Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Not in Wonderland | 9


Kemana perginya bacotan indahmu wahai kalian para penari latar? 

Aku bahkan sampe hapal siapa aja yang suka bacot T_T

Chapter 9

Hadirmu menyeruak ruang hening yang lama tak aku singgahi. Menepis sunyi sepi yang selama ini menghinggapi. Sayangnya, aku hanya selalu menemukanmu di dalam mimpi, tak pernah menemukan kamu sendiri disetiap pagi .

🎼

"Lo tau Hel? Kadang gue lebih takut sama manusia daripada sama setan beneran." Ralin menatap langit biru terhampar luas tak terlihat batas.

Rachel terkekeh, "Gue lebih takut kecoa Lin," jawab Rachel tak menaruh simpati lebih.

"Lo satu-satunya temen yang gak bisa gue marahin Hel, padahal gue pengen marah."

Rachel lagi-lagi terkekeh, "Kenapa? Gue gemesin ya Lin?"

Ralin menggeleng, "Gue liat diri gue di diri lo. Lo cantik, berbakat, tapi ada satu yang gak gue punya tapi ada di diri lo." Ralin menggantung kalimatnya.

"Apa? Takut sama kecoa?" tanya Rachel bingung, Ralin menggeleng lagi.

"Gue gak sekuat lo." Gadis itu selalu tersenyum di akhir kalimatnya.

Rachel mengerjapkan matanya beberapa kali saat ia sadar bahwa dirinya terlalu larut. Rachel turun dari bis sekolah yang mengantarnya tanpa membayar, karena bis itu gratis.

Gadis itu datang terlalu pagi, pukul setengah enam ia sudah menyusuri koridor sekolah. Rachel tidak tahu kenapa, yang jelas ia ingin datang pagi, itu saja.

Langkah Rachel terhenti tepat di ambang pintu kelasnya, ia melihat seorang siswa yang tengah mencari sesuatu pada  loker milik Ralin yang terbuka. Tanpa bersuara sedikitpun Rachel mundur,
kemudian bersembunyi di balkon dekat kelasnya.

Suara langkah kaki terdengar buru-buru. Rachel mengintip dan melihat punggung yang mengenakan hoodie abu dengan lambang sepasang sayap kecil itu semakin menjauh. Sayang, Rachel tidak bisa dengan jelas melihat rupanya. Yang jelas, cowok itu berjalan menuju gedung kelas 12.

Rachel sedikit berlari untuk memasuki kelas yang kini kosong, setelah menyimpan tas ia menuju loker Ralin dan hasilnya terkunci. Bagaimana bisa cowok tadi membuka loker ini? Siapa cowok itu sampai dia tau kunci loker Ralin? Bahkan dirinya pun tidak tahu.

"Ngapain lo ngelamun di sarang penyamun gitu?" Bidi cukup berteriak, memecah keheningan yang ada,  melihat Rachel yang terlihat melamun.

"Sarang penyamun tuh muka lo!" cibir Rachel, gadis itu mendekat.

"Kantin yuk! Laper gue, belom sarapan," ajak Rachel yang langsung disetujui Bidi.

"Gue kangen Ralin, Di." Rachel menatap ubin yang dia injak.

Bidi mengerutkan kening, "Susul aja sana!" Cowok itu terkekeh, kemudian kekehannya terganti dengan ringisan saat Rachel dengan sengaja menginjak kakinya.

Bidi itu ganteng, hanya saja cuek. Dia ketua kelas, banyak yang suka, tapi gak pernah deketin cewek, alhasil rumor yang beredar bahwa Bidi itu homo.

"Gue pernah naksir Ralin," ucap Bidi tiba-tiba membuat Rachel yang semula akan menyuapkan bubur ke mulutnya tidak jadi.

"Seriusss?" tanya Rachel tertarik. "Gue kira lo homo!" gadis itu terkekeh kemudian menyuapkan satu sendok bubur.

"Siapasih yang gak naksir dia? Cantik, pinter, jago main alat musik, terlalu sempurna buat jadi seorang cewek." Bidi memuji terang-terangan.

Rachel mengangguk setuju, "Gue juga cantik, pinter, jago maen alat musik. Lo naksir gue juga?" tanya Rachel yang disambut Bidi dengan menaikan sebelah alisnya.

"Lo petakilan! Bar-bar! Galak! Kadang gue gak liat dimana sisi kecewekan lo!" ucap cowok itu kemudian Rachel tersenyum memamerkan giginya.

"Ahh, gue tersanjung." Rachel tertawa.
Percakapan mereka teralihkan ketika mendengar suara ribut-ribut yang berasal dari koridor.

"Apa tuh?" tanya Rachel santai kemudian menghabiskan buburnya.

Orang-orang berkerumun dan Rachel menarik Bidi untuk melihat apa yang terjadi, karena apalagi jika bukan karena tingkat keponya yang terlalu tinggi.

"Air panas, air panas!" ucap Rachel membelah kerumunan.

"Senaa!" Lengking Rachel ketika melihat yang jadi tontonan adalah Sena yang sedang dipukuli dan Rachel mematung seketik saat melihat yang menjadi lawan adu jotosnya adalah seorang Lathan.

Lathanael Kaisar.

Rachel menarik Sena bertepatan ketika seorang guru perempuan berkacamata tebal membubarkan kerumunan. Gadis itu menatap Lathan, jelas emosi terpancar dari wajahnya.

"Gue kira, cuma gue yang bisa lakuin hal tolol di depan umum!" ucap Rachel penuh penekanan, di depan wajah Lathan langsung.

Bu Berta, guru Bk yang tersohor garang itu menggiring keduanya ke UKS, dan meminta tolong Rachel untuk mengikutinya karena orang terakhir yang berada disana adalah Rachel.

Sena meringis kesakitan, pelipisnya mengeluarkan darah sementara Lahan terluka pada bagian dahi.

"Saya kecewa sama kalian berdua," oceh Bu Berta tak henti.

Rachel membasuh luka pada pelipis Sena, mengobatinya semampu yang dia bisa. Bisa ia rasakan bahwa Lathan menatapnya tajam sekarang.

Setelah mendengar ocehan Bu Berta yang terus nyambung seperti kereta api, Sena diizinkan pulang karena lukanya cukup parah sementara Lathan keluar ruang UKS tanpa sepatah katapun.

Rachel ikut keluar dari UKS dan entah kenapa sekarang Rachel mengejar langkah Lathan. Mungkin merasa bersalah karena seperti membela Sena. Itu tidak penting, "Lathan!" panggil Rachel tidak membuat Lathan yang sudah berada di depan ruang jurnalistik menoleh, Lathan masuk ke dalam ruang itu dan Rachel juga ikut masuk.

"Ada urusan apa lo ngikutin gue?" tanya Lathan datar kemudian Rachel menatapnya kesal, lagi-lagi kesal.

"Luka lo belom diobatin!" Rachel mengambil kotak P3K yang sudah ia tau letaknya.

"Gue bisa sendiri!" Lathan menepis tangan Rachel yang sudah memegang kapas.

"Apa peduli gue kalo lo bisa ngobatin sendiri? Gue percaya kok!" ujar Rachel membersihkan luka pada dahi Lathan. Cowok itu membiarkan Rachel mengobatinya, karena ia tahu bahwa Rachel seorang yang keras kepala.

"Kok lo bisa berantem sama Sena?" tanya Rachel yang diabaikan Lathan. "Gak mau cerita? Gak apa-apa gue gak maksa, Sena pasti mau cerita kalo sama gue." Rachel menempelkan plester pada dahi Lathan.

"Keluar, Hel!" ucap Sena dengan nada datar. Rachel justru memerhatikan ekspresinya.

"Kenapa gue harus keluar?" tanya Rachel mendekat. Rachel baru sadar bahwa tingginya sama dengan Lathan ketika Lathan duduk di kursi dan dia berdiri, Rachel juga baru sadar bahwa dirinya ternyata pendek jika dibandingkan dengan Lathan.

"Lo pikir berada di satu ruangan sama gue itu hal yang normal?" tanya Lathan namun Rachel mengangguk.

"Normal, kenapa?"

"Gue bisa lakuin apa aja yang gue mau! Mending lo keluar sekarang."

"Lakuin aja," ucap Rachel santai sambil melihat-lihat berbagai dokumen.

Lathan mendengus, rasanya berdebat dengan Rachel adalah sebuah kesalahan. Akhirnya, Lathan yang beranjak dari tempatnya kemudian keluar dari ruang jurnalistik tanpa mengucap apapun. Tak lupa, cowok itu menutup pintunya.

Rachel terkekeh sekarang kemudian membuka tirai jendela, melihat Lathan yang semakin menjauh. Ia berniat menyusul, namun saat akan membuka pintu, pintunya tidak bisa dibuka. Rachel menarik sekuat tenaga namun pintu itu tetap tidak bisa dibuka.

"Heh kurang ajar! Lo kunci pintunya?" teriak Rachel menggema, untung saja dekat ruang jurnalistik tidak ada kelas, jika ada bisa-bisa kelas itu terganggu oleh teriakan Rachel.

Lathan hanya menoleh, lalu kembali berjalan tanpa memerdulikan Rachel yang kini berteriak-teriak mengutuk namanya.

"Lathan sialan! Setan! ! Gue kutuk lo jadi sayur asem! Ah ketek biawak!"

Rachel melihat arloji di tangan kirinya yang menunjukkan pukul setengah sepuluh, bahkan bel istirahat pertama pun sudah terdengar. Gadis itu membuka ponselnya dan dengan terpaksa ia menghubungi nomor manusia yang mungkin sudah berubah jadi sayur asem karena kutukannya.

Namun, sebuah suara kini terdengar, suara piano yang sering Rachel mainkan, lagu berjudul Autumn in My Heart itu menggema di ruangan.

Ternyata berasal dari sebuah ponsel hitam di atas meja. Rachel mendekat dan yakin bahwa itu ponsel milik Lathan. Dan yang Rachel tidak terima adalah, ternyata Lathan menyimpan nomor ponselnya dengan nama 'tukang modus'.

Ponsel itu ia ambil, kemudian matikan panggilannya. Percuma ia menelepon kalau ponsel Lathan saja tertinggal disini.

Anggaplah Rachel kurang ajar, karena memang dia kurang ajar. Buktinya sekarang Rachel sedang menerobos privasi pemilik ponsel tersebut, dimulai dari mengganti nama kontak Rachel menjadi 'Rachel Cantik' kemudian mengobrak-abrik galeri.

Tidak ada yang aneh awalnya, sampai Rachel menemukan sebuah foto. Rachel juga punya foto tersebut, foto Ralin mengenakan dress merah sedang bermain piano.

Cklek!

Rachel hampir saja melemparkan ponsel yang ia pegang jika refleksnya tidak bagus.

"Ngapain lo?" tanya Lathan mendekat kemudian meraih ponselnya dari tangan Rachel.

Gadis itu mengedik, "Suka-suka gue lah ngapain," jawab Rachel memutar bola mata.

"Laper!" Sekarang, gadis itu merengek seperti anak kecil, membuat Lathan menatapnya geli.

"Mandi sana!" jawab Lathan asal.

"Ha! Ha! Ngelawak lo?" Rachel kini beranjak dari kursi yang ia duduki. "Jajan ya?" Rachel menaik turunkan kedua alisnya. Tanpa menunggu jawaban, Rachel langsung menggandeng Lathan menuju kantin.

***

"Weeiii gercep banget nih Si Bos!" Bintang berucap ketika melihat Rachel dan Lathan sampai di kantin. Lathan melepaskan gandengan tangan Rachel kemudian memberi jarak.

"Ngomong apa lo?" ucap Lathan membuat Bintang dan Keenan terkekeh.

Rachel duduk di depan Bintang juga Keenan, di samping Lathan. "Kak Keenan!" panggil Rachel membuat Keenan langsung menoleh,

"Ya?" tanyanya ganteng.

"Bayarin mie ayam punya Rachel ya?" ujar Rachel tanpa tahu malu.

"Berapa mangkok? Dua? Tiga?" tantang Keenan membuat Lathan mendengus. Cowok itu beranjak kemudian mengeluarkan uang dan memberikannya pada penjual mie ayam.

"Tumben Si Bos peka!" komentar Bintang. Saat Lathan kembali ke meja, Bintang kembali  berujar nyaring. "Kak Keenan!" ucap Bintang meniru gaya bicara Rachel.

Keenan menoleh, "Jijik ah!" ucap Keenan membuat Rachel terkekeh.

"Bayarin cicilan motor punya Bintang ya?" ujar Bintang menimbulkan kekehan Rachel semakin menjadi.

Alhasil botol bekas air mineral pun melayang dan membentur tepat di kepala Bintang. Bintang meringis berlebihan, "Ya kan siapa tau Si Bos peka gitu bayarin cicilan gue!" Cowok itu mengusap kepalanya.

Lathan memerhatikan Rachel secara terang-terangan. Kemudian saat bel masuk berbunyi, cowok itu beranjak dari tempatnya duduk.

Ia menggigit bibir bawahnya untuk menahan senyum. Karena yang sekarang terlintas di benaknya adalah; Mana mungkin seorang Lathanael Kaisar merasakan kembali sebuah kenyamanan yang sudah lama hilang?

TBC...

Jangan lupa follow instagram aku; bellaanjni. Semua info update aku share disana dan kalian kalo gabut bisa liat highlight selfremender nya aku.


Salam, Bellaanjni

Author jahat yang sayang-sayangan tapi status temenan doang. Hiyaaaahiyaaaahiyaaa!


Bandung, 6 Maret 2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro