Not in Wonderland | 18

Should i?
Ohiya aku lupa kasih tau terus, buat kalian yang bawel dan aktif di setiap chapter, berkesempatan dapet novel BWM 3 GRATISSS..! Mana dong jiwa misqueennya keluarin buat dapet gratisan.
Chapter 18
Pada akhirnya, kita hanya akan menjadi potongan kisah tak berarti. Karena amnesia disengaja yang berhasil membuat jeda pada diri. Membuat benci, patah hati, hingga akhirnya masing-masing dari kita memutuskan pergi.
🎼
"Hati-hati sama hati, patah berkali-kali remuk nantinya. Jangan berekspektasi terlalu tinggi!" Rachel terus mengulangi ucapan yang dilontarkan Lathan tempo hari, dengan nada yang sama.
"Halahh! Bacot!" gerutunya kesal. "Naksir gue baru tau rasa lo!"
"Lo kenapa, sih? Cemberut aja terus!" Bidi berucap karena ia sedikit terganggu.
Rachel hanya menatap ketiga temannya itu dengan tatapan kesal sementara mereka bingung. Mereka berada di kantin sekarang, kondisi kantin yang cukup ramai ternyata tidak bisa menutupi kekesalan Rachel.
Pandangan Rachel sedikit teralihkan ketika tiga orang yang masih mengenakan seragam olahraga muncul, keringat tampak jelas di dahi mereka.
"Satu dua kotak kayu!" teriak Bintang mendekat pada meja mereka, seisi kantin kompak menoleh.
"Cakep..!" timpal Bidi terkekeh.
"I like me better when I'm with you..." ucap Bintang dengan lagam lagu yang sesuai sambil mencolek dagu Rachel, membuat tawa seisi kantin pecah.
"Apa, sih?" Rachel menatap tidak bersahabat.
Rachel tidak bergeming, ia sama sekali tidak tertawa. Gadis itu lebih memilih beranjak dari kursinya, "Gue duluan!" ucap Rachel datar.
Bidi, Sena dan April hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Rachel yang hari ini terlihat moody.
"Kenapa tuh bocah?" tanya Bintang pada ketiganya, namun tidak ada yang menjawab.
"Lu gombalin, jadi murka dia! Maunya digombalin sama Boss Lathan!" goda Keenan sengaja berucap nyaring. Rachel yang belum jauh sempat menoleh, kemudian memutar bola matanya malas.
Gadis itu berjalan menunduk, sampai ia melihat sepasang sepatu olahraga pada ubin yang seharusnya ia injak. Rachel bergeser ke kiri, kemudian orang itu mengikuti.
Rachel mendongak, menemukan sepasang mata hitam yang menatapnya seperti... Rachel tidak tahu seperti apa, karena tatapan Lathan sulit diartikan.
"Lo sakit?" tanya Lathan memerhatikan Rachel dari atas sampai bawah, Rachel tampak sedikit pucat.
Rachel memang belum makan apapun hari ini, wajar jika sedikit pucat. Mungkin itu yang membuat Lathan mengira dirinya sakit.
Gadis itu hanya mencebikkan bibirnya lantas pergi, sementara Lathan mengerutkan kening, bingung. Rachel memutuskan langkah untuk pergi ke ruang musik. Ia duduk di depan piano yang beberapa hari lalu ia gunakan untuk tampil di depan umum. Rachel mengusap tulisan tangan Ralin tentang intronya, kemudian mencoba.
Tiba-tiba, suara pintu yang ditutup dengan keras terdengar. Rachel terlonjak kaget, refleks dirinya berlari menuju pintu. Kenop pintu sudah ia putar namun pintu tersebut tidak mau terbuka. Ada orang yang sengaja menutup dan kemungkinan menguncinya dari luar, pikir Rachel.
Rachel melihat ke sekeliling, ia menarik kursi kemudian menaikinya. Gadis itu melihat kondisi luar melalui kaca di atas pintu meskipun sedikit sulit.
Rachel melihat seorang perempuan dengan punggung yang semakin mengecil karena jarak, gadis itu tidak mungkin berteriak meminta tolong karena ruang ini kedap udara. Ponsel Rachel berada di kelas, ia tidak bisa menghubungi siapapun.
Yang jadi pertanyaan Rachel sekarang adalah, siapa orang iseng yang menjahilinya sekarang? Ini benar-benar tidak lucu.
Rachel masih memikirkan bagaimana caranya ia keluar, namun ia tidak menemukan jalan. Perut Rachel berbunyi, meminta jatah makan. Selalu saja seperti itu, ketika mendapat kesialan dan kemudian kesialan itu bertambah.
Rachel tidak tahu harus berbuat apa, ia juga sedikit takut. Bukan takut pada sesuatu yang tidak nyata. Tapi Rachel kira, tidak mungkin ini hanya perbuatan orang iseng saja. Dengan demikian, berarti setidaknya semenjak tadi ia berada di kantin, ada orang yang memerhatikan kemudian diam-diam mengikuti. Tapi siapa?
***
Lathan sedang berada di ruang jurnalis sekarang. Padahal, bel pulang sudah berbunyi sekitar dua jam yang lalu. Ia memeriksa berbagai dokumen untuk pergantian masa jabatan.
"Kak, kelas 11 IPA 1 kosong, tapi kayaknya ada yang belum pulang soalnya masih ada satu tas yang nyisa," ucap Yola, anggota jurnalistik yang akan menggantikan Lathan dari posisi ketua.
Kelas 11 IPA 1 dipilih menjadi tempat rapat kali ini karena letak kelasnya yang strategis. Ruang jurnalistik tidak akan cukup jika harus menampung semua anggota.
Lathan mengangguk pelan, "Kelas sebelahnya aja," ucap cowok itu yang direspon anggukan oleh Yola.
Setelah memastikan semua data yang akan dibahas kali ini siap, Lathan keluar menuju ruang yang telah disepakati. Lathan tahu, 11 IPA 1 sedikit memiliki kisah untuknya. Cowok itu berjalan pelan saat melewati kelas tersebut, kemudian tersadar satu hal.
Ia berhenti melangkahkan kaki, dari jendela ia bisa melihat tas siapa yang Yola maksud. Lathan membuka pintu kelas, tas berwarna moka yang familiar. Tapi ruang kelas itu kosong, jadi dimana pemiliknya?
Lathan kembali keluar, menuju kelas yang sudah ditempati anggota jurnalistik. Ia menyimpan laptop yang ia bawa, kemudian menyuruh Yola untuk membuka rapat terlebih dahulu. Cowok itu mengeluarkan ponsel, menghubungi si pemilik tas. Namun, ia mendengar suara ponsel berasal dari tas yang sama.
Rachel masih di sekolah?
Entah mengapa perasaan Lathan tidak enak. Lathan menuruni tangga, tujuannya sekarang adalah ruang musik. Dimana lagi keberadaan gadis itu jika tidak berada di ruang musik? Jantungnya sedikit dipompa lebih cepat, ia sedikit takut. Takut jika kejadian yang sama terulang kembali.
Lathan sampai di depan ruang musik. Sebuah kayu yang lathan kira bekas sapu terlihat menjadi pengganti besi yang dulu pernah dipasang di pintu sebagai kunci, ada yang sedikit janggal menurut Lathan.
Lathan menarik kayu tersebut hingga lepas, kemudian pintu ruang musik terbuka dengan mudah.
Sebuah piano terlihat, Lathan masuk mendekat. Benar saja, Rachel berada di sana. Duduk di atas kursi dan mungkin saja sedang tertidur, karena ia menelungkupkan kepalanya di atas piano.
Lathan menyingkirkan beberapa helaian rambut yang menutupi wajah gadis itu. Jadi, Rachel sengaja dikunci dari luar? Sejak kapan?
Rachel sedikit tersentak ketika ada yang menyentuh bahunya. Ia mengerjapkan mata beberapa kali, kemudian mencoba mengembalikan kesadaran sepenuhnya.
"Lo sejak kapan ada di sini?" tanya Lathan meneliti gadis di depannya.
Rachel memegang tangannya yang terasa kaku, ia merasa tidak enak badan.
"Istirahat pertama," jawab Rachel pelan.
Gadis itu mencoba berdiri, namun ia lemas. Tangan Rachel menyentuh bahu Lathan,
"Gue pusing," ucap Rachel menunduk.
Lathan menahan punggung gadis itu agar tetap berdiri.
"Lo mau pulang?" tanya Lathan dihadiahi anggukan oleh Rachel.
Lathan mengeluarkan ponsel, kemudian menghubungi Yola, memberi tahu bahwa hari ini dirinya tidak bisa ikut rapat. Jadi semua persoalan Lathan berikan pada Yola.
"Jalannya pelan-pelan aja," ucap Lathan yang kini memapah Rachel.
"Gue bukan cewek lemah," tandas gadis itu dengan sisa tenaga penghabisan.
"Masa?" Lathan melepaskan rangkulannya, hampir saja Rachel ambruk jika Lathan tidak kembali menahannya.
"Lathan...!" kesal Rachel, jika ia tidak pusing sekarang, mungkin cowok di sampingnya ini sudah habis Rachel pukuli.
Lathan terkekeh, "Punggung gue kosong kok, Hel!"
Rachel sedikit terdiam untuk mencerna kata-kata yang dilontarkan Lathan barusan.
"Gue gak mau berekspektasi terlalu tinggi," sarkas Rachel.
Lathan menatapnya beberapa saat, "Gak usah berekspektasi terlalu tinggi, kalau kenyataan lo lebih membahagiakan daripada sebuah angan yang sulit dicapai. Di situ kadang kadar kebersyukuran manusia diukur." Lathan berucap terlalu santai sepertinya.
Berbeda dengan Rachel yang kini menimang-nimang kemudian tersenyum samar, Tapi, apa lo bisa datang dengan sendirinya, tanpa gue berharap? Kayaknya, gue berharap sekalipun, itu sulit dicapai.
💕
TBC..
Hari ini aku pengen bahas tentang sedikit kegagalan.
Mungkin bisa jadi, itu makanan sehari-hari.
Yup, sesuatu yang 'sedikit' bikin sakit.
Kemarin aku juga gagal lagi, gagal tembus SNMPTN, cuma lolos pemeringkatan aja.
Waktu temen-temen lain bikin orang tua mereka senyum dengan pencapaian akademiknya, i'm not.
Little did they know, it kills me inside.
Terus ada yang tanya, apa aku mau ikut sbm?
The answer is no, mungkin gak tahun ini. Aku pengen tahun depan.
Kenapa? Aku punya banyak jawaban, kalau ada yang pengen tau nanti aku bahas, tapi kayaknya enggak wkwk.
Bukannya males belajar, padahal emang iya. Tapi aku emang ngerasa belum siap aja buat tahun ini.
Dari sisi otak atau materi. Aku udah gak mau 'minta' lagi sama orang tua masalah biaya sekolah. Mungkin itu salah-satu alesan kenapa aku lebih milih tahun depan.
Gagal itu sakit, tapi bukan berarti aku berhenti.
Buat kalian yang juga ngalamin gagal, dalam hal apapun, bersyukur.
Artinya, mimpi kamu bertambah.
Dan keinginan kamu untuk mewujudkannya semakin besar.
Don't let your dream just be your dream. Got it!
Setiap orang punya jalannya masing-masing buat sukses. Dan ukuran sukses menurut aku adalah; Seberapa bermanfaat diri aku buat orang lain.
Aku dapet kerjaan bagus, belum tentu aku sukses, kalau aku gak bisa bermanfaat bagi orang lain.
Sebenernya, banyak yang pengen aku bahas, tentang ini-itu, bicarain banyak hal. Tapi apa daya ini cuma selingan author note.
Mungkin lain kali, kita bisa ngobrol banyak hal.
Tapi sebelumnya, aku pengen tau, apa arti sukses buat kalian?
Salam, Bellaanjni
Author jahat yang lagi nyari partner buat belajar bahasa inggris biar fasih.
Adakah di antara kalian?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro