Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[21]


"Mae ke mana, Pak?" tanya gue cukup penasaran karena Pak Bos masuk sendirian ke kantor. Enggak ada buntut alias sahabat gue yang mengekorinya.

"Kelelahan. Saya suruh istirahat."

Ah, gue paham. Ibu hamil kadang begitu, ya? Sering tiba-tiba lemas sendiri. Apa dulu Ibu saat hamil gue juga kepayahan, ya? Gue enggak pernah tanya, sih. Apa nanti begitu gue pulang, gue bisa tanya hal ini. pengetahuan juga, kan? Siapa tau gue bisa lebih mempersiapkan diri setelah menikah nanti.

Tunggu ... tunggu.

Ini kenapa gue jadi memikirkan hal pernikahan, ya? memangnya ada yang gue harapkan dari pernikahan dengan Hulk nantinya? tapi ... gue sama dia, memang serius, kan? Enggak sampai dua bulan lagi kami menikah. Tapi rasanya seperti biasa-biasa saja enggak ada yang mesti dipersiapkan. Apa gue yang enggak tau, ya?

"Kok kamu malah bengong?"

"Ah ... masa sih, Pak?" gue mengerjap heboh. "Tapi, Pak. Sabtu ini saya boleh ke rumah? Jenguk Mae?"

Satria tampak berpikir sejenak. "Boleh."

Gue mau memekik girang rasanya enggak sopan. Jadi ucapan terima kasih gue rasa sudah sangat cukup. Bertemu Mae dan bicara mengenai kegalauan gue tentang obrolan semalam dengan Hulk memang pantas untuk gue bagi. Biar enggak galau sendirian.

Sepanjang hari ini, gue bekerja penuh teliti. biasanya juga seperti itu, sih. tapi kadang gue mengganggu Sapto atau Mae. Nah untuk hari ini berbeda. Sapto sibuk banget, gue dengar, ada buyer baru yang nilai omsetnya tinggi. Gue bisa melihat dari traffic pengantaran yang sering ke lokasi buyer baru ini. Semoga saja bisa mendongkrak bonus kami. Kan ... lumayan banget!

Makan siang saja gue sok kaya. Padahal saldo Gopey juga dari Hulk tapi gue enggak pengin makan sendirian. Enggak seru. Bu Ira mana mau diajak makan keluar. Beliau selalu bawa bekal. Gue perhatikan Bu Ira ini selalu sempat memasak di rumah. gue pernah dengar kalau sebelum kerja, beliau pasti menyempatkan diri membuat sarapan juga makan siang untuk ditinggalkan di rumah.

Jadi, untuk makan kedua anaknya ia tak memusingkan diri dan lebih sehat juga.

Gue setuju akan hal itu, sih.

Tanpa gue sadari hari kerja kali in cepat sekali berakhir. Gue hanya tinggal menginput satu data lagi dan selesai. Gue bebas dan bisa pulang. Nanti di rumah gue kabari Mae mengenai rencana kunjungan di hari Sabtu. Sedang berpikir apa kira-kira yang bisa gue bawa nanti. Atau nanti gue tanya langsung saja. Kan katanya kalau ibu hamil terkadang minta dan berkeinginan macam-macam.

Sebuah pesan masuk dan sukses membuat gue terdiam lama.

Hekky. R : Pada akhirnya Mas tau kenapa ibu kamu enggak merestui. Besok kami ke rumah kamu, Rin.

Ini ... ini maksudnya gimana, ya? apa ucapan gue kemarin disampaikan dan ditanya langsung ke orang tua Hekky? Benar dugaan gue kalau Hekky enggak tau mengenai masalah yang pernah terjadi dulu. Tapi masa, sih?

Ah ... gue kalau selalu menduga gini bikin makin curiga saja. lebih baik gue sabar dan menunggu realisasi dari Hekky. Mau tau juga apa yang akan dia lakukan. Belum habis rasa penasaran gue, sebuah pesan pun masuk tapi kali ini dari Hulk.

Hulk : Rin, jangan lupa kamu pilih-pilih design undangan. Abang sudah bicara dengan Ibu untuk masalah resepsi nanti. Akan ada orang yang sesekali berkunjung ke rumah untuk membantu. Abang serahkan yang terbaik ke Arin, ya. Biar Arin bisa design sendiri pernikahannya mau seperti apa.

Gue mengerjap pelan. Satu demi satu kata yang tertera di sana, gue cerna. Ini maksudnya gimana, ya? Kok jadi gue yang repot sendirian menyiapkan pernikahan ini, sih? Gue belum mau nikah sama Hulk kali! Menerima perjodohan ini saja terpaksa. Memang kenal akrab dan rasanya nyaman bicara mulai gue rasakan. Tapi kalau untuk lebih ke arah hati, perasaan gue masih dikuasai sama sosok Hekky.

Enggak munafik gue. Biarpun mendera demikian kuat masalah yang ada, gue belum benar-benar lupa sama Hekky. Gue tekan sedemikian rupa perasaan gue ini demi Ibu dan Ayah. enggak apa. enggak masalah. Seandainya memang jodoh gue itu Rasyid, selama dirinya memang enggak macam-macam dan berkelakuan layaknya suami yang pantas gue hormati nantinya, cinta itu bisa ada dengan sendirinya.

Gue sudah sampai pada kesimpulan itu, lho, mengenai pernikahan gue nanti. Tapi membaca pesan dari Hulk in bikin alis gue nyatu mendadak. Kenapa jadi semuanya diurusin gue? Memangnya pernikahan ini milik gue doang? Lantas dia ngapain? Ngasih biayanya saja? kok ... enak banget kedengarannya!

Enggak mau repot!

Buru-buru gue balas pesan itu tanpa peduli nantinya Hulk sakit hati atau enggak. Mood gue langsung dibuat dalam skala nol soalnya. Nyebelin, kan?

Arin. M : Ini Arin mau nikah sama siapa, ya? kenapa jadi Arin yang repot sendiri? Arin paham Abang kerja di sana tapi enggak bisa semuanya Arin yang tanggulangi dong! Ini pernikaha siapa memangnya? Arin sendiri tanpa pengantin prianya? Fine. Nanti Arin baca si Bolo ke penghulu. Enggak usah sama Abang!!!

Gue manyun setelahnya. Mau banting ponsel, masih sayang karena tetap saja ini ponsel baru yang keren dan gue cinta. Akhirnya sasaran gue keyboard yang gue tempeli stiker warna warni biar lebih lucu dan indah ini. gue ngetik laporan menggunakan kekuatan seribu tangan. Cepat dan berbunyi kletak yang cukup mengganggu.

Bodo amat! Geram gue kalau ingat masalah pesan tadi. Nanti di rumah gue mau memastikan satu hal, Hulk harus tau kalau gue bisa marah! Bukan cuma dirinya saja yang sering memberi perintah dan intimidasi biar gue mengalah walau apa yang dia bilang, benar adanya.

Saat akan mentotal keseluruhan penggunaan patty cash, ponsel gue bergetar lagi. gue lirik, ada pesan masuk dari Hekky. Seingat gue, tadi pesannya itu enggak gue balas. Karena apa yang mau gue respon? Walau sebagian hati pengin balas, "Oke, Arin tunggu." Rasanya akan jadi moment awkward nantinya.

Hekky. R : Kamu salah kirim pesan?

Mata gue melotot hampir loncat dari tempatnya. Wah ... gue enggak tau harus menggunakan muka yang mana nantinya kalau seandainya di masa depan bertemu sama Hekky lagi! Ya Allah! Ini semua salah Hulk!

Buru-buru juga gue segera ketik balasan pesan aneh tadi.

Arin. M : Iya. Maaf, ya.

Enggak butuh waktu lama pun pesan baru dari Hekky masuk. dan kali ini rasanya gue mau nyeburin diri ke kolam yang dalam dan enggak muncul lagi. eh ... itu perbuatan dosa! Enggak boleh! Maksudnya biar hilang malu gue ke Hekky.

Hekky. R : Enggak ada kesempatan untuk aku menjelaskan dan Papa bertemu orang tua kamu, ya? sampai pernikahan saja kayaknya benar-benar di depan mata.

Tapi tunggu ... setelah gue pikir-pikir, ini maksud Hekky mengirim pesan seperti ini apa, ya? otak gue enggak lemot banget, kok. Hanya saja, gue enggak mau menduga terlalu jauh. Atau jangan-jangan ... mereka berdua mau berkunjung ke rumah dan menyelesaikan permasalahan yang dulu ada? Lalu ... hubungan gue sama Hekky bisa nyambung lagi?

Begitu?

Wah ...

***

Gue benar-benar enggak habis pikir dengan Mae. Saat gue berkirim pesan lima belas menit lalu mengenari rencana gue berkunjung besok, Mae langsung meminta gue untuk membawakan udang balado buatan Ibu. Gue sampai mengingat kembali kapan sahabat gue yang lagi ngidam ini makan udang balado buatan Ibu?

"Ih, gue pernah makan. Lo pengin banget makan soto daging. Akhirnya gue yang habiskan bekal lo."

Itu katanya di telepon tadi. Dengan suara penuh harapan dan enggak bisa gue tolak sama sekali. Biarpun merasa janggala juga karena enggak pernah ingat kejadian itu.

"Bu," panggil gue pada sosok wanita paruh baya yang duduk di ruang tamu tanpa mengalihkan matanya dari layar TV. saat gue sadari, Ibu nonton sinetor kesayangannya. Ck!

"Apa?"

"Bu, besok tolong masakin udang balado lebih banyak, ya? atau satu porsi untuk Mae."

"Eh .. gimana-gimana?" Ibu berbalik dan menatap gue dengan bingung.

"Si Mae pengin makan udang balado buatan Ibu. Pengin katanya."

"Ya ampun! Beres. Ibu buatkan. Kamu besok mau ke sana?"

Gue mengangguk saja. "Tadi dia enggak ngantor. Kata Bos kelelahan. Arin mau jenguk. Pas tanya mau dibelikan apa malah minta udang balado buatan Ibu."

"Yah begitu lah ibu hamil. Kadang kuat, kadang lemah. Kalau sudah lemah, enggak perlu memaksakan diri. Memang ibu hamil itu butuh perhatian ekstra. Tapi bos kamu sayang sama Mae, kan?"

"Wah bukan sayang lagi, Bu. Bucin."

Kening Ibu berkerut. Gue mau tertawa tapi ditahan. Masa iya Ibu enggak tau istilah bucin? Apa perbendaharaan kata gaulnya masih terbatas, ya?

"Bucin apa, Rin? Ibu sering dengar tapi belum nyambung banget sama istilah itu."

Kan, gue bilang juga apa.

"Bucin itu ... budak cinta. Enggak bakalan mengalihkan diri ke mana-mana kecuali sama pasangannya. Nurut dan enggak banyak tingkah gitu, Bu."

Binar wajah Ibu semakin banyak. "Jadi artinya itu. ya ampun. Ibu-ibu PKK sering banget pakai istilah itu. ibu enggak paham, iya-iya aja kalau ditanya."

"Memang Ibu ditanya apa sama ibu PKK?" Gue penasaran juga. Obrolan mereka ini seputar apa, sih? Yang gue tau, mereka kadang berlomba membanggakan anak serta cucu. Atau barang-barang elektronik yang dipunya. Makanya gue agak was-was juga sama Ibu dengan pergaulannya. Nanti Ibu terbawa-bawa sama mereka lagi. kan, enggak lucu kalau Ibu lebih eksis ketimbang gue.

"Ditanya, pasti Pak Syarif bucin banget sama Ibu, ya? Sering telepon. Padahal Ayah telepon Ibu sekadar tanya kaus kaki ditaruh di mana. Atau minta tolong belikan camilan. Bucinnya di mana kalau begitu."

Gue ngakak!

"Tapi Ibu enggak repot, kan, buatkan Mae?" Setelah reda tawa gue pun melihat Ibu yang kayaknya malah manyun, gue memang perlu memastikan hal ini. Jangan sampai Ibu merasa keberatan membuatkannya. Bisa mampus gue kalau Ibu keberatan! Gue mana bisa bikin udang balado!

"Untuk ibu hamil, Ibu bakalan buatkan yang banyak!"

Sontak gue emmeluk Ibu dengan erat. "Makasih, ya, Bu."

"Kalau kamu nanti kira-kira ngidam apa, ya, Rin? Mae mah masih kategor kalem. Cuma minta makanan yang bisa dibuat. Lah kalau kamu kan urakan dan serampangan gini. Aduh enggak kebayang jadi Rasyid nanti. Kayaknya Ibu mesti peringatkan anak itu dari sekarang, deh.

"IBU!!!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro