Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Not in Wonderland | 13


🔴C h a p t e r   13🔴


Hadirku bukan untuk bermain dengan hati, terlebih mencintai.  Jadi, silahkan ambil pilihan, mau bertahan pada duri atau berhenti terobsesi?
🎼

Di rumah, Rachel kembali membuka ponsel hitam yang malam sebelumnya belum sempat ia jelajahi semua. Rachel belum berani melihat isi pesan dari orang yang dinamai Ralin 'Akhir' itu. Rasanya terlalu ambigu. Orang itu memang bernama Akhir atau orang itu yang menyebabkan hidup Ralin berakhir.

Rachel menatap layar ponsel yang sudah ia charge semalaman. Perlahan, jarinya menelusuri lebih jauh pesan yang terdapat pada ponsel tersebut. Setelah mengumpulkan tekad, barulah Rachel membuka ruang chatnya.

Sepertinya Ralin cukup dekat dengan orang yang dinamai Akhir itu. Karena dilihat dari responnya, Ralin merespon sangat baik.

Kebanyakan, pesan mereka hanya berupa pesan suara. Dan yang terakhir Ralin kirim adalah sebuah pesan suara berisi bunyi piano dengan nada dasar yang cukup familiar. Rachel terus menggeser layar ponsel itu hingga pesan teratas terlihat. Kemudian Rachel menekan tombol 'play' pada pesan suara yang dikirim orang tersebut.

Rachel mengerutkan kening, ketika telinganya mendengar bunyi menyayat dari nada-nada minor yang dimainkan, disusul bunyi teriakan-teriakan yang menyakitkan gendang telinga. Cepat-cepat Rachel mematikan suara tersebut, napasnya seakan terengah.

Rachel tidak tahu apa maksud pengirim pesan itu mengiriminya demikian.
Dan kini, yang membuat jantung Rachel seakan berhenti adalah ketika layar  ponsel Ralin menunjukan sebuah panggilan masuk dari kontak yang bernama Akhir.

Sedikit ragu, Rachel menekan ikon hijau kemudian merapatkan benda tipis tersebut ke telinganya.

Di seberang sana terdengar suara biola dengan nada-nada minor yang menyayat. Rachel sedikit menjauhkan ponsel itu kemudian memejamkan mata, kembali mendengarkan dan coba mencari tahu apa artinya.

Sudah hampir satu menit biola itu berbunyi. Luka, sakit hati, kesepian, jelas tergambar dari permainan biolanya.

"Halo?" ucap Rachel pelan yang kemudian membuat permainan biola tersebut berhenti. Tergantikan oleh kekehan tawa yang semakin lama semakin mengeras.

Rachel mematikan sambungan telepon tersebut. Jantungnya seakan dipompa lebih cepat. Apa maksud si penelepon tadi?

Lima menit kemudian, Rachel sedikit tersentak dari lamunannya ketika May mengetuk pintu kemudian berucap, "Helly, ada temenmu di bawah!"

Temen? Siapa?

Gadis itu keluar kamar, menuruni pijakan anak tangga sedikit cepat, kemudian melihat mamanya sedang membawa gelas berisi air di atas nampan.

Cowok berkaus abu polos itu tersenyum ketika melihat Rachel turun.

"Sena?" tanya Rachel sedikt bingung, untuk apa Sena datang ke rumahnya?

"Hai!" sapa Sena tidak berhenti memberinya senyum.

May menyimpan gelas di atas meja, "Diminum, diminum."

Sena mengangguk pelan, "Boleh Sena bawa anak tante main?" tanya Sena tanpa basa-basi. Sementara Rachel membulatkan matanya, May terkekeh.

"Asal balikin lagi dengan kondisi utuh." May terdengar bergurau.

Sena melirik ke arah Rachel dengan ekspresi bingung khas gadis itu. "Ayo kalo gitu," ucap Sena menaikkan kedua alisnya.

Rachel sedikit salah tingkah, kemudian mengembalikan kesadaran sepenuhnya.

"Nanti, gue ganti baju dulu." Gadis itu beranjak, kembali menaiki pijakan anak tangga.

Entah kenapa saat sampai di kamar, Rachel sedikit mematung. Orang-orang terasa aneh hari ini. Tadi pagi juga Lathan terlihat aneh. Rachel menggeleng cepat, Lathan memang setiap hari aneh.


"Abang! Abang, liat!" Feyca menarik-narik ujung kaus yang dikenakan Lathan.

"Apa?" ucap Lathan masih sibuk dengan layar ponselnya.

"Ih, Abang! Itu liat! Itu kakak yang waktu itu kan, Bang?"

Lathan langsung menoleh ke arah tempat yang ditunjuk oleh jari kecil Feyca. Di sana, ia melihat Rachel sedang berbincang dengan seorang cowok, tangannya mengaduk mangkuk es krim tidak minat.

"Kamu mau eskrim?" tanya Lathan yang langsung dihadiahi anggukan oleh Feyca.

Cowok itu bangkit, menuntun tangan Feyca mendekati kedai eskrim. Mereka sedang berada di salah satu pusat perbelanjaan, niatnya mencari sepatu balet untuk Feyca. Tapi di sana, Lathan justru menemukan Rachel.

Rachel mencium aroma khas parfum yang cukup familiar saat seorang cowok berjalan melewati mejanya. Gadis itu menoleh, melihat punggung tegap yang mendekati kedai eskrim dengan seorang anak kecil.

Lathan?

"Sen, kita udah tiga jam di sini. Gue mau pulang, udah makin sore lagi." Rachel berujar, membuat Sena mengangguk.

"Yah..," Sena tampak kecewa, "tapi boleh deh. Padahal tadinya, ada yang mau gue tunjukin ke lo," ucap Sena tersenyum.

Rachel sedikit penasaran, kemudian ia kembali menoleh pada cowok yang menarik kursi tak jauh dari mejanya, cowok itu memunggungi Rachel dan Sena.

"Emang apa yang mau lo tunjukin?" tanya Rachel benar-benar penasaran.

"Gue mau ng-"

Belum sempat Sena melanjutkan ucapannya, sebuah seruan mengintrupsi.

"Enak eskrimnya? Sini Abang suapin," ucap Lathan cukup nyaring.

"Nanti aja deh, yaudah ayo balik! Tante May pasti khawatir kalo lama-lama." Sena beranjak, melewati meja Lathan dan Feyca.

Tangan cowok itu bertaut dengan tangan milik Rachel. Lathan menatapnya, seolah merasa diperhatikan, Rachel menoleh ke belakang. Bahkan Lathan tidak mengalihkan pandangan saat Rachel menatapnya, cowok itu justru tersenyum. Senyuman yang membuat Rachel sedikit gusar.


"Fey kira, Kakak itu pacar Abang." Feyca melihat jalanan yang cukup renggang sore ini.

"Siapa? Rachel?"

"Fey gak tau namanya."

"Bukan," ucap Lathan berhenti pada lampu merah.

Gadis itu menunjukkan ekspresi sedikit muram, lantas diam  tidak berucap apapun lagi.

"Abang gak suka ya liat Kakak yang itu pergi sama Kakak cowok yang tadi?" tanya Feyca tidak bisa membuat mulutnya diam lebih lama.

Lathan sedikit terkekeh, "Adek Abang ini ngomong apa, sih? Kurang-kurangi nonton sinetron gak jelas, Fey," ucap Lathan gemas.

"Abang gak jawab pertanyaan Fey," ucapnya lagi, membuat Lathan menolehnya sekilas.

"Kakak yang itu punya nama Fey, namanya Rachel. Dan tebakan Fey bener, Abang gak suka liat Kak Rachel pergi sama Kakak cowok yang tadi.  Pinter banget sih kamu," jawab Lathan santai, membuat Feyca tersenyum dalam diam.

"Aku udah nemu Kakak baru yang bakal bikin Abang seneng lagi, aku gak suka Kakak yang waktu itu sering dateng ke rumah. Sekarang gak pernah dateng lagi, bikin Abang sedih." Anak itu berujar sangat polos.

Lathan berdehem pelan, ia tahu maksud  kakak baru yang diucapkan Fecya, ia Rachel. Dan ia juga tahu siapa kakak yang tidak pernah datang lagi itu.

Siapa lagi jika bukan Ralin?

Dan sekarang Lathan sedikit tersadarkan. Benar kata adiknya itu, Ralin tidak pernah datang lagi. Ralat, Tidak akan pernah.

Tbc...


Lagu Favorit kalian apasi?


Bellaanjni

Author jahat yang kemaren tuh jawabannya kentang goreng, receh kalian.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro