Not in Wonderland | 6
A/n: tag temen kamu disini biar bapernya bareng-bareng.
🔶🔸C h a p t e r 6🔸🔶
Aku suka dan pandai berdebat dengan orang-orang. Namun, tidak dengan diri sendiri.
🎼
"Hii... Abangggg! Dia bangun!" Teriak seorang yang terdengar sangat melengking.
Rachel tersentak saat membuka mata dan menemukan wajah yang sangat dekat hampir tidak berjarak. Refleks, Rachel mendorong wajah itu menjauh.
"Aduh, Kak! Repotin banget sih!" gerutunya dengan suara anak kecil yang khas. Dia anak kecil perempuan, memakai seragam sekolah dasar.
"Lo siapa?" tanya Rachel ketakutan.
"Harusnya aku yang nanya dong, Kakak siapa? Kok ada di rumah aku? Kakak gak punya rumah?" tanyanya lebih galak.
Rachel mengerutkan kening, "siapa juga yang mau ada di rumah lo!" Ketus Rachel memutar bola mata.
"Abangggg!" teriak anak kecil itu, "Kakaknya mending pas tidur ih Banggg!" teriaknya lagi.
Pertanyaan Rachel sekarang adalah; apa pita suara anak kecil itu tidak putus? Dari tadi teriak mulu dan sekarang Rachel menyadari sesuatu.
"Heh lo pencuri payung yang waktu itu kan?!" Lengking Rachel membuat anak itu membulatkan matanya. Anak itu cengengesan, Dia kemudian lari dan bersembunyi pada seorang cowok yang sepertinya baru selesai mandi.
Lathan keluar dengan kaus hitam dan celana selutut, handuk masih cowok itu gosokan pada rambut. Aroma maskulin menusuk penciuman Rachel. Ditatapnya cowok itu dengan tatapan bingung.
"Fey mending mandi dulu gih, nanti jalan-jalan sama Abang," ucap Lathan menimbulkan sorak girang pada anak kecil yang dipanggil Fey itu.
"Kok gue ada disini?" protes Rachel ketika Lathan menatapnya aneh.
"Ya karena gue liat lo kayak orang sekarat di jalan!" jawab Lathan enteng.
Rachel mengingat kejadian tadi pagi, ia kemudian menyentuh sudut bibirnya yang ternyata sudah diobati, juga telapak tangannya.
"Makasih," ucap Rachel pelan.
"Apa?" Lathan ingin Rachel berucap lebih keras, meski tadi ia mendengar jelas apa yang diucapkan Rachel.
Rachel memutar bola mata, "MA-KA-SIH!" ucapnya keras menekan setiap suku kata. Lathan tidak menjawab, cowok itu hanya memerhatikan Rachel, merasa kasihan.
"Ini jam berapa?" tanya Rachel sambil memerhatikan sekeliling, rumah ini didominasi warna putih dan abu namun tidak ada jam yang Rachel lihat sekeliling ruangan.
"Setengah empat," jawab Lathan setelah melirik arloji berwarna abu yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.
Rachel mengangguk, "kalau gitu, gue harus pulang." Gadis itu mengambil tas yang tidak jauh darinya, rasa ngilu dari telapak tangan bisa ia rasakan sekarang.
"Biar gue anter." Lathan beranjak, mengambil jaket kulit yang bergantung. Dan untung saja, sepertinya Lathan tidak melihat semu merah yang terpancar di kedua pipi Rachel.
"Gak usah, Kak. Lagian, katanya rumah lo daerah komplek gue juga kan," ucap Racel setelah menimang, ia terlalu merepotkan hari ini.
Lathan meliriknya, "Yakinin gue dulu kalo lo gak akan sekarat di jalan lagi!" Lathan berujar kelewat santai.
Bukk!
Sebuah bantal yang berasal dari sofa mendarat sempurna di punggung Lathan, membuat cowok itu menoleh kembali pada Rachel dan mendengus kecil, "kenapasih?" tanya Lathan membuat Rachel sedikit terkekeh.
"Katanya suruh yakinin!" Gadis itu memutar bola mata.
"Abanggg! Lampu kamar mandinya mati!! Fey takut ada pocong!" Feyca berteriak dari kamar mandi yang membuat Rachel terbahak.
"Mampus tuh pocong nyamperin! Sama Mbak Kuntinya juga!" Sumpah, Rachel tidak bisa menahan tawanya ketika mendengar anak kecil itu berteriak lagi bahkan menangis.
Lathan menggeleng kemudian pergi menuju kamar mandi yang dipakai adiknya itu.
"Gue pulang, Kak!" ucap Rachel berhasil membuat langkah Lathan terhenti.
Lathan menatapnya dua detik kemudian mengangguk, "hati-hati," ucap Lathan kembali membuat ekspresi Rachel terlihat tolol.
"Oh ya, Hel," panggil Lathan membuat Rachel yang sudah berada di ambang pintu kembali menoleh. "Gak usah panggil gue dengan embel-embel 'kakak', gue bukan kakak lo!" Rachel mengangguk dan ber-oh ria kemudian pergi.
Saat keluar dari pintu, Rachel justru tidak melihat jalan dan ini sedikit membingungkan. Rachel justru melihat tembok besar dengan satu pintu berwarna abu yang tertutup. Tapi Lathan tidak memberinya peringatan bahwa Rachel berada di jalan yang salah, mungkin jalanan akan terlihat ketika ia membuka pintu abu tersebut.
Dibukanya pintu itu perlahan kemudian Rachel cukup terkejut. Yang dilihatnya bukan jalanan, tapi beberapa orang berseragam abu putih, orang-orang yang menunggu di sebuah sofa besar, mobil-mobil yang dicuci, juga peralatan-peralatan bengkel yang sedang dipakai untuk memperbaiki beberapa mobil oleh orang berseragam abu putih tersebut.
Rachel ingat, di jalan raya dekat kompleknya terdapat sebuah bengkel mobil cukup besar dan kini Rachel baru tahu kalau di belakang bengkel ini adalah rumah Lathan.
Salah seorang pria berseragam itu tersenyum ke arah Rachel kemudian mendekati sambil menepuk-nepuk tangannya yang penuh oli, sekitar berusia 25 tahun. "Temennya Kaisar?" tanyanya akrab.
Rachel mengerutkan kening. Melihat kerutan kening itu, cowok tadi mengerti bahwa Rachel bingung. "Dia dipanggil apa sih di sekolahnya? Lathan? Nael? Kai? Sar?" tanya cowok itu. Sekarang Rachel mengerti.
Rachel mengangguk, "iya," jawab Rachel tenang.
Cowok itu mengangguk sambil tersenyum samar atau lebih tepatnya menahan kekehan. "Siapa nama lo?" tanyanya lagi.
Rachel berpikir sejenak, "Hailee, Hailee Steinfeld!" jawab Rachel yang membuat orang itu langsung menangguk.
Dalam hati Rachel terkekeh, bisa Rachel pastikan sekarang bahwa orang yang mirip Ade Rai itu kuno. "Gue pulang Bang!" ucap Rachel mengakhiri pembicaraan.
"Yoo, sering-sering mampir!" cowok itu sedikit berteriak, Rachel hanya membalasnya dengan acungan jempol tanpa menoleh.
Ia menyusuri jalanan yang cukup sepi. Orang-orang kompleknya gila kerja, pergi pagi pulang pagi pergi lagi pagi, Rachel jadi berpikir untuk apa mereka memiliki rumah? Tidur saja di kantor tidak usah pulang.
Dengan cepat Rachel menghilangkan pemikirannya itu, lagipula itu tidak penting. Dibukanya pagar berwarna biru muda miliknya dan Rachel langsung masuk.
Rachel melihat May yang sedang memandangi televisi dengan tatapan kosong. "Ma?" sapa Rachel membuat May sedikit tersentak.
May menoleh kemudian beranjak dengan cepat, "Kamu gak apa-apa?" tanya May langsung menangkup kedua pipi Rachel, mengangkat dagunya, memiringkan kepala Rachel ke samping kanan dan kiri.
"Aku baik-baik aja," ucap Rachel melepas tangan mamanya yang menurut Rachel berlebihan.
"Ahh.. Anak Mama!" May memeluk Rachel. "Mama khawatir, sekarang kamu baik-baik aja, Mama jadi bisa nonton live konser boyband kesukaan Mama dengan tenang," ucap May menatap anaknya yang kini terkekeh.
May tidak tahu bahwa Rachel mengidap sindrom Alice and wonderland. Padahal, itu sindrom yang diidap Rachel sejak kecil.
Yang May tahu bahwa Rachel dulu sering melukai dirinya karena anak itu stress gara-gara sering mengalami kekerasan dari Mario, ayah tirinya. Semacam self injury, tapi Rachel terlalu waras untuk melakukan self injury. Rachel melukai dirinya karena keterpaksaan agar bisa keluar dari zona mengerikan sindromnya.
"Orang gila itu gak akan balik lagi kesini kan?" tanya Rachel sambil menyusuri anak tangga menuju kamarnya.
"Well, Mama harap begitu." May tersenyum di akhir kalimat. "Oh ya Helly," panggil May, Rachel langsung menoleh.
"Ya?" jawabnya singkat.
"Kamu gak akan ngelakuin hal 'bodoh' kan?" May menunjukan kedua telapak tangan miliknya membuat Rachel melihat telapak tangannya sendiri yang salah satunya terbalut perban.
"Nope Mommy, aku jatoh di sekolah tadi," ujar Rachel berbohong.
May menatap putri semata wayangnya itu, tahu Rachel berbohong dan juga tahu bahwa Rachel tidak masuk sekolah hari ini. Namun May tidak bertanya lebih lanjut karena ia yakin bahwa Rachel seorang anak yang cerdas, tahu mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
***
Sampai di kamar, Rachel membuka ponsel. Sena, April dan Bidi menghubungi dan menanyai kenapa ia tidak masuk. Pesan Sena yang ia balas pertama, kedua pesan Bidi dan mengabaikan pesan April. Rachel bukannya tidak suka April. Tapi April membuat Rachel tidak nyaman, apalagi ketika April dengan terang-terangan memarahi Ralin karena Ralin sempat diantar pulang oleh Sena.
Ponsel Rachel bergetar, sebuah panggilan masuk dari nomor tidak dikenal kini tampak di layar. Sedikit ragu, Rachel menekan tombol jawab kemudian menempelkan ponsel tersebut ke telinganya.
"Halo?" ucap Rachel pelan. Beberapa detik tidak ada jawaban. "Kalau gak ngomong gue tutup ya!" sambung Rachel.
Baru akan menekan tombol merah, seorang di sebrang sana berbicara lirih, "Berhenti," ucapnya singkat kemudian panggilan diputus sepihak oleh orang yang menghubunginya tersebut.
Rachel diam sebentar, menatap nomor asing itu kemudian Rachel mendial kembali, namun yang didengarnya hanya suara operator, berbicara bahwa nomor itu sudah tidak aktif
TBC..
Kalian tim mana, nih?
Lathan Rachel?
Atau
Sena Rachel?
Difollow jugaaaaa:
Kalian jangan lupa share cerita ini yaa! Oh iya, kalo ada yang ngesg, tag aja Instagram aku ; bellaanjni.
BellaAnjni
Author jahat yang sok sibuk.
Bandung, 2019
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro