Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Not in Wonderland | 10

Hehe



Chapter 10

Jika berada dalam radarmu itu adalah sebuah kesalahan, maka selamanya aku tidak ingin benar.
🎼

Mata yang terpejam itu seolah menandakan bahwa sang pemilik raga kini kelelahan. Ia rasa, bahunya berguncang karena sebuah tangan kecil yang kini tak lepas, juga panggilan pelannya yang coba membangunkan.

"Abang..," ucap Feyca mulai merasa bosan karena sedaritadi Lathan tidak meresponnya.

Cowok itu perlahan membuka mata, "Kenapa?" tanya Lathan khas seperti orang mengantuk.

"Fey ada tugas buat besok, anter Fey beli peralatan ngelukis ya, Bang?" pinta anak itu. Lathan hanya bergumam, bahunya berguncang lagi. "Abang...!" gadis kecil itu mulai merengek.

"Iya, Abang bangun, iya." Lathan kini duduk, diusapnya wajah dengan kasar.

"Tapi Bang," Fey sengaja menggantung kalimatnya.

Lathan menatap Fey dengan mengangkat kedua alisnya, "Apa? Ngomong aja."

Feyca tersenyum. "Fey pengen sama Kakak yang kemarin," ucap Feyca sambil menunduk.

Lathan mengerutkan kening, kemudian langsung teringat pada Rachel. "Yakin?" tanya Lathan yang langsung dihadiahi anggukan.

"Kok Abang yang gak yakin ya?" cowok itu tersenyum sedikit kemudian mengambil ponselnya untuk menghubungi nomor Rachel, sambil menunggu panggilan terhubung Lathan memejamkan matanya.

"Halo?"

Lathan menggigit bibir bawahnya agar tidak tersenyum sekarang. Sekilas, wajah Rachel yang 'seperti biasanya' itu terlintas. "Jalan yuk!" ucap Lathan santai, namun sepertinya gadis di seberang sana  jauh dari kata santai.

***

Rachel mengerutkan kening, "Jalan?" tanya Rachel memastikan pendengarannya baik-baik saja.

"10 menit gue sampe di sana."

"Ha? Sep-" Tut.. Tut.. Tutt.. Panggilan diputus oleh Lathan. Rachel masih berusaha mencerna apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Gadis itu masih menatap layar ponselnya dengan ngeri. Kesurupan apa cowok itu sampai mengajaknya jalan?

***

Lathan baru menyadari, ternyata nama kontak Rachel diubah menjadi 'Rachel cantik'. Tidak apa, Lathan tidak keberatan. Rachel memang cantik dari sisi manapun.

Setelah mendapat pesan bahwa Lathan sudah di depan, Rachel segera turun dari kamarnya. May belum pulang kerja jadi Rachel mengiriminya pesan. Mobil putih yang sebelumnya pernah mengantar Rachel pulang kini terparkir di depan pagar.

Namun ada yang aneh, saat Rachel akan membuka pintu penumpang depan, kursi itu sudah terisi oleh anak kecil yang memakai dress biru selutut. Rachel melihat pakaian yang ia kenakan, sama persis memakai dress biru selutut.

Anak itu membuka jendela, "Kakak duduknya di belakang ya?" ucap Fey terlihat menang.

Rachel menatap Lathan yang nampak tidak berdosa. Dengan wajah kesal dirinya membuka pintu penumpang belakang kemudian masuk. "Jalan macam apa ini!" ucap Rachel terdengar jelas oleh dua orang di depannya.

"Siapa yang jalan sih, Kak, kita kan naik mobil Abang, Kakak mau jalan? Capek tau!" Fey berucap polos.

"Bodo amat!" Balas Rachel sengit, jelas terlihat kesal. Di kursi samping Rachel, terdapat sebuah hoodie berwarna abu. Rachel memperhatikan kemudian teringat kejadian tempo hari, ketika seseorang masuk ke kelasnya dan nampak seperti mencari sesuatu pada loker Ralin.

Rachel membuka lipatan hoodie tersebut dan sedikit mematung ketika di bagian punggung hoodie itu terdapat gambar sepasang sayap. Oke, ini semakin menarik menurut Rachel. Lathan pasti ada apa-apa, Lathan pasti ada sangkut pautnya dengan keputusan Ralin mengakhiri hidup. Tapi apa?

"Bengong terus!" Fey menyadarkan lamunan Rachel. "Mau turun gak Kak?" tanya anak itu yang tidak digubris Rachel.

Rachel  turun sendiri sampai akhirnya mereka bertiga berkumpul, "Lo ngapain sih bajunya ikutin gue?" tanya Rachel sebal.

"Ye, mana aku tau! Orang yang pake baju aku duluan!" jawab Fey galak. "Siapa juga yang mau samaan kayak Kakak! Lagian cantik aku kemana-mana!" Fey berubah sensi.

"Berisik lo!" tandas Rachel ketus.
Lathan hanya memandangi mereka, "Jadi, kapan belanjanya Fey?" Lathan mengintrupsi,  membuat Fey mendekat,

"Ayo Bang!" Fey berjalan seolah menuntun Lathan.

"Apa first date semua orang seburuk ini, ha?" ujar Rachel pada dirinya namun Lathan yang sudah berjalan di depan kini menoleh, menggerakan satu telunjuk ke bibirnya, mengisyaratkan untuk tidak berisik. Dengan satu hentakan kaki, Rachel terpaksa mengikuti.

Di dalam toko yang berisi perlengkapan untuk sekolah, Rachel memilih-milih penghapus yang menurutnya lucu dan memisahkan beberapa di antaranya.

Sementara tidak jauh darinya, Lathan dan Fey sedang memilih kanvas dengan ukuran dan tekstur yang cocok.

"Bang! Fey mau ke ruang digital dulu ya, mau liat desain yang lucu-lucu." Fey berucap antusias.

Lathan menimang sebentar, "Gak apa gak Abang temenin? Abang di sini kok waktu Fey selesai." Fey mengangguk, kemudian langsung melangkahkan kaki kecilnya menaiki pijakan anak tangga untuk menuju lantai dua, tempat ruang digital desain yang cocok untuk semua usia.

Cowok itu mendekati Rachel yang masih sibuk dengan penghapusnya, kemudian dengan sengaja menggeser salah satu sisi tempat penghapus, membuat Rachel menoleh kemudian memutar bola matanya.

"Jadi, ini yang namanya jalan?" tanya Rachel menatap Lathan yang justru tersenyum, dan ini kali pertama Rachel melihat Lathan yang tersenyum, tulus.

Lathan tidak menjawabnya, kemudian secara tiba-tiba berujar. "Gue cuma suka liat lo," ucapmya ringan seperti membicarakan menu makan hari ini.

Bohong jika Rachel mengatakan bahwa detak jantungnya normal sekarang. Tidak ada yang normal pada saat ini. Jadi, Rachel menunduk, yang justru dagunya diangkat naik oleh Lathan.

"Muka lo merah!" komentar Lathan saat itu juga.

Cowok itu terkekeh, menyadari perempuan di depannya bersemu, pasti karena malu.

Rachel lupa, padahal tadinya Rachel berniat menanyai Lathan tentang kejadian pagi itu.

"Apasih lo ah!" Rachel berbalik dan mengambil penghapus yang sudah ia tandai, menuju kasir.

Rachel berjalan cukup berjarak dengan Lathan, menghindar agar Lathan tidak mendengar detak jantungnya yang cukup keras. Konyol, tapi itulah yang Rachel lakukan. Sampai mereka berhenti di depan kasir, mbak-mbak berseragam merah hitam itu tersenyum ramah kemudian menghitung belanjaan Rachel.

Saat itu juga Fey datang mendekat, ikut menghitung belanjaannya. Lathan mengeluarkan dompet dan membayar, Fey bersikeras membawa barang belanjaannya sendiri. Padahal, ukuran kanvas dengan tubuh kecil Fey saja jauh berbeda.

Mereka keluar dari toko dan langsung memasuki mobil, berniat pulang. Sepanjang perjalanan Fey menceritakan banyak hal saat dirinya berada di ruang desain. Sampai Rachel tidak bisa mendengar suara anak kecil itu lagi, kemana perginya suara Fey yang sedaritadi mengisi kesunyian? Kini yang ada hanya  hening.

Rachel melihat ke kursi yang di duduki Fey dan menemukan gadis kecil itu tengah tertidur pulas. "Lah tidur nih bocah!" komentar Rachel yang tidak ditanggapi Lathan.

"Lo tau?" tanya Rachel sengaja menggantung kalimatnya, Lathan menoleh sedikit. "Banyak orang-orang yang keliatan baik justru busuk," ungkap gadis itu menimbulkan lipatan di dahi Lathan.

Lathan memberhentikan mobilnya di depan rumah Rachel yang masih terlihat sepi.
"Gue harap lo gak masuk ke dalam orang dengan kategori tadi," ucap Rachel tersenyum namun Lathan menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan, setidaknya menurut Rachel.

"Lo gak tau," jawab Lathan membuat Rachel yang semula akan membuka pintu mobil kini terhenti. "Gue gak sebusuk atau sebaik yang lo pikir," ujar Lathan, santai namun tersirat berbagai makna dari caranya berbicara.

TBC..

Kali ini aku cuma minta ½ vote sama ¼ comment kalian. Kalo lebih dari segitu gak akan lanjut boleh? HEHEEHE *Ketawa cutegirl.

Whooohoo, kasih tau aku gimana kesan firs date kalian?

Terus, menurut kalian, Apa Lathan ada hubungannya sama kasus kematian Ralin?

Satu lagi, menurut kalian Ralin itu dibunuh atau emang bunuh diri?



Bellaanjni
Author jahat yang hari ini ujian praktek drama inggris perannya jadi babu munafik. 

Bandung,  8 Maret 2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro