hanya menutupi bagian bawah tubuhnya itu kocar-kacir lari dan kembali masuk kamar mandi.
"Apa yang kamu lakukan di kamarku?!" pekik Mina.
"Aku tidak bermaksud mengejutkanmu! La-lagi pula ini kamarku!" Jimin memekik dari balik pintu kamar mandi.
"Kamarmu?" gumam Mina.
Mata bulatnya semakin melebar saat ia menyadari bahwa pagi ini ia terbangun di tempat asing, bukan kamarnya. Selang beberapa detik tangisnya pecah memenuhi kamar milik Jimin.
"Maaf, karena semalam temanmu juga ikut mabuk dan karena aku, juga Jungkook tidak tahu alamat rumahmu, jadi aku membawamu ke sini. Tapi kamu jangan khawatir. Aku tidak melakukan apapun padamu. Lagi pula semalam aku tidur di kamar tamu. Kalau kamu masih tidak percaya juga, kamu bisa tanyakan itu pada ibuku," jelas Jimin panjang lebar.
Mina masih sesenggukan, menatap tajam pada Jimin yang sudah berpakaian sempurna. Tangisnya kembali menggema, membuat Jimin kebingungan.mAkhirnya pemuda itu maju dan merengkuh tubuh Mina yang bergetar hebat.
"Sudahlah, aku minta maaf, tapi sungguh tidak terjadi apapun semalam. Aku berani bersumpah!" ucapnya seraya menepuk-nepuk pundak Mina, berusaha menenangkan gadis itu.
"Gadis cantik, siapa namamu?" tanya ibu Jimin saat Mina baru saja duduk di meja makan bersama keluarga Jimin.
"Park Mina," lirih Mina.
Jimin yang duduk di samping Mina merasa tidak enak karena telah membuat gadis itu merasa tidak nyaman. Ditambah air muka Jihyun yang acuh, tidak mengindahkan keberadaan Mina yang duduk di hadapannya.
"Ini pertama kalinya Jimin membawa seorang gadis ke rumah, terlebih--"
"Ah-ibu! Sudahlah, biarkan Mina makan dulu!" Jimin dengan cepat memotong. Takut kalau ibunya akan membahas keadaan Mina yang mabuk semalam.
***
Saehyun duduk termenung di sebuah kursi taman di bawah lampu temaram. Seharusnya malam ini dia bertugas malam, namun dengan suatu alasan gadis itu meminta Sunkyo untuk menggantikannya. Saehyun terlihat gusar menanti seseorang sejak kurang dari tiga puluh menit yang lalu. Berkali-kali gadis itu mengecek ponselnya yang tidak kunjung mendapat pesan dari orang yang sedang dia tunggu.
"Maaf menunggu lama."
Saehyun segera bangkit dari duduknya saat dilihatnya orang yang selama ini dia tunggu akhirnya menampakkan batang hidungnya juga.
"Jung, aku-"
Tanpa memperdulikan apa yang hendak Saehyu ucapkan, Jungkook, orang yang sedari tadi Saehyun tunggu, malah menarik tubuh Saehyun ke dalam dekapan hangatnya. Jungkook mendekap erat tubuh Saehyun. Seakan tidak mau melepaskannya lagi.
Wajahnya dia telusupkan pada sela leher jenjang Saehyun. Menghirup sedalam mungkin aroma strawaberry yang melekat kuat pada tubuh gadis itu.
Saehyun tercengang akan tindakan Jungkook yang tiba-tiba. Padahal alasannya ingin bertemu dengan Jungkook adalah untuk menanyakan kebenaran kejadian semalam. Tanpa diduga Jungkook malah melakukan hal diluar dugaan.
"Jungkook-"
"Aku mohon, ikutlah denganku. Kita pergi selamanya dari Korea. Aku janji akan membahagiakanmu seumur hidupku."
Saehyun melepaskan diri dari dekapan Jungkook. Ditatapnya manik kelam itu dengan tatapan tak percaya. "Apa kamu gila?!"
"Ya, aku gila! Aku memang sudah gila!" pekik Jungkook tepat di wajah Saehyun. "Aku gila karena terlalu mencintaimu. Aku gila karena terlalu menginginkanmu. Aku gila karena dirimu!"
Saehyun semakin tercengang mendengar kalimat terakhir yang Jungkook ucapkan. Matanya memanas, emosinya memuncak. Namun sebisa mungkin gadis itu berusaha untuk menahannya.
"Awalnya aku ingin memastikan suatu hal padamu, tapi aku rasa percuma. Karena sekarang kamu benar-benar sedang dalam mood yang buruk. Aku pergi."
***
Mina menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang empuk milik Saehyun. Ya. Gadis itu lebih memilih untuk pulang ke apartement temannya dibanding pulang ke rumah. Kekesalan hatinya pada orang tuanya membuat Mina merasa jenuh tinggal di rumah. Mina berusaha memejamkan mata, namun niatnya dia urungkan saat Saehyun membuka pintu kamar.
Saehyun duduk di samping Mina, menyodorkan bir kalengan yang tadi dibelinya. Mina mengubah posisinya, menyambut bir kalengan tersebut dan langsung meneguk setengah dari isinya. Keduanya terdiam. Sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Kau masih ingat kan, kalau kamu punya hutang bercerita padaku." Suara Saehyun berhasil membuyarkan lamunan Mina tentang Jimin.
"Ah, itu. Aku malas untuk mengingatnya lagi. Aku lelah."
"Ayah dan ibumu lagi?" Mina mengangguk mengiyakan pertanyaan Saehyun. "Selalu saja begini. Orangtuaku terlalu berambisi. Aku sudah bilang pada ayah maupun ibu, kalu aku akan mencari pasangan hidupku sendiri, dan aku tidak mau dijodohkan dengan orang yang tidak aku kenal. Aku benci perjodohan! Apalagi ada unsur bisnis di dalamnya! Mereka pikir kita ini alat, huh?!"
Saehyun tertegun mendengar penuturan Mina. Jujur saja, dia merasa sedikit tersinggung atas perkataan Mina. Menyadari kebisuan Saehyun, Mina segera menutup mulut dengan tangannya yang bebas. Rasa bersalah dan tidak enak menyelimuti Mina. "Maaf, aku tidak bermaksud-"
"Tidak apa-apa, lagi pula kamu berhak berpendapat." Saehyun tersenyum miris, sebisa mungkin terlihat tidak kecewa di hadapan Mina. Gadis itu tidak mau membuat temannya yang sedang dirundung masalah semakin tertekan. Untuk itu Saehyun lebih memilih untuk terus mendengarkan celotehan Mina.
"Jadi karena acara perjodohan itu kamu kabur dari rumah sakit, lalu pergi ke bar, huh?"
"Begitulah..." Suara Mina terdengar lesu.
"Kamu tahu, aku dan Nayoung Unnie mencarimu kemana-mana. Berterimakasihlah pada Sunkyo, karena dia yang melihatmu masuk ke dalam bar saat dia akan pulang waktu itu."
"Iya, aku akan berterima kasih padanya." Mina terdiam sesaat, "Ah iya, tolong sampaikan terima kasihku juga pada Jungkook, karena sudah mengantarku. Jimin bilang kamu juga mabuk malam itu, jadi tidak bisa mengantaku pulang."
"Akan aku sampaikan padanya."
"Satu lagi!" Mata Mina memicing, "Bagaimana bisa kamu mabuk, huh? Kemana setelah kamu mabuk? Siapa yang mengantarmu pulang kalau bukan Jungkook?"
Saehyun menelan salivanya kepayahan. Bibirnya terkunci rapat, enggan menjawab pertanyaan Mina. Helaan napas gusarnya keluar begitu saja. "Jeon Wonwoo."
"Serius? Si manusia berhati es itu yang mengantarmu?!"
Saehyun mengangguk kecil, "Sudahlah tidak usah di bahas lagi. Sekarang yang harus kita pikirkan adalah bagaimana caranya agar orangtuamu itu tidak menuntutmu terus menerus soal pernikahan ataupun perjodohan." Saehyun mencoba mengganti topik perbincangan.
"Sebelum itu, aku mau tanya satu hal. Kapan kamu menikah?"
"Lusa."
"What?! Lusa?!"
***
Myeogdong Cathedral, Seoul-Korea Selatan.
Jungkook duduk termenung di pojok ruangan. Sementara Ayahnya sibuk mengatur dekorasi di dalam gereja dibantu oleh beberapa kerabat dekat dan teman dekat Jungkook seperti Taehyung, Hana dan Jimin. Ketiganya masih sibuk dengan tugas masing-masing yang diberikan ayah Jungkook.
Hana celingukan, mencari-cari keberadaan sosok Jungkook. Jujur saja selama satu minggu ini Hana tidak pernah bertemu dengan Jungkook karena kesibukannya yang kini ikut membantu jalannya bisnis kedua orang tuanya di Hotel.
Hana mengulas senyum, saat obsidiannya menangkap sosok yang dicarinya. "Jungkook, sedang apa kamu di sini? Tidak ikut membantu?" tanya gadis itu saat sudah berhasil menyambangi Jungkook.
Jungkook diam membisu, tidak mengindahkan kehadiran Hana yang menatapnya dengan penuh kehawatiran. "Kamu sedang tidak enak badan?" Hana kembali bertanya.
Jungkook masih tidak memberikan respon. Detik berikutnya Jungkook bangkit dari duduknya, lantas beranjak meninggalkan Hana yang masih menunggu jawaban dari Jungkook.
Hati Hana mencelos, kecewa akan sikap Jungkook yang dingin, sedingin bongkahan es di kutub utara. Mata Hana memanas, sebisa mungkin gadis Choi itu menahan buliran air matanya yang sudah menumpuk di ujung pelupuk mata. "Kamu tidak mau disamakan dengan kakakmu, tapi buktinya kamu itu sama saja, Jungkook!" gumam Hana.
Chanmi berdiri tidak jauh dari pintu masuk gereja. Matanya menatap sendu pada seorang pemuda yang baru saja terlihat keluar dari gereja. Chanmi menghela napas sesaat sebelum akhirnya melangkah mendekati Jungkook.
Chanmi memposisikan diri duduk di sebelah Jungkook. Angin berhembus, menerbangkan helai demi helai surai kecoklatan Chanmi yang tergerai. "Sedang ada masalah?" ucap Chanmi memberanikan diri.
Jungkook menoleh dan mendapati Chanmi yang duduk di sebelahnya. Wanita cantik itu menatapnya penuh tanya.
"Park ssaem, sedang apa Anda di sini?"
"Hanya kebetulan lewat dan aku melihatmu keluar dari gereja."
"Ah-iya, kebetulan sekali saya bertemu dengan Anda." Jungkook menyerahkan sebuah undangan pernikahan Wonwoo dan Saehyun pada Chanmi. "Saya memutuskan untuk mengundang Anda ke acara pernikahan saudara saya besok, maaf kalau terlalu mendadak." Jelas Jungkook saat dilihatnya Chanmi menerima dengan penuh tanda tanya.
"Ah, tidak apa-apa." Chanmi tersenyum miring, 'Lagi pula aku akan tetap datang bersama temanku untuk menghancurkan acara ini, tanpa kamu undang sekalipun.' tuturnya dalam hati.
*
Chanmi menatap tidak minat pada surat undangan yang tadi diberikan Jungkook padanya. Saat ini wanita berparas cantik itu tengah duduk manis sambil menikmati coffe latte yang ia pesan. Sesekali Chanmi melirik jam tangan yang melingkar manis di pergelangan tangan. Nampaknya ia sedang menunggu kedatangan seseorang.
Pintu kafe terbuka dan menampilkan sosok pria tampan bertubuh jangkung dengan pakaian khas ala kantoran yang membalut tubuh semampai, lengkap dengan sebuah kaca mata bulat yang bertengger manis di hidung mancungnya.
"Lama menunggu?"
"Tidak masalah." Chanmi tersenyum miring di balik cangkir kopi menanggapi pria itu.
"Ada apa?"
Chanmi meletakkan cangkirnya dan mulai menatap serius pada pria bersuara bass yang duduk di hadapannya, Park Bugeom.
To be continued
Halo, lama gak update ff ini, jadi aku mutusin buat up yg ini dulu, setelah itu baru ff bbh. Oh iya, maaf juga kalau feelnya gak dapet alur alurnya berantakan. But, tetep kasih vommentnya ya 😊
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro