Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Not in Wonderland | 34

A/n: 3 Part terakhir akan menjadi perjalanan yang sangat panjang. Aku harap kalian gak akan bosen bacanya. Soalnya 3 part itu pasti panjang.... Banget.

Aku tau kalian suka yang panjang-panjang, tapi aku gak tau, apa kalian juga suka yang panjang banget?

And btw, part ini juga cukup panjang daripada 33 part sebelumnya.

So, can i get 4K comments & 8K votes?

I love you,

C h a p t e r   34

Jika katanya status hanya dijadikan batasan untuk mencintai, lantas apa yang pantas digunakan agar rasa yang dimiliki menjadi terakui?

🎼

Rachel kini sangat yakin, bahwa Ralin memang menggunakan es batu sebagai pijakan. Karena jika tidak, lantas apa? Ia harus pergi ke toko itu, memastikan bahwa sebelumnya Ralin memang mendatangi toko tersebut.

Rachel tidak berani membuka buku itu lagi, kepalanya penuh dengan pemikiran-pemikirannya. Ia menyimpan bukunya lagi ke dalam tas dan tidak bisa tidur. Jadi pagi ini ia terlihat kacau dengan kantung mata yang menghitam.

April sedang membereskan make up  yang selesai ia gunakan ke dalam tasnya. Ia kemudian melirik Rachel yang tampak melamun. “Lo kenapa seminggu kemarin bablas gak sekolah?” tanya April jelas membuyarkan lamunan gadis itu.

Rachel menoleh, “Mama gue di rumah sakit,” ujar Rachel membuat April duduk di sampingnya.

“Ah..! Cepet sembuh ya!” balas April merasa bersalah.

Rachel menggeleng, “Dia juga udah meninggal,”

April membulatkan matanya, semakin merasa bersalah. Apalagi teringat kejadian ketika Bidi mengajaknya menemui Rachel, namun dengan tegas April menolaknya. “Maafin gue, gue turut berduka cita.”

Lagi-lagi ada sesak yang timbul ketika Rachel mengingat May. “Gak apa-apa,” ucap Rachel kemudian bangkit, yang lain sudah menunggu untuk pulang sepertinya.

Benar saja, ketika mereka keluar, hanya mereka yang tinggal memasuki mobil. Kali ini Rachel duduk di depan, di samping Lathan.

“Feyca ada di rumah?” tanya Rachel yang tiba-tiba teringat pada anak perempuan menyebalkan itu, perpisahannya tidak baik-baik saja sewaktu di rumah sakit.

“Baru pulang tadi malem sama bokap,” jawab Lathan melirik arloji di tangan kirinya.

“Dari mana emang?”

“Gue belum bilang ya? Waktu itu gue pergi ke Kalimantan, jenguk nenek gue lagi sakit. Gue baru pulang waktu nemuin lo hampir ngelakuin hal gila itu. Gak tahu kenapa pengen aja pulang hari itu, padahal bisa aja gue pulang hari ini bareng bokap,” jelas Lathan.

“Jodoh kali ya?” gurau cowok itu menoleh.

“Nah adek-adek, ucapan barusan adalah contoh dari suara buaya. Paham?” lengking Bintang membuat Rachel menoleh ke belakang kemudian terkekeh.

“Kalian nguping ya?” tanya Rachel yang disambut protes dari Bintang.

“Nguping dari mana? Kedengeran!” elaknya.
Sepanjang perjalanan, tawa anak-anak tidak lepas. Sampai perjalanan selesaipun mereka enggan meninggalkan mobil.

Lathan turun bersama Rachel kemudian langsung pamit, barulah Lathan menggunakan mobilnya sekarang.

“Langsung pulang?” tanya Lathan mengeluarkan mobil dari halaman.

“Boleh, gue ngikut,” jawab Rachel yang dihadiahi anggukan.

“Senin ujian, udah belajar?” Rachel berusaha mencari topik untuk memecah keheningan.

“Iya, udah mau lulus aja. Nanti di sekolah lo gak bisa modusin gue lagi,” ujar Lathan menoleh.

“Siapa juga yang suka modusin lo! Kege-eran!” tandas Rachel sengit.

Lathan menatapnya dua detik, “Lo lah, siapa lagi!” tukas Lathan tidak mau kalah.

Mereka saling mengungkit kemodusan satu sama lain sampai tak terasa bahwa mobil Lathan sudah berhenti di depan sebuah rumah berpagar biru.

Rachel melihat sebuah motor yang terparkir di depan pagar rumahnya, juga seorang cowok yang seperti sedang mencari seseorang.

“Gue temenin ya?” ujar Lathan ketika melihat cowok tersebut. Rachel belum sempat  menolak, saat ia turun, tangan Lathan menautkan jarinya, mereka bergandengan.

Cowok itu menoleh ketika mendengar suara langkah kaki. Rachel cukup terkejut, “Sena? Ngapain?” tanya Rachel bingung.

“Eh, Hel! Gue tadinya mau jengukin lo, waktu itu Bidi ngajak bareng cuma gue baru sempet sekarang. Lo baik-baik aja?” tanya Sena mengabaikan keberadaan Lathan di sana.

Rachel tersenyum, “Gue baik-baik aja. Ayo masuk dulu.” Gadis itu mengeluarkan kunci pagar, membukanya lebar.

“Gak usah deh, gue cuma mau pastiin keadaan lo. Gue balik ya!” Sena berbalik setelah Rachel mengangguk, Sena menyalakan mesin motornya dan melaju cepat.

Dari awal, Lathan sudah menatapnya tajam. Rachel beberapa kali menyentuh punggung tangan Lathan yang memberikan tatapan seakan mau menerkam.

“Jangan sembarangan ngebiarin cowok masuk, apalagi kalo lo lagi sendiri di rumah.” Lathan berujar pelan.

“Wah.. Peraturan baru ya?” tanya gadis itu terkekeh.

Lathan melirik arlojinya yang masih menunjukkan pukul setengah sebelas. “Gue pulang, kalau ada apa-apa lo bisa hubungi gue.”

“Tapi lo mau ujian, apa gak ganggu?”

“Lo pikir gue bakal lebih milih tumpukan kertas sama buku?” tanya Lathan menaikkan sebelah alisnya.

“Gue tau lo dapat beasiswa, ujian bukan hal yang sulit.” Rachel tersenyum sebelum Lathan kembali memasuki mobilnya, menatap cowok itu sampai hilang dari pandangan.

Setelahnya, Rachel masuk ke dalam dan menuju kamar untuk berganti baju. Rachel juga membuka tas sekolahnya, mencari sebuah kertas. Kertas berbahan murah yang sudah Rachel bentuk menjadi gumpalan bola itu masih ada di dalam tempat pensilnya.

Gadis itu membuka kertas tersebut, melihat tanggal yang tertera.  11 Mei 2019. Ralin hilang pada tanggal sebelas Mei. Berarti Ralin pasti menghubungi toko minuman dan es krim sebelum tanggal tersebut. Jadi, Rachel putuskan untuk mengunjungi toko itu sekarang.

***

“Maaf Mbak, tapi semua transaksi dan cctv toko ini sepenuhnya menjadi privasi kami,” ujar seorang mbak-mbak yang memakai seragam merah muda khas toko es krim dekat sekolahnya.

“Tapi saya butuh banget infonya, tanggal 10 sampai 11 Mei aja kok, Mbak!” Rachel bersikukuh meskipun dari setengah jam yang lalu dirinya sudah di tolak mentah di sini.

Gadis itu sekarang berada di toko es krim yang sekaligus menjual minuman ringan dekat sekolahnya. Dari tadi juga ia melihat banyak pegawai yang bolak-balik membawa tumpukan es balok dengan peti.

Rachel mendengus, “Pelit banget sih!” Ia menghentakkan kaki kemudian berbalik, kesal, Sementara mbak-mbak tadi hanya menggelengkan kepalanya.

Rachel keluar dari toko, dan tepat saat membuka pintunya, dari luar seorang cowok masuk. Sepertinya cowok itu tidak menyadari kehadiran Rachel, tapi Rachel yakin siapa cowok tersebut.

“Heh Jomlo!” ucap Rachel santai.

Cowok itu menoleh, kemudian mengerutkan kening. “Hel? Ngapain lo?” tanyanya bingung.

“Lo kira gue ke tempat es kayak gini beli apa? Cilok? Kan gak mungkin!”

Cowok itu hanya mengangguk, “Oh.. Abisnya lo gak bawa apa-apa. Bagus deh, lo baik-baik aja ternyata. Kalo diem gak ada kabar kayak kemaren-kemaren aneh soalnya.”

“Lo sendiri ngapain di sini?” tanya Rachel, mereka sepertinya menghalangi jalan masuk.

Rachel sedikit menepi, begitupun cowok itu. “Biasalah, bisnis,” ujarnya tersenyum mencurigakan.

“Kok bisa?” Air muka Rachel berubah sedih, “Keluarga lo kenapa? Bangkrut? Lo usaha sambilan jadi tukang es? Gak apa-apa deh ya! Semangat! Semua kerjaan itu baik kok,” Rachel menepuk-nepuk bahu cowok itu.

“Apaan sih lo, ah! Gue di suruh kakak gue ke sini, gak tahu mau ngapain. Udah dulu ya, nanti dia ngamuk. Kalo ngamuk mirip macan, beda tipis kayak lo!” Cowok itu menyentil dahi Rachel pelan kemudian berbalik, berjalan santai menuju sebuah ruangan.

Rachel sedikit membulatkan matanya ketika tahu ruangan apa yang di tuju cowok itu, ‘Manager’.

Wait, what? Kakaknya dia Manager toko ini?

“Bidi...! Tunggu...! Gue ada bisnis sama lo!” lengking Rachel, membuat semua tatap mata mengarah padanya. Rachel tidak peduli, ia berlari mengejar cowok itu. Tak lupa, ia menjulurkan lidahnya dengan menyebalkan pada mbak-mbak karyawan yang menolaknya tadi.

***

Di kamar, Rachel memandangi struck atas nama Ralin pada tanggal 11 Mei. Gadis itu benar-benar memesan es balok. Yang Rachel pikirkan adalah, apa tidak ada seorang pun yang curiga ketika seorang gadis meminta dikirimkan es balok ke sekolah?

Lupakan, masih banyak yang harus Rachel ungkap. Gadis itu kemudian membuka ponsel Ralin. Chat paling teratas adalah Akhir, dan kedua setelahnya adalah Lathan. Setelah Lathan, ada Clary.

Apa Rachel harus bertanya pada Lathan kenapa dalam pesannya cowok itu meminta maaf? Pesan maaf dari Lathan juga menunjukkan pukul 11 Mei, sore hari. Tapi pesan itu sudah terbaca oleh Ralin.

Lathan juga pernah bercerita bahwa ia melakukan kesalahan. Apa kesalahannya?

Rachel mengacak rambutnya, apa juga urusannya mengurusi kasus kematian Ralin sejauh ini? Gadis itu menggeleng kuat, ia harus menuntaskannya karena bagaimana pun, hidupnya tidak akan tenang jika ini tidak selesai.

Gadis itu membuka kembali buku Ralin, ia membaca tulisan tentang Ralin mengambil keputusan, tentang dunia yang kejam hingga menjadi alasan kenapa seorang bayi menangis ketika lahir ke dunia, dan tentang awal juga akhir. Semuanya membuat Rachel pusing, Rachel membaca sampai bagian bawah.

Untuk kamu yang menjadi awal, terima kasih karena telah memulai semuanya dengan senyuman.

Untuk kamu yang menjadi akhir, terima kasih telah mengakhiri dengan tangisan dan membuatku mengambil keputusan  (Ada di chapter29)

Rachel membuka halamannya lagi,

Kalian berdua abadi, dalam ...

Gadis itu hanya menemukan sebaris tulisan itu tanpa lanjutan, kertasnya di sobek.

Ya, bagian bawah kertas itu di sobek.

“Dalam apa?” tanya Rachel frustasi. “Awal dan akhir ini abadi dalam apa ya Tuhan? Argh..!”

Tapi yang Rachel simpulkan, orang yang disebut awal ini adalah seorang yang baik menurut Ralin, karena beberapa kali menyebut bahwa orang ini membuat tawa juga senyuman, namun beku.

Siapa orang baik sekaligus beku itu?

Drtt.. Drtt..

Sebuah panggilan menginterupsi pemikiran Rachel.

Lathan?

Gadis itu menekan ikon hijau kemudian merapatkan ponselnya ke telinga.

Besok gue ujian, apa gue harus kelihatan loyo dulu biar bisa lo semangatin?”

Rachel seketika menjauhkan ponsel itu dari telinganya, kaget.

“Hehe,” ucap Rachel kembali merapatkan ponsel tersebut. Bisa Rachel dengar cowok di seberang sana mendengus. Sepulang dari panti, Rachel tidak mengabari Lathan sama sekali. Gadis itu berada di toko es bersama Bidi, kemudian larut dengan berbagai pikirannya sekarang.

Gue nunggu kabar lo loh Hel dari tadi pulang, pesan gue juga gak dibalas. Lo sibuk?” tanyanya.

Sedikit perasaan bersalah hinggap, mungkin Rachel memang sedikit keterlaluan. Lathan sudah sangat berusaha membuatnya bangkit padahal cowok itu jelas-jelas mau ujian, tapi Rachel seperti gadis yang tidak tahu terima kasih.

“Enggak Than, gue gak sibuk. Ada sedikit urusan tadi,” jawab Rachel jujur.

Apa urusan yang lo maksud itu, jalan sama Bidi?”

Rachel mengerutkan keningnya seketika.

“Lo tadi lihat gue sama Bidi?” tanya gadis itu refleks, dan panggilan diputus sepihak.

“Lah?” Rachel menatap layar ponselnya.

Kenapa Lathan menjadi se-sensitif itu?
“Lathan cemburu, ya?” gumam Rachel pelan, bertanya pada dirinya sendiri.

Gadis itu tersenyum sedikit, “Nanti aja gue jelasin langsung kalo ketemu,” gumamnya lagi.

Akan sangat menyenangkan bagi Rachel jika melihat wajah Lathan yang sedang cemburu secara langsung.

***
TBC...

Jangan baper ya kalo disemangatin terus, mungkin DOI nyemangatin gara-gara kalian kelihatan loyo terus.

HAHAHAHAHA

Akutuh serba salah di dunia penuh netijen ini.

Di author note part kemarin aku bikin self reminder kan.

Terus banyak komen yang bilang, Kak Bella lagi kesurupan setan apa sampe omongannya bener gini? Atau Ini kayak bukan Kak Bella.

Tolong, AKU RECEH BANGET BACA KOMEN KALIAN YANG KAYAK GITU SAMPE MASKER AKU PECAH GARA-GARA KETAWA.

HAHAHAHAHA

Besok-besok kalo lagi butuh hiburan aku bikin self reminder lagi okayyyy!

Find me on Instagram or wattpad; bellaanjni

Salam, Bellaanjni

Author jahat yang multitalenan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro