10.
"Sayang, nanti malam kita pergi ke taman, mau?"
Jieun menoleh pada Yoongi yang sedang membukakan makanan untuknya.
"Tentu," jawabnya, tersenyum manis.
"Aku sudah booking tempatnya, kita makan daging dan aku akan memainkan gitar untukmu di sana," kata Yoongi lagi.
"Wah, terdengar menyenangkan," kata Jieun, bertepuk tangan riuh. "Jarang sekali aku pergi, terima kasih, Chagi!" ucap Jieun, memegang tangan Yoongi yang dibalas dengan senyuman hangat.
"Apa pun akan aku lakukan untukmu, asal kau senang bersamaku."
Wanita mana yang tidak melayang saat diperlakukan baik dan diberi kalimat manis? Tentu Jieun sangat senang dan bahagia. Meski terdengar cheesy yang membuatnya ingin tergelak akibat geli. Namun, ia akui hatinya menghangat mendapatkan Yoongi dengan sisi lembutnya.
"Mereka sudah menyiapkan tenda."
Namun, mendengar lanjutan ucapan Yoongi, Jieun tertegun.
"Tenda? Yoon, kau tahu aku tidak bisa berada di tempat sempit?" kata Jieun dengan wajah ragu.
"Aku tahu, dan kau harus melawan itu. Pelan-pelan, tenang saja, ada aku bersamamu."
Benar sekali, ada Yoongi bersamanya, dan kalimat itu yang selalu mampu membuat Jieun tenang dan merasa sangat dilindungi. Ia selalu merasa aman ketika Yoongi berada di sampingnya. Padahal ia hidup sendiri sudah cukup lama, kemandiriannya terpatahkan begitu saja semenjak kehadiran Yoongi.
Mengenai tenda, Jieun tidak pernah sekali pun duduk diam di dalam tenda, apalagi sampai tertidur hingga pagi. Ia selalu merasakan sesak dengan hanya membayangkannya saja. Tenda itu sempit, pencahayaannya minim, dominan gelap, Jieun takut dengan itu semua.
Namun, kali ini ia percaya pada kehadiran Yoongi yang bisa merubah segala ketakutannya. Ia yakin ia bisa dengan adanya Yoongi di sisinya.
"Habiskan makanannya, sebentar lagi jam masuk tiba," ucap Yoongi lagi mengakhiri sesi obrolan mereka.
------
"Ji, ada kiriman untukmu," kata Mingyu, ia membawa sebuah paket di tangannya.
"Dari siapa!" tanya Jieun, matanya yang jeli membaca nama pengirim yang tertera. "Ksj? Siapa?" gumamnya.
"Secret admirer," bisik Mingyu, sok dramatis.
Jieun berdecak, ia segera membuka paket tersebut. Beberapa macam cokelat ada di dalamnya, terselip sebuah kartu ucapan terima kasih karena ia sudah membantu si pengirim dalam penerbitan bukunya.
Tertegun sejenak, Jieun tidak tahu tepatnya penulis mana yang mengirimkan ini padanya. Karena penulis yang ia bantu selama ini terlalu banyak sampai tidak terhitung.
Malas berlarut dalam menebak, Jieun lebih baik membagikan cokelat tersebut pada rekan satu ruangannya, termasuk pada Mingyu juga. Ia menyimpan tiga buah cokelat untuk Jungkook, Jimin, dan Taehyung.
Kenapa tiga? Karena tidak mungkin ia memberikannya pada Yoongi juga. Alih-alih berterima kasih, kekasihnya itu akan mengamuk akibat cemburu padanya. Jieun hanya cari aman saja.
"Oh, Ji, mengenai naskah hancur kemarin, aku dengar sudah berhasil terbit."
Mingyu menyita perhatian semua orang yang sedang menikmati cokelat.
"Iya, benar. Aku pikir itu akan menjadi naskah paling unik karena kehancuran penulisannya," timpal Eunbi diikuti tawa oleh semuanya.
Jieun terkekeh kecil, ia memang mengakui, naskah hancur kemarin memang menjadi naskah paling unik karena ceritanya yang menarik. Sangat disayangkan sekali ketika penulis imajinatif harus kalah oleh kemampuannya dalam ilmu penulisan.
Karena biasanya banyak penulis naskahnya hancur, dilengkapi dengan isi ceritanya yang tidak menarik. Atau kebalikannya, tulisannya sudah rapi, tapi ceritanya kurang menarik. Serba-serbi kepenulisan.
"Mungkin satu minggu lagi bukunya sudah di tangan. Aku akan menjadi orang pembeli pertama," jawab Jieun, sangat disayangkan jika ia melewatkan novel bagus begitu saja.
"Sekalian, Ji, aku penasaran dengan ceritanya. Kenapa sampai Pak Hoseok mau menyarankan terbit SP pada penulisnya," kata Eunbi pula.
"Aku juga."
Disusul oleh beberapa rekannya yang lain membuat Jieun sibuk mencatat siapa saja yang akan memesan. Sungguh beruntung sekali penulis tersebut.
Di tengah keramaian mereka dalam membahas cerita hancur tersebut, Jimin datang karena penasaran saat ia melewati ruangan ini, mereka semua berkumpul di meja Jieun. Lantas ia menghampiri dan ikut bergabung bersama mereka.
"Woah, benarkah kalian semua memesan buku itu?" tanya Jimin, tidak percaya akan keanehan teman-temannya.
"Aku tertarik karena kalian antusias membantu proses terbitnya," jawab Minjae.
"Iya, di kantor ini sudah menyebar rumor jika naskah hancur itu layaknya Belle yang dipersunting Beast," timpal Eunbi.
"Maksudnya?"
Jieun, Jimin, Mingyu, dan beberapa orang lain terheran dengan ucapan Eunbi. Mereka satu kantor tapi tidak familiar dengan rumor yang Eunbi sebutkan.
"Anggap saja isi cerita di naskah tersebut adalah Belle, sedangkan penulisnya itu adalah Beast, dalam artian dia buta akan penulisan," jelas Eunbi membuat semua ber-oh ria.
Teori nyeleneh yang cukup masuk akal.
"Baiklah, aku ikut pesan, Taehyung dan Jungkook juga, mereka harus beli juga!" seru Jimin membuat Jieun terkekeh, benar, jangan sampai tiga sahabatnya yang berjuang dari nol untuk naskah ini tidak akan membeli sama sekali. Mereka harus punya jejak usaha mereka kali ini, terlebih Jimin yang menyunting naskah hingga terlihat rapi dan nyaman dibaca.
"Oh, ya, Jim. Aku ada cokelat untukmu, berikan pada Taehyung dan Jungkook juga!"
Jimin menerima tiga buah cokelat dari Jieun.
"Ada yang mengirimkan untukku dan aku tidak tahu siapa," jelas Jieun tanpa diminta.
"Tanpa ada namanya sama sekali?" tanya Jimin.
Dengan sigap Jieun memberikan plastik bungkus paket pada Jimin, di sana tertera nomor resi dan nama pengirim juga penerima. Ia meminta Jimin melihatnya sendiri.
"KSJ?" ucap Jimin. Keningnya mengerut tanda berpikir.
Inisial yang terasa familiar diingatannya, ia pernah menemukannya tapi di mana? Meski ia mencoba mengingatnya dengan keras, hasilnya nihil, ia tetap tidak ingat.
"Baiklah, terima kasih, aku akan berikan pada dua kembar siam itu!" ucap Jimin akhirnya, lalu pamit pergi.
--------
Sepulang bekerja, Yoongi dan Jieun segera pergi ke tempat tujuan mereka. Dengan semangat yang membara, Yoongi mejalankan motornya penuh suka cita, terkadang nyanyian terdengar keras dari bibirnya, lalu diiringi tawa Jieun yang ikut merasakan kebahagiaan atas sikapnya.
Bukan hanya diri dan hati saja yang bahagia, perut mereka yang keroncongan pun turut bergema seperti merayakan pesta penyambutan para daging yang akan ia cerna.
Sesampainya di tujuan, Jieun melihat banyaknya tenda terpasang di sana dengan masing-masing jarak satu meter saja. Taman yang biasanya gelap dan sepi, di sini disulap menjadi sebuah tempat camping yang nyaman dan ramai. Mereka tidak perlu naik gunung untuk merasakan keseruan camping. Bahkan mereka tidak perlu membawa peralatan apa pun, semua sudah disediakan oleh pihak pengelola.
Keduanya melangkah pada sebuah kedai kecil, di sana tertulis resepsionist. Yoongi menunjukkan tanda pemesanan awal, hingga seorang karyawan mengarahkan mereka pada sebuah tenda di barisan ketiga.
Tata letak taman ini sangat baik, semuanya tertata dengan rapi, dari mulai ruang resepsionist yang menggunakan box sepetak didisain menyerupai sebuah ruangan. Lalu sebuah open kitchen yang cukup luas untuk memasak pesanan para pengunjung yang tidak mau memasak sendiri. Cukup unik, dan menarik.
Sebelum acara barbeque, Yoongi dan Jieun menikmati suasana di dalam tenda terlebih dahulu. Suasananya sepi, gelap, hanya tersinari oleh lampu dari luar saja. Ada bagian kecil seperti jendela di samping kiri tenda, membuat udara masuk melalui celah tersebut.
Yoongi memeluk Jieun yang sedang berperang dengan kepanikannya. Pria itu tahu jika kekasihnya merasakan takut. Maka elusan lembut di punggung ia berikan, dan kecupan di puncak kepala pun ia berikan tiada hentinya.
"Pertama kalinya dalam hidup, aku berada di dalam tenda," kata Jieun, ada rasa haru yang ia rasakan. Ternyata ia bisa berani juga sekarang.
"Aku tahu," jawab Yoongi.
"Terima kasih, Yoon!" ucap Jieun dengan tulus.
Senyuman terbit di bibir Yoongi, ia akui hatinya pun ikut menghangat, merasa bangga karena ia bisa membantu Jieun melawan phobianya. Mengecup bibir wanitanya sekilas, lalu ia menatap dengan dalam mata cokelat yang mulai kembali berbinar itu.
"Bersamaku, kau aman, Sayang," bisiknya, yang langsung mendapat pelukan erat dari kekasihnya.
Memanggang daging di alam terbuka sangat seru Jieun rasakan. Biasanya ia hanya melakukannya di rumah atau di restoran. Namun, terlintas pemikiran konyol dalam benaknya, bagaimana jika hujan turun? Apa semuanya lari masuk ke dalam tenda, dan membiarkan masakan kehujanan begitu saja? Atau memang ada alternatif lain? Dan bagaimana dengan open kitchen mereka? Apa sama akan terdiam dan menunggu hujan reda untuk menyiapkan pesanan pengunjung?
Tidak ingin berlarut dalam pikiran konyolnya, Jieun lebih memilih menyuapkan daging yang masih panas ke dalam mulutnya. Terasa gurih, manis, dan enak tentunya. Hingga suapan demi suapan tidak hentinya membuat gigi dan gerahamnya mengunyah.
Namun, kehangatan itu harus berubah akibat kemurkaan Yoongi yang kembali. Pasalnya, ponsel Jieun bergetar menampilkan pesan dari Jimin. Isi pesan tersebut adalah sebuah inisial nama dengan nama lengkapnya di akhir.
Yoongi bertanya akan nama tersebut, dengan jujur Jieun menjawab tidak tahu, tapi dasarnya tidak pernah bisa percaya, Yoongi malah menyangka Jieun berbohong dan selingkuh. Sampai pertengkaran pun terjadi, tidak peduli kondisi dan situasi mereka berada, Yoongi membanting ponsel Jieun hingga layarnya retak.
Setelahnya, pria itu mengajak Jieun pulang dengan kemarahan yang masih memuncak. Jieun sendiri mencoba untuk tenang meski kepanikan dan ketakutan melanda dirinya. Entah apa yang akan Yoongi lakukan di rumah. Apakah kali ini ia akan selamat?
"Kau aman bersamaku, Sayang."
Kalimat yang Yoongi ucapkan tadi seolah mengejek dan terus berputar di dalam benak Jieun. Membuat wanita itu menanyakan kebenaran atas kalimat yang terlontar tersebut.
"Aman bersamanya, tapi tidak aman di sisinya."
Begitukah maksudnya?
()
Ayang Afrianti
14 Januari 2025
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro