Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Anggota ke-19

Rangga Putra Pradana : Uhuy

Bima Setya : Uhuy(2)

Yudo Manusia Piton : Danta lo pada

Hani Hanimun : Hai

Gio JL : Eh ada hani....

Gio JL : sent a sticker

Ralindya Nurmana : Kalian jangan off ya

Yudo Manusia Piton : Kangen sama gue, Lin?

A.R Elyoga : Itu dare sampe kpn, Do? Wakakaka

Yudo Manusia Piton : seminggu lagi anjir. Nama gue jadi begini

Ralindya Nurmana : Di sini sepi hehehe, biar hp gue ada suara notifikasinya

A.R Elyoga : tunggu aa' dirumah kamu Lin...

Mr. Zoe : najis yoga modus

Mrs. Zie : hohoho

Bima Setya : Maklum Yoga kan jomblo. Lo berdua mending pacaran sono, malming nih, jangan ganggu para pencari cinta lah

A.R Elyoga : tai

Giselaaaaa : hahaha

Ralin tertawa melihat isi percakapan ia dan teman-temannya di salah satu grup chatting yang mereka beri nama XXX. Grup tidak formal yang berisi delapan belas anggota, tujuh belas teman-teman SMAnya dan Ralin sendiri.

Ralin bersender pada sofa dengan ponsel di tangan yang terus berbunyi, menandakan banyaknya pesan yang masuk. Tapi tiba-tiba satu pesan menarik perhatiannya, membuat Ralin langsung menegakkan tubuhnya.

Ken the Lightning Thief : Nggak ada yang sadar ya....

Giselaaaaa : apa ken?

Gio JL : apaan

Bima Setya : apaan(2)

Yudo Manusia Piton : dih ngilang

Ken the Lightning Thief : Eh sorry2, abis dari wc wkwkwk

Ken the Lightning Thief : pada nyadar ngga sih tulisan read by nya 18?

Giselaaaaa : lah terus kenapa?-_-

Airin larasati : iya Ken, aneh. Aku sadar kok

Farela : .......

Deo : jir

Bima Setya : kok gue ga ngerti

Rio.FL. :test baru nongol. Ada apa?

ARIMAta Harimau :test baru nongol. Ada apa?(2)

Nyonya Eli : jir

Abiyasa : Seharusnya read by-nya 17 kalau pada ngebaca semua, kan satu orangnya yang ngirim pesan.

Abiyasa : Berarti ada anggota ke 19. Ada yang invite orang ke sini?

Giselaaaaa : anjir kaga

Farela : di member masih 18 orang

Hani Hanimun : kok ramai ya._.

Farela :scroll up ni

Ken the Lightning Thief : NAH itu bi!

Yudo Manusia Piton : ken sama abi anjing emg

Rangga Putra Pradana : mungkin error

Ralindya Nurmana : ih ini serius? Gue test ah.

Ralin tercengang. Apa yang dikatakan Abi benar, yang membaca pesannya di grup XXX ada delapan belas orang. Ralin sempat tak pecaya, tapi apa yang dilihatnya benar-benar nyata.

Mungkin error, mungkin lagi error, batinnya.

Tiba-tiba suasana rumah semakin lengang. Ia memang sering sendirian karena orang tuanya sering pergi keluar kota dan pembantunya akan pulang pada sore hari saat pekerjaan telah selesai, tapi yang ini terasa berbeda. Televisi yang menyala tidak mampu menutupi kesepian yang tiba-tiba saja menghambur di rumahnya.

Ralin melihat lagi ponselnya yang terus berbunyi.

Nyonya Eli : error kali ah

Mr. Zoe : gue lagi bareng Zie nih, uhuy

Farela : lu berdua nama kembar tapi pacaran

Mr. Zoe : jodoh berarti

Mr. Zoe : ada apa sih ribut2?

Farela : -_-pret

Rio.FL. :scroll up napa nyet

Abiyasa : iya bener, mungkin error

Giselaaaaa : pada heboh banget

Ken the Lightning Thief : kan gue takutnya ada..... tambahan makhluk gitu.

Bima Setya : setan? Wakakak

Bima Setya : keren banget dia punya smartphone

Ken the Lightning Thief : nggak pada pernah baca tentang sesuatu yang ada tapi nggak dianggap ya

Yudo Manusia Piton : lo mah kebiasaan punya pikiran liar, Ken-_-

Gio JL : yekali

Ken the Lightning Thief : hawa di sini masalahnya nggak enak bray.

Ken benar, Ralin juga merasakan hawa di sekitarnya berubah, menjadi lebih pengap dan dingin. Ia merasa tak nyaman, tapi otaknya yang logis terus berkata bahwa semua akan baik-baik saja. Ia meyakinkan dirinya bahwa hawa dingin hanya sesaat karena langit sedang menandakan turunnya hujan.

Daripada gelisah tidak karuan, Ralin langsung menelpon Yudo untuk ke rumahnya. Ia meminta laki-laki itu untuk menginap semalam di rumah Ralin. Selain karena jarak rumah mereka yang berdekatan, kegiatan menginap sudah mereka lakukan sejak SMP. Jadi Ralin sudah seratus persen percaya pada laki-laki itu.

Tak sampai sepuluh menit bel rumahnya berbunyi. Ralin langsung beranjak dan membuka pintu.

"Cie ketakutan," sahut Yudo begitu Ralin menyuruhnya masuk.

"Gara-gara Ken nih gue jadi parno."

Yudo berjalan ke arah dapur, lalu kembali ke ruang keluarga dengan membawa setoples kripik dan sekaleng minuman soda.

"Ya lagian lo percaya aja," kata Yudo.

Ralin duduk di samping Yudo, menyenderkan punggungnya di sofa sambil ikut memakan kripik di pangkuan Yudo. "Serius deh, kadang yang dia omongin itu beneran kenyataan."

Yudo hanya mengangkat bahu. Ia mengambil remote tv di atas meja, mencari saluran yang dianggapnya menarik.

"EH DO!!" Ralin berteriak tiba-tiba.

"Apaan sih lo?!" Yudo hendak menjitak perempuan itu sebelum Ralin mengangkat ponselnya di hadapan Yudo.

"Baca buru! Aneh banget!"

Yudo mengambil ponsel Ralin yang di layarnya terpampang group chat XXX. Matanya melebar, ia melirik Ralin yang dibalas wajah khawatir dan angkat bahu dari perempuan itu.

Nyonya Ely left the chat

Rio.FL. : lah kenapa left si Ely?

Deo : invite lagi lah!

Deo left the chat

Rangga Putra Pradana : deo tolol

Rangga Putra Pradana : ini pada kenapa sih

Farela, Hani Hanimun, Gio JL left the chat

ARIMAta Harimau : BUSET PADA MAU BUBAR KALI YA

Abiyasa : ga ada kontak mereka di hp gue masa

Ken the Lightning Thief : pada jaga-jaga gih

A.R Elyoga : pada ngapa sih

Ken the Lightning Thief : msh read by 18, buru!!!!!!

Airin larasati : ini kenapa._.

Rio.FL. : maksud lo apaan sih Ken? Nggak lucu becanda lo!

Rio.FL. : kontaknya pada ilang juga di gue.

Tiba-tiba Yudo menarik Ralin untuk berdiri. Ia melangkah ke dapur dengan cepat sambil terus mengawasi Ralin ada di sisinya.

"Do, ngapain Do?" Tanya Ralin di belakangnya.

Yudo mengambil dua buah pisau yang ada di dapur, memberikannya satu pada Ralin. "Lo ambil ini buat jaga-jaga."

Ralin menerimanya dengan bingung, tapi ia tak mau membantah. "Pasti ini gara-gara perkataan Ken ya?"

Yudo mengangguk. Ia tak banyak bicara lagi dan terus menarik Ralin hingga ke teras rumahnya. Sampai di teras, Yudo melirik jam tangannya. Sudah jam dua belas malam, komplek perumahan Ralin sudah sepi. Angin berhembus, membuat Ralin bergidik seketika.

"Tahan dulu oke, sampai dirasa aman," kata Yudo saat merasa Ralin semakin mengeratkan pelukan di lengan Yudo.

Ralin mengangguk. Yudo masih melihat ponselnya, mengusap layarnya untuk beberapa saat. Dalam hati ia meyakini pasti ada sesuatu hal terjadi. Suatu hal yang berkaitan dengan kemunculan anggota grup mereka yang ke sembilan belas dan keluarnya teman-teman mereka dari group chat XXX.

Entah kenapa ia jadi percaya pada Ken yang selalu mempunyai imajinasi tinggi di luar logika.

"Kita di sini dulu ya. Seenggaknya banyak jalan untuk kabur."

Dan perkataan Yudo membuat hatinya tambah yakin kalau ada sesuatu yang buruk akan terjadi.

***

Airin larasati, Rio.FL.,Giselaaaaa left the chat

ARIMAta Harimau : eh ini udah serius

ARIMAta Harimau : kontak mereka udah ga ada di gue, GIMANA SI

ARIMAta Harimau left the chat

Rangga Putra Pradana : bercanda lo pada ga lucu jir

Bima Setya : anjing XXX bubar aja

A.R Elyoga : anjing XXX bubar aja(2)

Abiyasa : ini ngga bercanda, gue rasa ada yg aneh

Ken the Lightning Thief : GUE UDAH BILANG JAGA-JAGA, GUE DARITADI NGERASA DI INTAI ANJING! GUE SERIUS

Bima Setya : Gue masih di tol. Macem-macem ntar gue tabrak.

Rangga Putra Pradana : gaya mulu lo setan

Bima Setya left the chat

Rangga Putra Pradana : EH GUE PARNO

Abiyasa : oke, gue nurut lo Ken

Rangga Putra Pradana left the chat

Mr. Zoe : zie mati. Gue liat ad orng td nusuk dia d dpur. Gue panik, gue lg ngmpet dilemari. Lo pd panggilpolisi,ini serius!

Mr.Zoe : pls gue panik bgt

Mr.Zoe : slmtin diri

Mr.Zoe : pls prcaya

Mr. Zie, Mr.Zoe left the chat

A.R Elyoga : tinggal berlima

A.R Elyoga : gue bener-bener siapin senjata

Yudo Manusia Piton left the chat

Ken the Lightning Thief : bangsat

Abiyasa : sial. Ada yg ngintai

Ralindya Nurmana : gue aman, lg sm ralin.yudo

Ken the Lightning Thief : dimana lo Do?

Ken the Lightning Thief : gue susul

Ralindya Nurmana : di Warung Asem, buru.

Abiyasa : gue ikut

Abiyasa left the chat

Ken the Lightning Thief : anjng

***

Ralin merasa kakinya lemas seketika. Tadi saat gerimis mengguyur, samar-samar Ralin melihat seseorang –atau tepatnya sesuatu– berlari dari satu semak ke semak lainnya. Dan ketika cahaya kilat menyambar, Ralin bisa melihat jelas siapa pemilik wajah bercodet yang hanya beberapa meter dari mereka. Di tangannya terdapat sebilah pisau penuh darah.

Ingatannya samar, tapi Ralin yakin pasti orang ini yang telah meneror mereka. Seseorang tujuh tahun lalu yang membuat mereka menyesal telah berbuat semaunya.

Yudo yang juga menyadari keberadaannya langsung menarik Ralin cepat, membawanya ke jalan komplek setelah dirasa rumah sudah tidak aman lagi. Mereka berlari, tak sanggup berteriak karena energi sudah habis dipakai.

Ralin ingin menangis, sementara Yudo lupa membawa ponselnya. Peringatan dari Zoe membuat laki-laki ini tidak mau membuang waktu. Ia benar-benar was-was, dalam lubuk hatinya berteriak ketakutan. Keringat dingin mengucur di pelipis mengingat Ralin menjadi tanggungannya.

Ketika Yudo melihat ponsel Ralin lagi dalam tetesan hujan, Yudo tahu si pelaku sudah mengambil alih ponsel miliknya. Atau bahkan sudah memporak-porandakan rumah Ralin.

"Kita berhenti di sini dulu," kata Yudo membawa Ralin masuk ke dalam warung kosong di sisi gang.

Ralin menurut. Ia masuk dengan tubuh menggigil. Untuk sementara mereka bersembunyi sembari mengatur napas dan beistirahat.

"Gue minta maaf," gumam Yudo tiba-tiba. Ia menatap Ralin. Perempuan itu menggigil karena basah kuyup kehujanan tapi Yudo tidak bisa berbuat apa-apa.

Yudo mendekat. Ia duduk di hadapan Ralin. "Gue bener-bener minta maaf sama kejadian tujuh tahun lalu." Wajahnya menyiratkan kelelahan yang amat sangat.

"Kita semua salah sama dia... kita semua...."

Lalu setelahnya Yudo mengusap rambut dan memeluk Ralin diiringi isak tangis perempuan itu.

Tiba-tiba pintu kayu warung kosong itu terbuka. Ralin hampir menjerit kalau saja Ken tidak langsung menyingkap tudung jaketnya. Ken langsung buru-buru masuk dan menutup pintu, meninggalkan tetesan air hujan dari luar.

"Tinggal kita yang tersisa?"

Tak ada yang bisa menjawab pertanyaan Ken.

"Aslinya gue tau ini bakal terjadi." Laki-laki itu kembali buka suara.

Yudo sontak mengerutkan kening. "Maksud lo?"

"Inget nggak dulu gue bilang ada orang aneh yang ngikutin kita di bis? Bertudung dan bercodet, tapi tiba-tiba ilang cepet banget. Itu orangnya, Do!" katanya geram. "Gue udah bilang tapi lo pada lagi-lagi anggap gue cuma berimajinasi."

Yudo tak bisa membalas. Kenyataannya itu semua benar.

"Dan begonya gue percaya itu imajinasi." Ken duduk di lantai dengan lemas. Ia menaruh tongkat baseballnya di lantai.

"Dia Nathan," gumam Yudo pelan.

"Ha?"

"Dia Nathan," ulangnya.

"Maksud lo Nathan yang...."

Yudo mengangguk. "Yang kita bully tujuh tahun lalu."

***

Yudo bingung. Saking bingungnya ia bisa saja tidak sadar kalau anggota ke 19 di grup chat XXX sudah berjarak beberapa meter di ujung gang. Ken yang memberitahunya dengan panik. Tubuh gempalnya penuh dengan peluh.

"Kita harus gimana?" bisik Ken.

Yudo menarik nafas, melirik Ken dan Ralin secara bergantian. "Ayo kita omongin dan minta maaf dengan baik-baik ke dia." Yudo terdengar ragu dengan kalimatnya.

"Minta maaf? Telat! Telat banget kita. Mana mau dia maafin kita. Dan baik-baik lo bilang? Apa yang baik-baik kalau tujuannya mau bales dendam?!" balas Ken emosi. Ia bangkit berdiri.

"Oke oke gini aja. Kita keluar. Gue ngomong sama dia, lo jaga Ralin di belakang gue. Kalau ada apa-apa, lari duluan bareng––"

Ucapan Yudo terhenti oleh suara pintu di dobrak paksa. Ketika ia mengintip dari balik etalase, Si Anggota ke 19 sudah ada di ambang pintu, menggenggap kapak di balik rintikan hujan.

"Dia cepet banget," bisik Ken. "Mampus kita."

Ralin menggenggam lengan Yudo kuat. "Do, jangan keluar. Plisss."

"Kita harus selesaiin ini," balas Yudo. Ia menyingkirkan tangan Ralin dengan lembut. "Lo sembunyi di bawah meja atau deket cucian piring. Plis, lo harus hidup." Lalu tatapannya beralih ke arah Ken. "Jaga Ralin."

Mereka tak bisa menjawab karena Yudo langsung bangkit berdiri, berjalan dengan langkah yang dibuat seyakin mungkin.

Di depannya kini ada Nathan berdiri, tatapannya tajam tapi satu sudut bibirnya tertarik ke atas. Dalam hati Yudo mati-matian melawan rasa takutnya.

"Hai, 'kawan' lama. Duh nggak sia-sia juga gue ngebobol group chat kalian dan akhirnya menjadi bagian dari keluarga XXX." Nathan menekankan kata kawan. "Walau nggak pernah dianggap," lanjutnya.

"Gue sama yang lain minta maaf," kata Yudo pelan.

"Minta maaf? Basi." Nathan mengangkat kapaknya, menaruhnya di pundak.

"Kita serius minta maaf, Nath."

Lalu Nathan mengayunkan kapaknya, hampir mengenai Yudo kalau dia tidak refleks menghindar ke sisi kiri. Kapak menghantam meja kayu, menyangkut di sana tapi Nathan dengan mudah mencabutnya kembali.

Dengan pisau kecil di tangan, Yudo tidak bisa berbuat apa-apa selain terus menghindar dari terjangan Nathan. Berkali-kali Yudo meminta maaf, berkali-kali pula ia hampir terkena tebasan kapak. Tapi Yudo punya akal. Ia memancing Nathan agar keluar dari warung kumuh tersebut.

Mereka sampai di ambang pintu ketika Yudo berpikir dia bisa memancing Nathan. Tapi dugaannya salah tatkala melihat Nathan berbalik. Badannya yang besar dan tegap dengan mudah membalikkan meja tempat Ralin dan Ken bersembunyi.

"Kena kalian." Nathan tersenyum sinis, mengayunkan kapaknya tapi gagal karena kapak tiba-tiba saja terjatuh di lantai. Menghasilkan bunyi yang keras.

Ralin menjerit ketika kapak itu hampir mengenai kepalanya. Ketika ia menengadahkan kepala, Ralin melihat pisau kecil yang dibawa Yudo menancap di lengan kanan Nathan. Nathan mengerang kesakitan, darah bercucuran. Yudo yang melihat itu langsung menerjang Nathan dari belakang. Ia menjepit leher Yudo dengan lengannya, memberi waktu Ken dan Ralin untuk melarikan diri.

"Buru keluar!" teriak Yudo.

Ken segera menyeret Ralin karena gadis itu meronta tidak ingin meninggalkan Yudo.

"Nurut ama gue kali ini aja, Lin," kata Ken ketika mereka sudah berada di luar warung.

"Tapi... Yudo di dalem Ken! Gue nggak bisa ninggalin dia!"

"GUE KALAU BISA BERANTEM JUGA BAKAL BANTU! Dan penghambat lainnya adalah ELO! Yudo nitip elo ke gue, tanggung jawab gue buat lo tetep hidup."

Hujan tidak lagi mengguyur, tapi pipi Ralin basah. Bukan karena hujan, tapi karena air matanya yang mengalir. Ketika ia melihat jalanan yang gelap, Ralin seolah menemukan laki-laki berlari ke arahnya membawa tongkat kayu. Tinggi. Lagi-lagi mengingatkannya pada Yudo.

"Yoga?" tanya Ken lebih kepada dirinya sendiri.

Ralin mengusap matanya, memastikan kalau perkataan Ken benar.

"YOGA! LO MASIH HIDUP?!" Kali ini Ken berteriak ketika Yoga sudah berjarak kurang dari sepuluh meter.

"Di mana––"

Ken menatap aspal yang dipijaknya. "Yudo di dalem itu warung... sama Nathan. Gue bener-bener nggak tau nasibnya."

"Maksud lo?"

"Nathan tujuh tahun lalu."

"Anjing." Lalu Yoga langsung berlari ke arah warung tanpa aba-aba.

Ken yang melihat itu tergerak hatinya untuk membantu Yudo, tapi lagi-lagi ia diingatkan oleh janji bahwa ada perempuan yang harus dijaganya. Ia melirik Ralin sekilas lalu menghela nafas.

"Bantu mereka ya," gumam Ralin pelan.

"Ha? Apa?"

Ralin menatap manik mata Ken. "Bantu mereka Ken, tolong. Gue tau lo bisa."

"Tapi gue udah janji–"

"Gue bakal baik-baik aja." Ralin tersenyum.

Ken berpikir beberapa saat, lalu menyerahkan tongkat baseball yang sempat dibawanya tadi kepada Ralin. "Bawa ini, pukul orang yang macem-macem. Jangan kemana-mana, oke? Kalau gue dan yang lain nggak keluar dalam waktu lima belas menit, lari ke rumah gue! Temuin bokap nyokap gue."

Ralin hampir menangis lagi tapi sebisa mungkin ditahannya. Kalau ia lemah, kalau ia tidak bisa membantu temannya, paling tidak ia harus bisa memenuhi janjinya untuk tetap hidup. Dalam hati Ralin seolah bersumpah untuk menyelesaikan kasus ini, membawanya ke ranah hukum dan menuntut Nathan agar mendapat balasan yang sangat berat.

***

Yoga hampir tidak mengenali warung yang dulu sempat menjadi tempat tongkrongannya waktu SMA. Semua berantakan. Kayu-kayu berceceran dengan bekas tebasan kasar dan besar. Tapi yang membuat mata mereka membulat adalah sosok Yudo yang tergeletak di tengah ruangan dengan kepala berdarah.

Ken langsung berlari menghampiri Yudo yang tergeletak tak berdaya, memeriksa apakah masih ada jiwa dalam raga itu. Sementara Yoga mengitari warung, tapi sayangnya ia tidak menemukan Nathan. Tiba-tiba seperti diingatkan sesuatu, Yoga langsung berlari ke luar. Dugaannya benar, Nathan mengincar Ralin yang duduk di bawah pohon sambil memegang tongkat baseball.

Yoga langsung berlari sekuat tenaga, disusulnya Nathan yang sudah babak belur. Meski dalam keadaan tubuh yang buruk, Nathan dapat langsung menghindar ketika Yoga mengayunkan tongkat kayunya. Tapi Yoga dengan cepat menyandung kaki Nathan, membuatnya terjatuh. Yoga bangkit, hendak menerjang Nathan sebelum Nathan menerjangnya balik, menabraknya sampai Yoga limbung dan terjatuh.

Nathan berada di atas tubuh Yoga. Mereka bergulat. Saling tonjok menonjok. Yoga hampir pingsan tapi untuk kesekian kalinya ia salut dengan stamina Nathan. Nathan jauh lebih kuat daripada tujuh tahun lalu, itu yang Yoga dapati dari pengamatannya.

Yoga benar-benar hampir pingsan terlebih saat Nathan berada di atasnya, ia meninju ulu hati Yoga, membuat nyeri yang tak tertahankan. Hampir saja Yoga merasa ia menyerah sebelum Nathan tiba-tiba ambruk di atas badannya. Barulah ketika Yoga menyingkirkan tubuh besar Nathan, ia melihat Ralin tengah berdiri di hadapannya dengan muka pucat sambil mengacungkan tongkat baseball.

"Lo hebat, Lin," ujar Yoga sebelum kegelapan menyelimutinya.

***

Siapa yang tidak kenal Nathan? Laki-laki dari kelas IPA 3 yang rela melakukan apa saja demi masuk ke grup XXX, salah satu grup yang cukup disegani di sekolah. Apapun akan ia lakukan. Apapun. Termasuk memalukan sahabatnya sendiri. Satu ambisi Nathan yang ia pegang dari dulu tanpa memakai otak adalah: menjadi salah satu siswa populer di sekolah, dan masuk ke grup XXX adalah salah satunya. Ini masa SMA, masa yang indah dengan kepopuleran, begitu katanya.

Tapi untuk kasus ini Nathan benar-benar tidak bisa terima. Kasus yang memunculkan dendamnya bertahun-tahun.

Gisela, salah satu anggota grup tersebut memintanya untuk mempermalukan Gita di depan umum dengan cara merobek pakaian seragamnya. Tentu saja Nathan menolak dan meminta permintaan lain yang diajukan dari masing-masing anggota XXX karena tanpa mereka tahu, Nathan telah menaruh hati pada Gita sejak MOS hari pertama.

Tapi bukan Gisela namanya kalau tidak keras kepala. Ia langsung mendepak Nathan yang hampir diterima dalam grup itu dan hendak mempermalukan Gita sendiri. Nathan dengan sigap menolong gita, menghalangi Gita saat gunting Gisela hendak menyerang seragamnya saat itu.

Naasnya, benda tajam itulah yang membuat Nathan memiliki codet permanen di wajah dan menghabiskan sisa SMA-nya di bawah olokan teman satu sekolah.

***

END

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro