Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

# C H A P T E R 18

#Chapter 18
Tumpukkan Tugas

Tiga pekan kemudian

Persahabatan antara Bella dan Abi, benar-benar menjadi renggang. Semenjak gadis berambut sebahu itu memberikan Abi sosial media Keysa dan mewanti-wanti Abi untuk waspada ketika mengajak Keysa berinteraksi, karena ada "pawangnya", berupa Ketua OSIS yang selalu menatap sinis pada orang-orang berjarak lebih dekat semeter saja dari Keysa.

Memang seposesif itu karakter Aqsa yang baru-baru ini ketahui oleh murid SMA Teladan. Hanya karena kehadiran sosok Keysa, seolah hidup Aqsa berpusat pada gadis itu hingga banyak perubahan yang jarang dilihat orang-orang, terjadi pada Aqsa hanya ketika pemuda itu berdekatan dengan Keysa.

Sementara itu, Abi tengah berkumpul dengan komunitasnya. Siapa lagi kalau bukan Jagabela? Sang leader yang duduk di senter perkumpulan, dekat kantin dan berada dalam saung-saung yang dibuat anak-anak Jagabela untuk berkumpul, tanpa sungkan turut berbaur dalam percakapan adik tingkatnya yang kebanyakan membicarakan persoalan sekolah.

“Hei, hei, udah ada bocoran kalau nanti bakalan ada perubahan besar-besaran buat syarat naik kelas?” Sosok berbadan tambun, dengan gaya rambut cepak, Toni. Dia memulai mengompori percakapan.

Tak selang lama, Gea—perempuan yang terlihat tulen, tetapi siapa yang menyangka kalau sosoknya gemar bermain dengan perkumpulan laki-laki? Bahkan hobinya saja main sepak bola dekat lapang perumahannya. Dia menambahkan ucapan Toni, “Kayaknya waktu itu guru ada yang bilang soal ... soal, apa ya? Lupa lagi.” Usai menimbang memorinya, ternyata tidak ada yang dia ingat. Akhirnya Gea hanya mengedikkan bahunya.

Ryan datang-datang menyerobot ke percakapan. Sosoknya menyelinap di antara kumpulan yang sudah berbentuk setengah lingkaran, dan dia tiba-tiba memilih duduk di tengahnya. “Aku tahu!” ungkapnya dengan heboh. Apalagi dia menepuk tumitnya beberapa kali, lalu menunjuk-nunjuk sembarangan.

“Tahu apa? Emang otak kamu bisa nampung informasi terpercaya apa?” sindir Gea yang memang selalu berkonflik dengan Ryan.

“Kalau nggak mau percaya, ya udah. Nggak usah denger. Ngungsi aja ke tempat lain,” usir Ryan. Dia pun mendapatkan siulan menggoda dari anggota Jagabela yang sudah tidak mental dengan interaksi kedua manusia itu.

Akhirnya sang leader yang menengahi pertikaian mulut itu. Semuanya kini berfokus pada Ryan. Mereka menagih cerita lengkap yang dijanjikalaki-laki itu. Dia sudah duduk bersila di tengah-tengah perkumpulan.

“Jadi, gini ...,” Ryan mulai bercerita. Dia bilang, saat mendatangi ruang guru—karena posisi Ryan sebagai Ketua Kelas Nucifera, mengharuskannya bertemu dengan sang wali kelas—Ryan mendapatkan informasi dari percakapan para guru yang membicarakan persyaratan naik kelas yang baru-baru ini akan diadakan. “Dan, yang paling nggak aku pahami itu ... tugasnya bikin speechless!

Reaksi lebay yang ditunjukkan oleh Ryan, kembali mendapatkan cibiran dari Gea. “Halah, emang apaan sih, tugasnya? Situ aja, kali. Nggak mau ngerjain tugas-tugas sampe numpuk se-RT.”

“Lama-lama aku sumpel juga mulutmu itu, ya!” ancam Ryan.

Tentu saja Gea tidak langsung takut dengan perkataan anak cemen seperti Ryan. Dia hanya mencebikkan bibir dan berdesis saat Ryan kembali menjadi pusat perhatian di Jagabela dengan sekantong informasi yang laki-laki itu bawa. Walau begitu, Gea tetap memasang telinga dengan fokus. Meski tangan dan pandangan Gea seolah berfokus untuk berswafoto, tetapi pendengarannya tetap ia arahkan pada suara Ryan.

Namun, Gea tidak menyangka ketika asik menyimak dengan berpura-pura tidak peduli, Abi malah menyenggol lengan Gea, hingga membuat gadis yang tidak sigap itu mengumpat dan menanggalkan kesan anggunnya di hadapan anggota Jagabela.

“Kamu, ya!” kecam Gea.

Abi hanya mendelik tak acuh. Padahal tangan Gea sudah bersiap di udara untuk menghajar cowok yang satu itu. “Lain kali nggak usah denial.  Kalau kamu penasaran, ya tanya aja. Bukannya diem-diem. Dia bukan dukun,” kata Abi sambil mengisyaratkan ke arah Ryan.

Mata Gea langsung melotot. “Apaan sih! Sok tahu banget,” Dia melipat kedua tangannya dan melirik tak acuh pada Ryan. “Lagian, buat apa aku nanya ke Ryan. Nggak ada faedahnya! Lebih baik aku cari tahu info itu sendiri.”

“Aku nggak bilang, kamu harus nanya ke Ryan, lho,” tukas Abi seakan-akan tidak mengerti perasaan perempuan itu yang sekarang sudah bersemu pipinya.

“Astaga Abiii!” Gea meneriaki Abi yang hendak kabur dari kejarannya menuju kantin sambil berkacak pinggang. “Aku doain, ya! Semoga nanti tugas esai kamu itu nggak cepet-cepet selesai!”

“Emang siapa juga yang mau ngerjain tugas konyol kayak gitu? Aku sih, ogah banget.”

Namun, rupanya sesuai dengan penjelasan Ryan dan doa dari Gea, kalau setelah UAS semester nanti, sekolahnya akan menugaskan pembuatan esai mengenai 'Cita-cita di Masa Depan' dan mesti dikumpulkan ketika selesai ujian semesteran!

Gila! Abi mengumpati gurunya beberapa kali. Selain karena hubungannya dengan Bella yang makin kikuk, kini dirinya harus dihadapkan dengan tugas yang merepotkan.

“Tugas esai ini harus dikumpulkan dan dipastikan jangan sampai meng-copy paste dari internet atau sumber apa pun!” peringat wali kelas 11 Pangeran Diponegoro kala itu. Dia kembali mendikte, “Kalau nanti sampai ada yang ketahuan, kalian tidak bisa naik kelas.”

Seisi kelas Abi jadi heboh. Apa lagi bagi murid-murid santai seperti dirinya, penugasan kali ini tidak dapat dibuat oleh para joki tugas. Wali kelasnya sangat tegas, padahal jika dilihat dari usianya, dia lebih muda dari umur orang tuanya.

Kemudian, karena kericuhan belum bisa dihindari, sang wali kelas pun kembali berbicara, “Baiklah, setidaknya kalian usahakan esainya minimal ada di bawah 5% dari kalimat copy paste.”

Abi memberantakkan rambutnya saking kesal. Dia menatap nanar pada kertas polio yang sampai satu jam dia lihat-lihat itu, masih saja berisi identitasnya saja. Tidak ada sepatah kalimat pun, dapat dia uraikan pada kesempatan kali ini. Padahal niat Abi, dia ingin menyicil penugasan tersebut agar dapat menikmati masa liburnya tanpa berpikir susah payah.

“Aghh! Gara-gara doa anak itu,” geram Abi ketika mengingat ucapan Gea kala itu. Alhasil, karena otaknya menolak bekerja sama, Abi pun menempelkan kepalanya di atas tangan yang terlipat di meja.

Pembahasan tentang sejarah Indonesia pasca kemerdekaan, bagaikan nyanyian nina bobo bagi Abi yang perlahan menutup matanya. Dia bahkan tidak menyadari kalau sang guru yang belum lama itu menghukum Bella akibat kelakuan gadis itu tempo lalu di kelasnya, kini kembali terulang oleh komplotannya. Meski mereka sudah berada di kelas berbeda, tetapi sikap Abi dan Bella masih sebelas-dua belas, sama saja.

Sang guru pun memanggil Ketua Kelas untuk memberikan catatannya pada Abi. Sekaligus memberikan Abi setumpukkan tugas setebal buku paket berhalaman ratusan tentang sejarah Indonesia, agar Abi dapat merangkumnya dan mengumpulkan sebelum UAS nanti.

Maka ketika penghuni kelas Pangeran Diponegoro sudah bersiap untuk pulang, Abi yang baru saja bangun dari tidurnya dan merenggangkan otot-otot, seketika dibuat terbelalak oleh kelakuan Ketua Kelas yang meletakkan buku catatan beserta buku paket sejarah di meja Abi.

“Tugas kamu. Kerjakan sebelum UAS minggu depan.”

“Semuanya?”

Sang Ketua Kelas mengangguk. “Kamu tahu gimana pelitnya Ibu Sri untuk ngasih nilai. Kalau pun nilaimu yang lain bisa aman, bisa-bisa kamu tinggal di kelas karena satu nilai berwarna merah di SMA Teladan, tidak bisa ditoleransi.”

Usai mengatakan amanat dari sang guru, Ketua Kelas itu malah meninggalkan Abi yang tertohok dengan sederet tugas menumpuk. “Oh God ....”

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro