Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Not in Wonderland | 22



C h a p t e r   2 2

Aku enggan menyerah tentang kamu. Karena sejak awal hadir, yang kusuguhkan adalah sebuah hati, bukan secangkir kopi.

🎼

"Habisin, Helly." May menatap Rachel yang satu meja makan dengannya, Rachel hanya memakan satu roti buatannya, tidak seperti biasa.

"Rachel kenyang, Ma." Gadis itu mengambil tisu kemudian menyampirkan tas pada pundaknya. "Oh iya, Rachel pulangnya mau main dulu ya, gak lama kok."

"Sama siapa?" tanya May membereskan piring di atas meja.

"Lathan, yang kemaren itu lho," jawab Rachel kemudian melihat ekspresi May yang langsung diam. "Boleh kan, Ma?"

May mengangguk, "Boleh, asal jangan pulang terlalu sore."

Rachel pamit pada May setelah meminta izin. Ia keluar pagar dan sedikit terkejut ketika melihat keberadaan Lathan di sana, bersandar pada mobil gantengnya.

"Kok gak ngasih tau dulu kalau perginya bareng?" Rachel masuk ketika Lathan membukakan pintu.

"Lain kali gue bilang," jawab Lathan santai kemudian memutari mobilnya untuk duduk di kursi kemudi.

Sekitar sepuluh menit di perjalanan, mereka akhirnya sampai. Banyak pasang mata yang memperhatikan. Namun, baik Lathan maupun Rachel tidak mempedulikan itu. Lathan sengaja mengantar Rachel sampai kelasnya, menimbulkan cuitan dari beberapa teman satu kelas Rachel.

"See ya!" Lathan berbalik untuk menyusuri koridor menuju kelas 12.

Baru saja Rachel duduk di bangku miliknya, April menghampiri. "Lo jadian sama Kak Lathan?" tanyanya antusias. Rachel hanya mengedik seraya tersenyum.

Rachel bisa merasakan satu kelasnya hening sekarang, padahal bel masuk belum berbunyi. Saat melihat ke arah pintu, barulah Rachel tahu penyebabnya. Clary bersama dua orang temannya yang sama-sama memakai rok tinggi mendekat.

"Lo gak tau diri ya!" bentaknya membuat Rachel mengerutkan kening. "Gak puas cuma sahabat lo yang bunuh diri? Lo juga mau?" tanyanya meledak-ledak.

Seorang teman Clary menarik Rachel keluar, "Apaan sih! Gak usah tarik-tarik!" ucap Rachel berusaha melepaskan tangannya.

Di luar orang-orang sudah berkerumun, tidak ada seorang pun yang melerai. Teman Clary yang satu mengeluarkan gunting yang langsung diambil alih oleh Clary.

Perempuan itu tersenyum miring, dalam satu gerakan cepat, Rambut Rachel yang semula tergerai sepunggung kini berubah sebahu.

Rachel terkejut bukan main, orang-orang yang menonton sama terkejutnya. Mata Rachel sudah berkaca-kaca, bahkan pandangan di depannya menjadi buram karena air mata yang menggenang.

Dari satu sudut Rachel bisa melihat tubuh tegap seorang cowok yang kini mendekat, tepat saat air matanya lolos, ia melihat Sena yang kini menunjukkan ekspresi marah bukan main.

"Lo gak paham peraturan, ha?" bentaknya pada Clary. Siapapun di sekolah ini, tidak ada yang pernah melihat seorang Arsena Bramasta semarah ini. "Lo keterlaluan! Gue bisa minta lo di keluarin dari sekolah!"

Clary memutar bola matanya bosan, kemudian pergi tanpa mengkhawatirkan ucapan Sena sedikitpun.

"Bubar lo semua!" ucap Sena pada orang-orang yang masih berkerumun. Rachel menghapus air matanya dengan cepat, kemudian memasuki kelas dan mengambil tas, tanpa pikir panjang Rachel berniat pulang.

Sena masuk ke dalam kelas dan semuanya hening. "Di antara puluhan orang di sini, gak ada yang belain dia?" tanya Sena dengan emosi yang masih meluap, tidak ada satupun yang berani menjawab. "Sampah!" umpat Sena kelewat emosi.

"Hel..!" panggil Sena sedikit keras, gadis itu menoleh.

"Gue gak apa-apa, Sen," ucapnya cepat kemudian kembali berjalan setengah berlari.

Rachel melihat gerbang yang sudah di tutup. Ada Bu Berta di sana, guru BK yang sangat sulit diajak bernegosiasi. Melihat Bu Berta saja membuat keinginan Rachel untuk pulang menjadi urung kembali. Tapi, Rachel tidak mungkin kembali ke kelas. Jadi, Rachel memutuskan untuk pergi ke satu ruang, yang sering ia singgahi.


***

Lathan keluar dari ruang kepala sekolah dengan gusar. Pesan dari Bintang membuat Lathan tidak fokus dengan apa yang dibicarakan Pak Affandi. Pagi tadi Lathan disuruh menemui Pak Affandi untuk pengisian data beasiswa.

Cowok itu terus menghubungi nomor yang sedaritadi mengabaikan pesan maupun panggilannya. Lathan baru ingat, satu-satunya tempat di sekolah ini yang mungkin Rachel singgahi adalah ruang musik.

Dengan langkah cepat Lathan menuju ruang musik, ruang itu sedikit terbuka. Lathan membuka pintunya lebih lebar, tidak ada siapapun di sana. Tapi, tas Rachel berada di kursi depan piano. Berarti dugaannya benar, bahwa sebelumnya Rachel berada di sini.

Lathan jadi berpikir, di mana lagi tempat di SMA Araswara yang jarang dikunjungi orang. Lathan menyusuri koridor, dan kembali mundur saat melihat tangga putih melingkar.

Rooftop, batinnya kemudian langsung menaiki tangga tersebut.

Sampai di atas, hiliran angin menyambut Lathan, Cowok itu melihat seorang gadis yang tengah duduk dengan kaki yang menjuntai ke bawah. Wajahnya menengadah menatap langit teduh yang terhampar luas.

Pertama kali yang Lathan lakukan adalah, menyentuh rambutnya yang kini hanya sebahu dengan potongan berantakan.

Gadis itu terkejut, menatap Lathan dengan mata yang sembab. Lathan duduk di sampingnya, dengan kaki yang juga terjuntai ke bawah. Untung saja ada pegangan besi di depan mereka, jika tidak mungkin adegan jatuh akan banyak terjadi di sekolah ini.

Lathan tidak bertanya lebih, ia hanya merangkul Rachel, mengusap bahu gadis itu yang kini terisak lagi. "Nanti juga tumbuh lagi, lo gak jelek kok!" ujar Lathan jujur.

Rachel mengusap air matanya, berhenti bersandar pada Lathan. "Clary bangs—"

"Sttt..! Cewek gue ngomongnya gak kasar," ucap Lathan memotong ucapan Rachel dengan membekap mulut gadis itu.

Rachel melepaskan tangan Lathan. "Punya pacar banyak yang naksir tuh ribet ya!" kesal Rachel sementara Lathan terkekeh.

"Iya, apalagi pacarnya cantik, musisi, bar-bar kayak lo. Banyak yang naksir, ribet!" Lathan membalikkan ucapan gadis itu,

Lathan tahu banyak yang mengagumi Rachel, tidak terkecuali teman-temannya.

"Tapi yang naksir lo pada agresif!" ujar Rachel semakin kesal.

Lathan mengusap rambut gadis itu lagi, "Kayaknya, lo butuh salon."

Rachel mencebik kesal, sementara Lathan merogoh sakunya. "Nih," Lathan menyodorkan kunci mobil pada Rachel.

"Tidur aja di dalem, nanti gue bawain makan sekalian sama tas lo."

Gadis itu menerima kunci yang disodorkan Lathan, "Bisa sepengertian itu lo sama gue," gumam Rachel kemudian beranjak, koridor pasti sepi karena jam pelajaran telah berlangsung. Jadi, Rachel memutuskan untuk menuju parkiran.

Dengan mudah Rachel menemukan mobil putih milik Lathan. Ia masuk, di dalam Rachel menemukan hoodie abu-abu yang sering dikenakan Lathan.

Pikirannya otomatis menerawang jauh. Tentang kejadian waktu itu, ketika Lathan tertangkap basah bisa membuka loker Ralin dan menyimpan ponsel hitam di sana.

Berarti yang waktu itu nelepon gue pake nomor Ralin, Lathan dong? Ngapain?

Pikiran Rachel terinterupsi ketika sesorang mengetuk kaca mobil, Lathan. Rachel membuka pintu, mengambil tas yang diberikan Lathan juga makanan yang dibawa cowok itu.

"Makasih!" ujar Rachel tersenyum sementara Lathan hanya menaikkan kedua alis.

"Makan, jangan ngelamun terus. Mikirin apa, sih?" Lathan masih berdiri,  menyebabkan dirinya menunduk untuk melihat Rachel.

Gadis itu menggeleng pelan, ia justru mengeluarkan pulpen dari dalam tasnya.

"Sini," Rachel meraih tangan Lathan, menuliskan sesuatu di telapak tangan cowok itu. Lathan hanya memperhatikan apa yang dilakukan gadis di depannya.

Rachel menutupi sesuatu yang ia tulis. kemudian mengepalkan tangan Lathan. "Dibukanya nanti aja ya," Rachel terkekeh sekarang.

Lathan hanya menggeleng, "Kalau gitu, gue ke kelas sekarang." Rachel mengangguk kemudian kembali menutup pintu mobil ketika Lathan sudah berlalu.

Lathan berhenti di depan ruang kelasnya untuk melihat kondisi telapak tangannya, namun yang ia lihat hanya sebuah tulisan sederhana.

'Punya Rachel'

Sangat sederhana sampai-sampai ia tidak bisa menahan senyumnya.

Well, lo berhasil Ralin. Lo bener, kalau gue bakal jatuh cinta sama sahabat lo. Rest in Peace, Ralin Zaran. Gue bilang ini buat terakhir kali, Gue sayang lo, cukup sampai sekarang.

***
TBC...

Aku nanti mau buka grup chat lagi, gak tahu hari ini gak tau besok, karena update aku terbatas jadi bakal aku infoin di instagram aja ya; bellaanjni.

Jangan lupa baca cerita aku yang lainnya di akun wattpad aku: bellaanjni.

Kedepannya aku mau bahas-bahas tentang, vote ya mau tentang apa dulu.

1. Bullying

2. mental illness.

Bullying kayaknya kalian semua udah gak asing, tau lah tentang apa.

Kalau Mental illness  Di dalamnya aku bakal bahas tentang Stress, Depresi, Bipolar, Social Anxiety, dan lain-lain.

Mungkin sebagian dari kalian udah gak asing sama hal-hal di atas, jadi kita bisa sharing-sharing yaa.

Aku seneng ada di sini, selain bikin cerita, aku juga bisa berbagi pendapat dan ketemu sama orang-orang luar biasa kaya kalian.

Dan aku lebih suka pada pembangunan mental, karena berpengaruh pada perkembangan moral, aku punya cita-cita biar generasi penerus enggak kaleng-kaleng, karena makin sini, anak Indo banyak yang aneh-aneh, aku muak liatnya.

Salam, bellaanjni

Author jahat yang harus bersyukur, kalian juga jangan lupa bersyukur.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro