Not in Wonderland | 20
Kemaren aku bilang gratis itu ngingetin, Yang bawel dan aktif di setiap chapter berkesempatan dapet novel series BWM3 gratis,-
C h a p t e r 20
Aku mengulang kosa kata yang tidak pernah tertata. Pada pijak yang sama aku menunggu sebuah cerita. Tentang rasa bahagia yang aku namai 'kita'.
*
Rachel mengerjapkan matanya beberapa kali untuk memperjelas penglihatan. Ia sudah berada di atas kasur entah bagaimana caranya. Seingat Rachel, terakhir kali ia berada di mobil bersama Lathan.
Di atas nakas terdapat tas kertas kecil yang Rachel yakini berisi makanan. Sebuah catatan berwarna putih juga terletak di sampingnya. Rachel melihat catatan tersebut, kemudian sudut bibirnya membentuk senyuman.
"Dimakan, bawa lo naik tangga tuh butuh perjuangan. Gak usah senyam-senyum."
Rachel melihat tas miliknya kemudian ia membuka tas tersebut untuk mengambil ponsel. Kepalanya berdengung saat ia berdiri, Rachel mencari ponsel hitam satu lagi, milik Ralin yang ia ingat terakhir kali ia simpan dalam laci lemari.
Setelah menemukan, Rachel kembali duduk di atas kasur. Ia melihat seragam sekolah yang masih dikenakan, merogoh sakunya untuk mengambil sebuah kertas yang sempat ia temukan. Di sudut ruang musik, ada keyboard tak berpenyangga. Rachel melihatnya, kemudian ia menemukan catatan tangan Ralin disana.
Outro: do l mi fa sol la l sol la si do l re mi l re mi sol fa l do
Rachel melipat kertas itu, yang sedikit menggangu benaknya adalah, harusnya kertas itu berada di bawah kertas intro yang berada di piano. Tapi seperti disobek dengan paksa, kertas itu terpisah.
Sebuah panggilan yang berasal dari ponselnya berhasil membuat Rachel sedikit terkejut. Ia melihat panggilan yang masuk, berasal dari May. Rachel menekan ikon hijau kemudian merapatkan ponsel tersebut ke telinganya.
"Rachel kecewa sama Mama," sambut Rachel pelan.
"Kamu kenapa Sayang? Mama Cuma mau mastiin kalau kamu udah makan,"
"Tapi Mama bohongin Rachel! Rachel tahu Mama gak pergi ke Bogor! Mama malah lagi sama dia," ucap Rachel sedikit marah.
"Helly ngomong apa, sih?"
"Tadi Rachel liat Mama di Kafe, Mama gak usah bohong lagi!"
Rachel bisa mendengar helaan napas wanita di sebrang sana, May terdiam.
"Mama sebentar lagi pulang,"
Sambungan diputus oleh Rachel. May tidak bisa mengelak. Seberapa kuat pun alasan yang akan May jelaskan, Rachel tidak akan menerima itu.
Rachel membuka makanan yang diberikan Lathan. Sebenarnya ia tidak minat memakan apapun, tapi Rachel tahu setidaknya ia harus mengisi perut jika tidak mau sakit lebih lama lagi.
Benar saja, ketika selesai makan Rachel mendengar pagar rumahnya dibuka. Dari jendela kamar Rachel bisa melihat May. Wanita itu mengeluarkan kunci rumah yang ia pegang kemudian masuk.
Rachel mengunci pintu kamarnya lantas menyelimuti diri. Rachel tahu mamanya kini mengetuk pintu, sampai beberapa saat ketukan itu tidak terdengar lagi. Mungkin May lelah dan memutuskan untuk beristirahat, Rachel tidak peduli, ia masih kesal.
Paginya, Rachel bangun tepat waktu. Setelah mandi dan mengenakan seragam dengan rapi, Rachel menuruni anak tangga. Ia bisa mencium aroma masakan May yang menggoda untuk dicicipi.
"Kamu udah siap?" tanya May meletakan sepiring roti bakar, tentunya berisi keju kesukaan Rachel.
Rachel tidak menanggapi, ia memakai sepatu kemudian pergi. May menatap Rachel dengan sendu, ia tahu putrinya itu pasti marah besar atau mungkin sudah sampai pada tahap kecewa. Tapi, May juga selalu memiliki alasan atas apa yang ia perbuat, setidaknya May harus menjelaskan, sebelum semuanya terlambat.
***
Pelajaran olahraga membuat kondisi Rachel membaik. Rachel jadi banyak bergerak, itu membuatnya tidak terlalu merasa lemas.
Pak Dugo kali ini mengangkat jempolnya pada Rachel, yang berhasil tiga kali memasukan bola basket ke dalam ring.
Setelah peluit panjang dibunyikan, bertepatan dengan bel istirahat berbunyi, Rachel langsung mengajak April menuju kantin.
"Lo kemarin kemana aja?" tanya April penasaran, pasalnya Rachel tidak kembali lagi ke kelas.
Rachel tidak menjawab, ia justru menarik April pada penjual siomay. Dari tempat itu Rachel bisa melihat Lathan bersama teman-temannya termasuk Clary. Setelah pesanannya selesai, Rachel lebih memilih meja yang berjauhan.
Rachel memperhatikan Bintang yang masih saja menggombal receh pada siswi seisi kantin. Kali ini Bintang membawa ukulele berwarna pink entah milik siapa.
Sampailah Bintang pada mejanya.
"Gue kok liat lo kayak ada segelnya gitu ya?" tanya Bintang nyaring, cowok itu tidak pernah berbicara pelan.
Rachel hanya menaikkan sebelah alisnya, "Kayak ada cap 'PUNYA BOSS LATHAN' gitu!"
Clary yang mendengar nama lathan disebut sontak menoleh kemudian memelototi Bintang. Cowok itu terkekeh kemudian kembali duduk bersama teman-temannya.
"Nan, kayaknya taruhan kita gagal deh! Gue liat dua-duanya yang naksir," ujar Bintang pada Keenan.
Keenan mengangguk setuju, "Beli tiket masing-masing deh," balas Keenan kemdian meneguk minuman ringannya.
Lathan mengeluarkan dompet, kemudian mengeluarkan tiket yang tempo hari ia beli bersama Rachel. "Lo berdua dapet!" Lathan menyerahkan dua tiket tersebut pada keduanya.
"Gila...! Kesurupan apa lo sampe baik banget beliin kita beginian?" Bintang menyambut tiket tersebut kemudian memasukan pada sakunya.
"Tapi lo juga ikut kan?" tanya Keenan,
Lathan mengangguk, "Gue beli tiket hari ini."
"Pergi sama Rachel?" Bintang bertanya tertarik.
"Ya kalo dia mau," jawab Lathan santai.
***
Pukul setengah tiga sore, Rachel baru selesai membersihkan badan. Lathan mengajaknya menonton konser yang diadakan salah satu SMA, acaranya cukup besar. Banyak mengundang bintang papan atas. Banyak teman-teman Rachel lain yang ikut, maka Rachel tidak sungkan untuk menerima tawaran Lathan.
Selesai memoles diri, Rachel turun untuk menunggu di ruang tamu. Ia mengenakan kaus over size berwarna hitam yang dipadukan dengan jeans putih. Baru saja Rachel mencari keberadaan May, ibunya itu masuk dari pintu depan.
"Wahh, udah cantik! Kemana nih?" tanya May duduk di samping Rachel.
"Kamu masih marah sama Mama?"
Rachel menatap May yang tampak pucat, mungkin karena banyak pikiran. "Rachel gak mau benci siapapun, Rachel gak mau marah lagi. Jadi mending Mama pilih aja, mau sama Rachel atau sama orang berengsek itu?" tanya Rachel serius.
May menunduk, ia diam sebentar. Suara motor yang berhenti tepat di depan rumahnya membuat Rachel beranjak, "Rachel gak apa-apa kalau Mama lebih milih dia," ujar Rachel tersenyum, sakit.
"Mama pasti lebih pilih kamu, Sayang," May berkaca-kaca.
Rachel melihat Lathan yang semakin dekat, cowok itu tersenyum.
"Kalau gitu, berhenti berhubungan sama dia!" ujar Rachel pelan kemudian May mengangguk.
"Mama janji,"
"Rachel harap Mama bisa tepati janji," ucap Rachel kemudian menoleh saat Lathan sudah berada di sampingnya, menyalami tangan May.
"Siapa nih?" May tersenyum ramah.
"Saya mau ajak Rachel ke konser Tante, boleh?" ucap Lathan meminta izin.
"Kalau kamu bisa pastikan dia pulang tanpa ada yang kurang, Tante izinin," balas May serius.
"Jam sepuluh di rumah, kondisi aman." Lathan berucap yakin.
May sedikit berpikir, "Jam delapan,"
"Setengah sepuluh," tawar Lathan.
"Sembilan atau enggak sama sekali?" May terkekeh melihat Lathan yang pasrah.
"Deal!" ucap Lathan kemudian tertawa.
May memperhatikan mereka. Setelah hilang dari pandangan barulah May mengunci pintu. Wanita itu mengeluarkan ponselnya kemudian menghubungi nomor seseorang.
"Halo Mario, Saya lebih memilih untuk menghentikan pengobatan dan membatalkan oprasi besok. Terimakasih banyak sudah mau membantu untuk membiayai pengobatan saya, dan saya tidak bisa menyangkal. Anak kamu tampan, juga sopan."
***
TBC
Aku mau jawa Q&A di instagram tentang Not in Wonderland, tapi sebagian dulu soalnya kebanyakan kalo sekaligus.
Q: Apa sindron Alice in Wonderland itu beneran ada?
A: Yup, beneran ada. Tapi beda sama yang di cerita aku ini. Sindrom Alice in Wonderland itu menyerang pada penglihatan, kaya misal kamu ngeliat kucing kamu yang ukurannya jadi sekecil tikus. Atau ngeliat benda-benda ukurannya jadi lebih besar dari ukuran aslinya.
Sindrom ini sebenernya nyerang ke otak yang akhirnya berakibat pada penglihatan. Gitu gais singkatnya, sisanya bisa cari di gugel.
Q: Kenapa Belle kepikiran bikin Sindrom kaya gini?
A: Aku suka bikin cerita dimana tokohnya itu berbeda. Bisa liat di cerita aku yang judulnya if i, disana Jizca itu orang yang gak bisa nginget nama orang dalam beberapa kali pertemuan. Atau di Promise Where, Cakra bisa baca pikiran orang. Atau di OPERA, disana tokoh aku yang namanya Braga bisa tau kandungan senyawa kimia hanya dengan indra penciuman.
Jadi di Not in wonderland ini, kebetulan aku lagi riset-riset, terus nemu artikel yang ada sindrom Alice in Wonderland, eh aku ubah-ubah deh terus dimasukin ke cerita.
Mungkin lain kali, aku bisa bikin tokoh yang bisa ngilang atau lari secepat kilat. 😂
Udah ya segitu dulu Q&A nya,
Ada yang mau ditanyain lagi, silahkan?
Jangan lupa follow instagram aku; bellaanjni. Semua info aku share disana.
Maaf ya grupnya tutup, mungkin yang udah ngikutin ig aku udah pada tau ya.
MAKASIH BANYAK BUAT SUPPORT KALIAN SEMUA DI CERITA INI!
I potato you all!
Salam, Bellaanjni
Author jahat yang suka ngehayal melebihi tingkat dewa.
Lebay.
Dadah..! Aku mau bobo kiyut dulu.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro