Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

― 4 ―

Gadis berambut biru muda tengah duduk sembari mengerjakan dokumennya. Menganalisis satu persatu kalimat, lalu mencatat dalam note dan tak lupa pula diketiknya dalam handphone. Ia tak ingin bergerak sedikitpun dari sana meskipun jarum jam telah menunjukkan pukul sebelas malam lewat. Ia tak sadar soal waktu.

"Shima-chan, lampunya akan kumatiin. Berhentilah bekerja atau kau akan sakit, chou uzai." Izumi berujar seraya mendengus kasar. Pemuda itu menatap jengah dari samping pintu, berniat untuk segera mematikan cahaya ruangan.

Kumiko tak berniat untuk menggubris sama sekali. Namun, ia harus karena kegelapan adalah hal yang paling gadis tersebut benci. Mulutnya pun membuka, "uh, Izumi-senpai tidak usah matiin dulu! Ini belum selesai, dan―aku tidak bakal sakit juga!"

Mirip sama seseorang berambut oranye di sana, batin Izumi dengan memutar irisnya.

"Oi, Shima-chan. Kau berniat untuk terus bekerja sementara sudah ada orang yang menjemputmu?"

"Huh? Kalau Naoto yang menjemputku, bilang aku masih sibuk."

Perempatan imaginer muncul di dahi Izumi. Iris birunya mendelik ke arah Jun yang hanya bisa menghela napas melihat kelakuan gadis tersebut. Terlalu workaholic. Jun sepertinya paham akan perasaan yang dirasakan Izumi.

Pemuda yang berada di unit Knights itu lalu mengangkat bahu, sudah kesal untuk berurusan dengan produsernya. Ia pun pergi, meninggalkan Jun yang telah memasuki ruangan.

"Kumiko ... sampai kapan kau akan menyimpanku di luar seperti ini, huh?" sahut Jun.

Gadis itu tak bergerak. Masih sibuk atau sok sibuk? Entahlah, Jun yakin gadis itu adalah dua-duanya, karena tidak suka jika menghabiskan waktu dan jika tak ada pekerjaan.

Sontak, kepala Kumiko bertemu dengan meja. Membuat Jun tersentak kaget, mengira kalau penyakitnya kambuh lagi―beruntunglah, tidak, setelah ia menghampiri gadis itu dengan lekas.

Kumiko ternyata ketiduran dengan earphone yang terpakai, dokumen yang tertumpuk, buku note kecil dan tak lupa pensil di tangannya. Jun sekali lagi menghela napas, apa yang bakal terjadi kalau ia tidak datang menghampirinya? Atau bahkan berniat untuk menjemputnya?

Memang benar, perhatian Jun dulu hanyalah berdasar atas suruhan dari Hiyori saja. Tapi, entah kenapa, tak tahu sejak kapan―perhatian yang ia berikan pada Kumiko sudah melekat di badannya. Ia hafal sikap, kebiasaan, kebencian dan kesukaan dari gadis tersebut. Tak heran jika ia sudah terlatih untuk meladeninya sama seperti ia meladeni Hiyori.

Sekarang, apa yang harus Jun lakukan? Ia tak berniat untuk membangunkan gadis biru muda tersebut karena tahu bahwa Kumiko sangat perlu istirahat. Kebiasaan Kumiko yang ketiduran itu sangatlah jarang ia temukan. Makanya, ia langsung tahu kalau Kumiko kecapekan.

Apalagi, selama lima hari ini ini ia sangat sibuk mengurusi Knights. Bahkan ia tak bisa meluangkan waktu untuk rencana memasaknya. Tentu saja akan drop.

Jun mengambil tempat, menopang dagunya dan memperhatikan wajah putih itu dalam diam. Bibirnya pun membentuk lengkungan tipis. Iris emas miliknya terpaku hanya pada wajah yang dibingkai rambut berwarna biru muda tersebut.

Ya, ia memperlihatkan senyum tulus. Sayang sekali, Kumiko tak dapat menyaksikan karena tertidur pulas.

"Hm, mungkin aku harus membiarkannya untuk sejenak seperti ini," gumam Jun.

Tangan pemuda berambut biru tua itu mengelus kepala sang gadis dengan lembut. Seolah-olah, Kumiko adalah hal yang rapuh dan Jun bisa saja menghancurkannya jika tidak berhati-hati.

Kumiko bergerak, membuat Jun segera menarik tangannya. Jantungnya berdegup cepat, seakan tengah tertangkap mencuri sesuatu.

Gadis itu mengerjapkan mata, terbangun. "Oh ... Jun-kun?" Ia lalu mengucek matanya dan menguap pelan.

"Ah, maaf―a-apa aku membangunkanmu?"

Jun tak tahu kenapa bisa gagap seperti ini.

"Huh?"

Masih setengah sadar rupanya. Iris Kumiko pun bergulir, mendapati jam yang sudah tepat berbunyi dua belas malam pas. Lalu, saat ia menoleh lagi, ia kembali mendapati dokumen yang masih menumpuk dan beberapa pekerjaan lainnya. Mata mengantuk itu segera terbangun.

"Jun-kun, bawa aku pulang! Aku akan mengerjakan ini di rumah! Kalau Naoto tahu aku pulang jam dua belas malam lewat dia akan memarahiku, Aaah!"

Jun facepalm. Heran, kenapa bisa ia peduli pada gadis kekanakan ini? Entahlah, itu masih misteri terbesarnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro