3 : The Fact
Kun masih setia duduk diam di samping istrinya yang masih enggan untuk membuka mata. Tangannya masih setia menggenggam lengan istrinya, berusaha memberi kehangatan yang dia bisa. Tiba-tiba saja Kun merasakan jemari tangan Nayoung bergerak meski sedikit demi sedikit. Perlahan kedua mata yang sejak beberapa jam yang lalu enggan terbuka sekarang mulai n terbuka lebar. Nayoung tersadar dari tidurnya.
"Nayoung-ah," sapa Kun lembut menyambut istri tercintanya.
"Oppa?" suara Nayoung terdengar parau.
"Eum?"
"Kenapa Oppa bisa ada di sini? Apa Mina yang menghubungimu?"
Kun menggelengkan bola kepalanya, "Kebetulan aku sedang ada di sini dan melihatmu tadi. Maafkan aku, karena terlalu sibuk di kantor aku jadi menghiraukan kesehatanmu."
"Tidak, Oppa. Ini bukan kesalahanmu, ini salahku yang tidak bisa menjaga diri dengan baik."
Dalam diamnya, Kun nampak tersenyum bahagia. Matanya yang sipit itu semakin tidak terlihat. Nayoung mengerutkan keningsaat matanya menangkap pemandangan aneh yang terjadi pada diri Kun. Seingatnya sudah lama sekali dia tidak pernah lagi melihat wajah berseri suaminya semenjak Kun terlalu sibuk memikirkan urusan kantor yang katanya sedang diambang kehancuran itu.
"Kalau boleh aku tahu, ada urusan apa Oppa kemari?"
"Ah itu, bos ku menyuruhku menyampaikan pesan pada salah satu pegawai di sini. Kebetulan dia juga seorang dokter, sama sepertimu. Kalau tidak salah namanya Ji Saehyun."
"Ji Saehyun?"
"Kau mengenalnya?"
Nayoung tidak bergeming setelah mendengar tujuan sebenarnya dari Kun. Wanita cantik itu berusaha menampilan senyuman terbaiknya demi menghilangkan rasa gugupnya. Sedangkan Kun tampak menuntut jawaban dari istrinya.
Chanmi bersama dengan Bugeom masuk ke dalam sebuah restoran bernuansa musim semi, mengingat di setiap sudut ruangan terdapat bunga-bunga hidup yang cantik, mulai dari bunga Mawar, Anggrek sampai Lily. Tidak lupa pula setiap dinding di restoran itu juga dihiasi oleh lukisan bunga. Meski musim dingin, panas atau gugur, setiap kali memasuki restoran ini maka akan terasa seperti musim semi.
Ya, musim semi abadi.
Keduanya memilih untuk duduk di sudut ruangan dekat dinding kaca yang menampakkan suasana kota dimalam hari. Seorang gadis cantik berpenampilan casual menghampiri mereka.
"Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?" tanya gadis itu.
Sementara Chanmi dan Bugeom menyebutkan pesanan mereka, pintu restoran terbuka menampilkan Taehyung dan Saehyun yang berjalan memasuki restoran. Taehyung nampak bersemangat ketika manik matanya menangkap sosok yang sangat dikenali.
"Choi Hana!" sapa Taehyung setengah teriak.
Menyadari ada yang memanggil namanya, Hana---gadis yang tengah mencatat pesanan Chanmi dan Bugeom, menoleh. Boola matanya membulat, terkejut melihat kehadiran Taehyung. Hana memanggil pegawai lain untuk meminta menggantikannya melayani konsumen. Segera Hana menghampiri Taehyung dan Saehyun yang masih berdiri ditempatnya.
"Ish, kau ini! Apa kamu tidak bisa untuk tidak berteriak setiap kali datang ke sini?!" cerca Hana begitu berhasil menyambangi Taehyung.
"Sepertinya tidak bisa, karena itu sudah menjadi kebiasaanku." Taehyung memasang wajah sepolos mungkin.
Hana berdecak sebal mendengar jawaban Taehyung. "Dia siapa?" tanya Hana begitu menyadari kehadiran Saehyun, orang yang tidak dikenalnya.
"Oh, dia Saehyun, temanku dan Jungkook." Taehyung memperkenalkan Saehyun pada Hana. "Saehyun-ah, ini Hana, dia gadis paling menyebalkan di dunia ini!" Canda Taehyung meledek Hana.
"Hai, namaku Ji Saehyun." Saehyun mengulurkan tangannya yang disambut oleh Hana, "Choi Hana."
"Ayo kita ke atas, Saehyun."
"Yak! Pemilik restoran ini aku bukan kamu! Jangan seenaknya, Kim Taehyung!"
***
Wonwoo menatap nanar pada selembar foto yang dia simpan di dalam dompet. Perlahan ingatannya kembali memutar masa-masa indah sekaligus menyakitkan baginya. Saat di mana sebuah perubahan besar terjadi dalam dirinya.
Foto yang menampilkan wajah berseri seorang gadis cantik berambut panjang setengah bergelombang itu berhasil membuat dirinya menjadi Jeon Wonwoo si pria iblis nan kurang ajar seperti sekarang. Kegagalan cinta pertamanya membuat Wonwoo jatuh sekaligus ke dalam lubang kehancuran.
Tahta, kekuasaan, derajat. Hanya karena ketiga alasan itu cintanya harus hancur berkeping-keping. Dan sekarang? Betapa menyedihkannya dia yang dipaksa harus menikahi gadis yang tidak dicintainya, bahkan tidak dia kenal.
Hati dan cintanya masih tertuju ada satu orang, meski selama bertahun-tahun sudah banyak sekali gadis-gadis cantik diluar sana yang menghiburnya, bahkan rela memberikan hal yang paling berharga pada Wonwoo. Tapi percuma. Perasaan tulus pada cinta pertamanya tidak bisa hilang begitu saja, meski waktu terus berusaha melenyapkan itu.
Pintu ruangannya terbuka. Menampakkan sosok sang ayah yang selama ini dia benci. Jika bukan karena harta warisan yang dijanjikan ayahnya, mungkin Wonwoo sudah pergi meninggalkan keluarganya.
Ya, alasan Wonwoo masih tetap bertahan selama ini adalah ingin membalas dendam pada ayahnya dengan menguasai harta milik sang ayah. Bahkan Wonwoo pernah mengucap janji akan membawa gadisnya kembali setelah dia berhasil menguasai aset yang dimiliki keluarga besarnya.
Segera Wonwoo memasukkan kembali foto gadisnya ke dalam dompet. Bersikap seperti biasa, layaknya seorang Jeon Wonwoo yang angkuh. Wonwoo bangkit dari kursi kebesarannya, menghampiri Tuang Jeon yang sudah terlebih dahulu duduk di sofa tidak jauh dari meja kerja Wonwoo.
Wonwoo mendudukkan diri tepat di hadapan ayahnya. Tuan Jeon terkikik geli melihat tingkah sok angkuh anak sulungnya itu.
"Ada perlu apa Anda kemari?"
Tidak ada basa-basi lagi, bahkan sapaan hangat pun tidak diterima oleh Tuan Jeon, selayaknya sapaan hangat anak kepada orangtuanya.
"Aku hanya ingin memastikan sesuatu." Tuan Jeon memperbaiki posisi duduknya, "Bagaimana keadaan Saehyun?"
Bukannya menanyakan kabar perihal anak sulungnya, Tuan Jeon malah menanyakan kabar Saehyun, calon menantu idamannya. Wonwoo tersenyum sinis. "Apa Anda sangat menyukai gadis itu?"
"Tentu saja. Kalau tidak, untuk apa aku bersikeras menjodohkanmu dengannya?"
"Kalau begitu, kenapa tidak Anda saja yang menikahinya?"
PLAKK
Sebuah tangan kekar berhasil mendarat di pipi kiri Wonwoo. Napas Tuan Jeon bergerumuh. Amarahnya semakin memuncak ketika Wonwoo bahkan enggan meminta maaf setelah berkata lancang pada ayahnya.
"Andai saja Jungkook adalah anak sulung keluarga Jeon, aku tidak akan menaruh harapan besar pada orang sialan sepertimu!"
Sekon berikutnya Tuan Jeon pergi meninggalkan Wonwoo yang masih menunduk merasakan sakit di pipinya. Oh, tidak! Bukan hanya dipipi, tapi hatinya juga merasa demikian. Terlebih pernyataan ayahnya yang lebih memilih Jungkook dibandingkan dengan dirinya.
***
"Oh Sehun. Senang berkenalan denganmu, Cantik."
Kerlingan genit mata Sehun membuat Jihyun menyambut uluran tangannya. "Park Jihyun. Nice to meet you, too." Jihyun membalas dengan senyuman yang tidak kalah menawan.
Sehun dan Jihyun nampak begitu menikmati malam pertemuan pertama mereka. Bahkan Jihyun tidak segan untuk bercerita pada orang yang baru pertama kali dia temui. Rupanya sifat ramahnya pada orang lain masih sama seperti saat itu. Pun dengan Sehun yang tidak segan-segan merangkul pundak Jihyun yang mulai kehilangan kesadaran sedikit demi sedikit.
Hingga pada akhirnya Jihyun benar-benar kehilangan kesadarannya. Sehun tersenyum licik, menikmati pemandangan indah wajah cantik Jihyun dihadapannya. Wajah Jihyun saat tidur terlihat begitu damai, seperti tidak punya beban. Berbeda sekali ketika dia sudah terbangun. Semua pikiran buruk, rasa sedih, kecewa dan kesal bercampur aduk menggerogoti dirinya.
Sehun menggendong Jihyun ala bridal. Membawa tubuh tidak sadarkan diri Jihyun ke apartement pribadinya mengingat dia tidak tahu alamat rumah gadis ini. Sehun menidurkan Jihyun di atas tempat tidur king size-nya, sementara dia lebih memilih untuk tidur di luar kamar.
Sehun tersenyum geli karena bisa menghabiskan malam bersama gadis secantik Jihyun, meski dia masih tidak berani menyentuh gadis itu. Mengingat masih ada hal yang harus dia lakukan untuk melancarkan misinya.
Bertemu dengan Park Jihyun bukanlah suatu kebetulan bagi Sehun.
***
Jungkook tiba di restoran milik Hana, setelah sebelumnya dia menghubungi Taehyung menanyakan di mana keberadaan pemuda tengil itu bersama Saehyun. Bagaimanapun caranya, rencananya harus sukses malam ini. Tidak ada Jeon Wonwoo maupun Oh Sehun yang akan mengganggunya lagi.
Jungkook tiba di lantai paling atas gedung restoran saat Taehyung dan Mina tengah memperdebatkan persoalan konyol. Entah apa itu, Jungkook tidak peduli. Manik legamnya menatap dalam Saehyun yang tengah duduk memandangi kerlap-kerlip lampu jalan di bawah sana lewat kaca jendela di sampingnya. Sepertinya gadis itu tidak menyadari kedatangan Jungkook.
"Jungkook!" seru Hana membuyarkan perhatian Saehyun.
"Hai, Hana," sapanya singkat, "Taehyung, terima kasih banyak sudah menjaganya untukku." Kali ini perhatiannya tertuju pada Taehyung.
"Tidak masalah! Aku senang bisa membantumu, Kook."
Taehyung dan Jungkook nampak saling bertukar kunci mobil. Sejurus kemudian Jungkook menghampiri Saehyun yang nampak senang atas kehadiran Jungkook.
"Ayo jalan, aku yang akan mengantarmu pulang." Jungkook menggenggam lengan Saehyun lembut, berbeda sekali dengan Wonwoo yang malah mengasarinya tadi. "Kami pamit duluan."
Hana mencelos melihat genggaman tangan Jungkook pada lengan Saehyun yang begitu penuh cinta. Sementara Taehyung malah memperhatikan raut wajah Hana yang tampak kecewa dan sedih.
"Tae, sebenarnya apa hubungan mereka berdua?" tanya Hana tanpa mengalihkan pandangannya dari dua sejoli yang saat ini sedang menuruni anak tangga.
"Cinta petamanya." Hana menoleh. "Ji Saehyun adalah cinta pertama Jungkook. Gadis yang sering kali membuat Jungkook uring-uringan bertingkah tidak jelas."
Mendengar jawaban dari Taehyung membuat hati Hana semakin sakit. Apakah cintaku memang harus berakhir seperti ini? pikirnya.
Jungkook menggandeng Saehyun menuruni anak tangga terakhir sebelum akhirnya mereka berhasil keluar dari gedung ini.
Tanpa mereka sadari, ada dua pasang mata yang memperhatikan gerak-gerik merek sejak keduanya menapakkan kaki di lantai satu.
"Bugeom-ah, sepertinya keputusanku sudah bulat," ucap Chanmi. Netranya masih tertuju pada Jungkook.
"Maksudmu?" Bugeom bertanya karena dia sungguh tidak mengerti maksud Chanmi.
"Aku akan menaklukkan hati penerus Jeon Grup. Bagaimana pun caranya."
"Park Chanmi!"
"Aku sudah tidak punya alasan lain untuk membatalkan rencanaku. Aku harus mendapatkan apa yang aku mau!" pekik Chanmi tertahan.
"Apa tidak ada yang bisa kamu lakukan selain rencanamu itu? Atau tunggulah sebentar lagi, aku pasti akan--"
"Sampai kapan? Sampai kapan aku harus menunggu terus?" Dada Chanmi nampak naik-turun, "Sampai Ayahku menghembuskan napas terakhirnya karena tidak bisa menjalani pengobatan yang harganya selangit itu?!"
Chanmi berdiri dari duduknya, menatap nanar pada Bugeom, teman kecilnya. "Aku lelah, sampai bertemu lagi."
Chanmi pergi meninggalkan Park Bugeom yang menatap nanar punggung gadis Park itu.
***
Kun mash menuntut jawaban dari Nayoung perihal pertanyaannya mengenai Saehyun. Lama Nayoung bertahan atas diamnya, pada akhirnya wanita itu memilih untuk buka suara perihal hubungannya dengan Saehyun, orang yang dicari Kun.
"Dia temanku, aku kenal baik dengannya. Tapi kenapa mencari Saehyun?" tanyanya.
"Aku hanya diperintah untuk menyampaikan pesan penting dari atasanku."
"Atasanmu?" Nayoung mengkerutkan keningnya, "Oh Sehun?" pekiknya kemudian.
Kun mengangguk, mengiyakan pertanyaan istrinya. Walau bagaimapun dia tidak bisa berkilah dari sang istri, pun sebaliknya. "Ada perlu apa dia dengan Saehyun?"
"Maafkan aku, tapi--"
"Aku tahu, itu pasti sangat rahasia sampai kamu tidak bisa memberitahuku."
"Maafkan, Nay."
Pintu terbuka, menampakkan sosok Mina dengan wajahnya yang berseri. Perawat itu menyambangi Nayoung yang tengah terduduk bersandar pada dashboard. Senyumannya semakin merekah kala keduanya saling beradu tatap dalam jarak dekat.
"Ada apa denganmu? Jangan menatapkku seperti itu! Kamu membuat bulu kudukku berdiri saja!" celetuk Nayoung.
"Eonnie!"
"Sudah aku bilang jangan---"
"Selamat!" sorak Mina kegirangan.
"Eh?" Nayoung nampak tidak mengerti.
"Kun-ssi, selamat atas kehamilan istri tercinta Anda." Mina bertepuk tangan menyelamati Kun dan Nayoung.
Nayoung tidak bergeming, matanya membulat sempurna. Tangannya menutup mulut, terkejut tidak percaya atas kabar yang diterimanya dari Mina.
Berbanding terbalik dengan Kun yang sepertinya sudah tahu lebih dulu kabar membahagiakan ini. Keluarga kecilnya akan kedatangan seorang tamu istimewa.
Nayoung menatap tidak percaya pada suaminya. Matanya berkaca-kaca. Kun bangkit, meraih Nayoung dan mendekapnya erat. Menyalurkan semua kebahagiaan dan cintanya pada Nayoung. "Terima kasih ... Terima kasih banyak, Nayoung-ah..."
Mina menyatukan kedua tangannya, berdo'a pada Tuhan untuk kebahagiaan Kun dan Nayoung. Hatinya menginginkan, suatu hari nanti dirinya akan bahagia seperti Nayoung. Tentu saja Mina membayangkan Park Bugeom sebagai pendamping hidupnya. Senyumannya luntur saat bayangan wajah Sunkyo hadir dalam benaknya. "Ini gila!" rutuknya pelan.
Tanpa Mina sadari, Nayoung dan Kun sejak tadi memperhatikan gelagat aneh Mina. Gadis itu masih menutup mata, raut wajahnya merengit kegelian.
"Hei Park Mina! Ada apa denganmu?"
Mina membuka matanya, "Eh? Ah iya aku hampir lupa!" Mina menampilkan cengiran kudanya. "Usia kandungan Sunbae sudah hampir seminggu. Dan sepertinya tadi Sunbae kelelahan sampai kehilangan kesadaran."
"Satu minggu?" Nayoung nampak terkejut.
"Mulai sekarang kamu harus menjaga kesehatanmu, Sayang. Kamu tidak boleh terlalu kelelahan. Karena kudengar awal kehamilan itu sangat berbahaya," tutur Kun.
"Anda benar. Sunbae harus lebih berhati-hati juga." Mina menambahkan. "Ah! Terlebih Sunbae itu kan dokter kandungan. Seharusnya Sunbae tahu apa yang harus dan tidak boleh lakukan."
"Kau cerewet, Park Mina!"
***
"Aakk!" pekik Saehyun saat Jungkook menyentuh pergelangan tangannya.
Jungkook cepat-cepat mengecek keadaan pergelangan tangan Saehyun. Dia terkejut bukan main saat melihat ada memar di sana. Mata elang Jungkook menuntut jawab dari Saehyun.
"Aku rasa tadi Wonwoo terlalu kuat menyeretku ... jadinya begini."
Saehyun tidak berani menatap langsung manik mata Jungkook. Gadis itu lebih memilih menundukkan kepalanya.
Rambut panjangnya yang tergerai menutupi sebagian wajahnya. Semilir angin menerpa, menerbangkan rambut panjang kecoklatannya. Karena saat ini keduanya tengah berdiri di depan kap mobil dekat aliran Sungai Han. Angin malam yang berhembus semakin kencang membuat Saehyun menggigil.
"Sudah larut, aku akan mengantarmu."
Dering ponsel terdengar jelas di saku jaket Saehyun. Segera gadis bermarga Ji itu mengambilnya. Saehyun menghela kesal saat dia melihat nama Jeon Wonwoo tertera di layar ponselnya.
Jungkook yang menyadari kebisuan Saehyun pun menoleh, "Apa itu Wonwoo Hyung?"
Saehyun mengangguk mengiyakan.
"Kenapa tidak kamu jawab saja?"
Saehyun berdecak, tapi tetap melakukan apa yang Jungkook suruh. "Ya, ini aku." Saehyun menjawab panggilan dari Wonwoo. Gadis itu menghela, memutar bola matanya malas. "Iya aku sedang dalam perjalan pulang."
"Aku pulang dengan Jungkook." Saehyun nampak menjauhkan ponsel dari telinga. Panggilan diputus sepihak oleh Saehyun.
"Apa katanya?"
"Dia hanya menanyakan apa aku sudah sampai rumah atau belum. Itu saja."
"Oh..." Jungkook merespon.
***
Sebuah mobil sport berwarna merah berhenti di depan sebuah rumah megah bernuansa Eropa. Dari mobil tersebut turunlah seorang wanita dan pria yang pantas untuk dikatakan sempurna karena paras mereka yang menawan.
"Ini rumahmu?" Sehun memulai percakapan.
"Iya."
"Baiklah kalau begitu aku pamit. Sampai jumpa, Manis." Baru saja satu-dua langkah, pria itu menghentikan langkah kakinya saat sebuah suara menyebut nama si wanita.
"Jihyun Noona!!!"
"Berhentilah berteriak, Park Jimin!"
"Kamu kemana saja, sih?! Semenjak tiba dari Amerika aku tidak pernah melihatmu pulang ke rumah!"
"Berisik!"
Jihyun meninggalkan Jimin yang masih memarahinya tidak jelas di depan gerbang. Atensinya beralih pada sosok pria yang baru saja masuk ke dalam mobilnya. "Siapa dia?"
"Noona! Siapa pria yang tadi mengantarmu itu?" Jimin langsung menanyai Jihyun sesaat setelah masuk ke dalam rumah.
"Kamu diantar oleh seorang pria? Siapa dia?"
Langkah kasar Jihyun berhenti kala indera pendengarannya menangkap suara yang selama ini dia rundukan. Sebenarnya, Jihyun enggan untuk melihat ibunya yang kurus, wajahnya pun tidak berseri seperti dulu. Jihyun memantapkan hatinya sebelum berbalik menatap sang ibu.
"Dia temanku, Bu."
"Kenapa tidak kamu ajak untuk mampir meski sebentar?" tanya ibunya.
"Dia sibuk," jawab Jihyun sekenanya. "Bu, aku lelah dan ingin istirahat."
Setelahnya Jihyun melenggang meninggalkan ibunya.
***
Kun kembali ke rumah sakit. Bukan untuk melihat keadaan istrinya, melainkan mencari keberadaan Ji Saehyun, orang yang diinginkan tuannya. Setelah bertanya pada suster yang kebetulan melewatinya, kini Kun hanya perlu menunggu di ruang tunggu.
Tidak lama seorang gadis berjas putih lengkap dengan kaca mata yang bertengger manis dihidungnya dan beberapa dokumen ditangan datang menghampiri. Gadis itu nampak kebingungan karena tidak tahu siapa gerangan orang sedang mencarinya ini.
"Qian Kun-ssi?" tanyanya kemudian.
Kun mendongak dan langsung berdiri mensejajarkan dirinya dengan dokter tersebut yang tidak lain adalah Ji Saehyun, orang yang tengah dia cari.
"Ji Saehyun-ssi?" tanyanya memastikan.
"Ya, itu aku. Maaf, ada yang bisa saya bantu?"
"Ada yang perlu saya bicarakan dengan Anda, dokter."
Keduanya saling menatap dengan tatapan yang berbeda. Saehyun dengan sorot mata penuh tanya, sedangkan Kun dengan sorot mata seriusnya.
*to be continued*
Hallo, aku balik lagi nih... Sesuai permintaan zulfhania ku posting part 3 di wattpad kkkk selamat membaca 😊
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro