Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Not in Wonderland | 17

A/n: Part kemarin commentnya sedikit banget, jadi pengen bikin sad ending. HEHEHE

Aku butuh 1 orang buat rp Ralin di grup wa, yang punya apk wa 2 bisa dm aku di instagram (Bisa download aplikasi dualspace buat ngegandain wa). Siapa tercepat ya.

C h a p t e r   17

Ada sebuah rasa ingin memiliki yang sengaja kusimpan dalam. Pada sebuah kotak yang aku namai kamu. Tidak pernah tersentuh sampai berdebu, menutupnya dari dunia agar tidak ada yang tahu.
🎼

"Papa mau kemana lagi?" Feyca menengadah, memegang ujung jas yang dikenakan pria yang kini menatapnya. Pria itu tersenyum tidak menjawab, justru mengusap kepala Feyca pelan.

Lathan menarik tangan Feyca menjauh. "Fey pengen sama Papa, Bang!" teriak anak itu cukup histeris ketika Lathan justru membawanya menaiki tangga, semakin menjauh.

Feyca menangis sekarang. "Kenapa Fey gak boleh sama Papa?" tanyanya dengan linangan air mata.

Lathan mengunci pintu kamarnya, menghapus air mata yang jatuh di pipi adiknya itu. "Fey masih punya Abang!" ucap Lathan kemudian memeluk tubuh kecil yang kini terisak.

Sekitar lima belas menit Feyca berada di pangkuan Lathan, lama kelamaan anak perempuan itu tertidur pulas. Lathan membaringkan Feyca pada kasur miliknya, kemudian keluar kamar. Ia menuju ruang tamu dan masih menemukan pria itu sedang duduk di atas sebuah sofa beludru berwarna abu.

"Sudah saya bilang, jangan pernah Anda menginjakkan kaki di sini lagi!" emosi Lathan meluap, sebelumnya ia tidak pernah semarah sekarang.

Pria itu berdehem lantas berdiri, "Apa Papa salah jika ingin mengetahui kondisi anak sendiri?" tanyanya mendekat pada Lathan.

Lathan menatapnya dengan tatapan tidak suka, sulut emosi jelas terpancar dari matanya. "Salah! Jelas salah! Karena Anda tidak becus menjadi seorang Ayah!" ucap Lathan tajam, ia tidak peduli jika akan dicap menjadi anak durhaka, karena ia tidak pernah mendapat didikan yang benar dari seorang Ayah yang menurutnya juga durhaka.

"Papa, minta maaf." Pria paruh baya itu mendekat, memeluk Lathan yang tidak bergeming. Cowok itu mengepal tangan, Rahangnya mengeras. Ia benci pelukan ini, jadi Lathan mengurainya.

"Papa minta maaf, Papa salah." Pria paruh baya itu tampak menangis yang justru membuat hati Lathan semakin teriris, luka lama yang mati-matian ia tutupi kini menyeruak, membuat sakit semakin menjadi.

Lathan tidak menanggapi, ia keluar, menyalakan mesin motor kemudian menjalankannya seperti orang kesetanan. Saat ini, tujuannya hanya satu; bertemu perempuan itu.

Ia menghentikan motornya di depan sebuah gedung berwarna merah. Tidak sulit mencari orang yang ia tuju, perempuan yang mengenakan dress merah itu memejamkan mata setiap menekan tuts piano. Lathan berdiri di depannya, menatap Ralin kemudian sebuah senyum tergambar.

Ralin membuka mata, menyadari kehadiran seseorang yang tak lain adalah Lathan. "Hai," sapa gadis itu membuat Lathan duduk di sampingnya.

Lathan mendekat kemudian membawa Ralin ke dalam pelukan. Gadis itu mengadah, "Kenapa?" tanyanya bingung.
Cowok itu tidak menjawab namun Ralin paham, "Papa kamu lagi? Kamu udah baikan?" tanyanya membuat Lathan menatapnya beberapa saat lalu mengurai pelukan.

"Dia minta maaf," ucap Lathan akhirnya, namun Ralin tersenyum.

"Syukur deh, kamu maafin dia, ya? Biar kalian bisa kumpul bareng lagi."

"Aku harus maafin orang yang bikin hidup aku hancur, Lin? Aku kecewa sama dia. Waktu Mama pergi, dia gak ada! Kemana? Main sama perempuan lain! Harus aku maafin orang kaya gitu?" Lathan berucap pelan namun penuh penekanan.

"Lathan.. Setiap orang itu pernah berbuat kesalahan, kalau Papa kamu udah minta maaf berarti dia nyesel. Bukannya maaf seorang pria itu berarti penyesalan? Kamu sendiri yang bilang ke aku kan?" Ralin mengusap bahu Lathan pelan.

"Lathanael Kaisar yang aku kenal itu orang yang kuat, kamu pasti bisa jalanin semuanya. Singkirin ego kamu, kasian Feyca masih butuh orang tua." Ralin berujar tulus, namun Lathan diam, tampak mencerna kata-katanya.

"Than..?"

"Lathan..?"

Lathan sedikit tersentak, ia melihat seorang perempuan di depannya kemudian mengerutkan kening. "Ngapain lo?" tanya Lathan kemudian menatap tanah di depannya yang sudah ia beri bunga.

"Lo yang ngapain? Ngelamun di kuburan! Udah gak sabar pengen ikutan sama mereka ya?" tanya Rachel mengedarkan pandangannya ke makam-makam lain.

Cowok itu mendengus, "Gak, lo aja duluan!" Lathan beranjak, mungkin ia terlalu lama berada di makam Ralin. Lathan sedikit bingung, kenapa waktunya dengan Rachel selalu bersinggungan?

Lathan memperhatikan Rachel yang juga menyimpan bunga di samping bunga yang ia simpan. Kemudian melihat gadis itu memanjatkan doa seraya menutup mata. Tidak sampai satu menit, tapi Rachel sudah selesai.

Melihat Lathan yang masih ada di tempatnya, Rachel mendekat. "Nebeng, ya?" ucap Rachel menaik turunkan alisnya.

Lathan menatapnya beberapa saat, "Gue gak bakal langsung pulang."

Rachel mengangguk, "Gue ikut!" ucapnya antusias.

"Gue pake motor," ucap Lathan lagi.

"Terus kenapa?" tanya Rachel bingung.

Lathan melihat baju yang Rachel kenakan, "Rok lo ketinggian!" ujarnya kemudian berbalik.

Rachel melihat rok berwaarna coklat yang ia kenakan, dua jari di atas lututnya lantas ikut berjalan menyusul Lathan.

"Lo kan pake ini.." tunjuk Rachel pada parka berwarna hijau army yang dikenakan Lathan. "Gue pake itu, ya?" pinta Rachel membuat Lathan menatapnya tajam.

Lathan mendekati motornya kemudian melepas parka yang ia kenakan. Memberikannya pada Rachel yang langsung digunakan gadis itu untuk menutup kakinya yang terbuka.

"Kita mau ke mana?" tanya Rachel ketika mereka melewati jalanan cukup besar.
Lathan tidak menjawab dan Rachel tidak peduli itu. Kemana saja asal bersama Lathan, itu yang menurut Rachel lebih menarik.

Cowok itu menghentikan motornya di depan sebuah lapangan terbuka yang sangat ramai dikunjungi orang. Lathan turun kemudian Rachel mengikutinya.

"Bazzar?" tanya Rachel namun Lathan mengedik.

Lathan menuju salah satu tenda berwarna ungu putih, di sana ada seorang laki-laki dan juga perempuan sebaya. "Tiketnya dua," ucap Lathan membuat perempuan yang memakai baju putih ungu senada dengan tendanya berbinar.

"Siap! Ini kak," ucapnya memberikan dua  tiket dengan cepat. "Pacarnya ya?" tanya perempuan itu sambil menunggu uang dari teman cowoknya yang mengatur kembalian.
Lathan melirik Rachel kemudian menggeleng, sementara Rachel mengangguk antusias.

"Pacar saya pemalu, Mbak," ucap Rachel terkekeh kemudian melihat perempuan tadi tersenyum dan memberikan uang kembalian pada Lathan.

"Makasih Kak!" ucap perempuan itu yang dibalas Rachel dengan senyuman.

"Ngebet banget jadi pacar gue," ucap Lathan santai.

Ekspresi Rachel berubah masam, "Bercanda doang!" 

Rachel melihat sekeliling, banyak penjual makanan di sini dan itu membuat Rachel senang. "Beli itu yuk!" ujar Rachel menggandeng tangan Lathan, menyeretnya menuju penjual sate yang dibubuhi bumbu menggiurkan.

"Pelan-pelan!" Lathan mengganti gandengan tangannya dengan menautkan jari miliknya dengan tangan Rachel. Bisa Lathan rasakan bahwa Rachel sedikit mematung sekarang.

"Hati-hati sama hati, patah berkali-kali remuk nantinya. Jangan berekspektasi terlalu tinggi," bisik Lathan tepat di telinga gadis itu.

Huaaaaaaaa..!!

UN Indonya susah huaaaaa...!

Gw baca kok jawabannya bener semua gitu ya, mana tadi ketemu temen bilangnya, 'Masa penulis nilai indonya kecil, harus gede.'

Huaaa😭😭

Hehe, open member grup kamis yaa..!

Jangan lupa nanti ikutan PO Never Be us yaa, hehehehe. Masih agak lama kok, kalian bisa nabung dulu.

Btw, makasih udah tembus 100K reads...!

I potato you all so much,

Salam, Bellaanjni

Author jahat yang ... Isi sendiri deh.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro