|| Part 7 ||
Happy Reading✨
"Ansel? Ngapain dia di sini?" tanya Fira yang baru saja pulang kerja.
"Ngapain lagi kamu mau ke sini, Sel?" tanya Fira ketus. Bukan apa-apa, ia takut ada hal tidak diinginkan yang terjadi, seperti gosip-gosip yang kemarin beredar.
"Aku mau minta maaf karena kemarin udah nuduh kamu. Aku rasa, aku salah karena udah nuduh kamu. Aku percaya, kamu tetaplah Fira, gadis yang baik-baik," ucap Ansel dengan tulus.
"Iya, gak apa-apa. Udah gak ada yang perlu dibicarakan, kan? Lebih baik, kamu segera pergi dari rumah aku. Aku gak mau sampai ada salah paham di antara tetangga-tetangga."
"Fir, aku mau ajak kamu makan. Anggap aja sebagai permintaan maaf aku karena udah nuduh kamu yang enggak-enggak."
Fira menggeleng. "Maaf, aku gak bisa."
Fira membuka kunci pintu rumahnya, dan hendak masuk ke dalamnya. Ansel menahan pergelangan tangan gadis itu. Fira berusaha melepaskan cekalan Ansel pada tangannya.
"Lepasin, Sel."
Ansel masih tetap mencekal tangan Fira, begitupula dengan Fira yang masih berusaha melepaskan tangan Ansel dari tangannya.
"Eh, ada apa ini? Mau berbuat aneh-aneh ya kalian?"
Suara itu membuat Ansel melepas cekalan tangannya pada Fira, yang menyebabkan Fira terjatuh.
"Aww," ringis gadis itu. Ansel ingin menolong Fira, namun tak sengaja ia malah melihat isi tas Fira yang terbuka. Ansel hendak memasukkan kembali baju yang terkeluar sedikit dari tas Fira, lalu malah menemukan hal tak terduga dari sana.
"Apa ini, Fir?" tanya Ansel sambil mengeluarkan dress pendek berwarna merah menyala dari tas Fira.
"Kamu mau ngapain bawa dress pendek kayak gini?" tanya Ansel.
"Apa itu?" tanya seorang wanita paruh baya yang tadi menegur perbuatan Ansel dan Fira. Wanita paruh baya itu ialah Bu Marni, istri dari Pak Amdian yang merupakan pak RT di kompleks perumahan itu.
Bu Marni segera meraih dress merah itu dari tangan Ansel.
"Fira, ini baju kamu?" tanya Bu Marni dengan tegas.
"Bukan, Bu, itu bukan baju saya," ucap Fira. Ia terkejut kala mendapati dress itu ada di dalam tasnya.
"Kamu gak usah berbohong. Sudah jelas-jelas ini ada di dalam tas kamu!" Bu Marni menaikkan intonasi suaranya, membuat beberapa tetangga keluar dari rumahnya kala mendengar suara Bu Marni.
"Ada apa ini, Bu?" tanya Bu Rina yang baru saja datang.
"Iya, nih, ribut-ribut kenapa, Bu Marni?" tanya Bu Diah.
Bu Marni tidak menjawab. Ia menyerahkan dress merah itu kepada Bu Diah dan Bu Rina.
"Dress pendek punya siapa ini?" tanya Bu Diah.
Bu Marni menunjuk ke arah Fira. "Milik Fira."
Sontak, Bu Diah dan Bu Rina melihat ke arah Fira dengan tatapan tajam.
"Bukan, Bu. Itu bukan punya saya."
"Saya benar-benar gak nyangka ya, Fir, kamu suka berpakaian pendek seperti ini. Untuk apa dress sependek ini? Kamu ingin menggoda laki-laki bermata belang di luar sana?" marah Bu Diah.
Selama ini, Bu Diah selalu berbaik hati kepada Fira, mengingat gadis itu terkenal baik dan suka menolong. Namun, kali ini, ia tidak bisa menahan emosinya kala mengetahui Fira tidaklah sebaik yang ia ketahui.
Bu Rina melihat tas berwarna abu-abu milik Fira dan menggeledah isi tas itu. Ditemukannya beberapa lipstick berwarna merah menyala seperti dress itu, kemudian beberapa alat make up lainnya. Bu Rina juga mendapati sebuah kertas berupa kartu nama dengan tulisan "Club Melati" tertera disana.
"Lihat ini, Bu," ujar Bu Rina sambil memberikan kartu nama itu kepada Bu Diah dan Bu Marni. Keduanya terkejut kala melihat tulisan di kartu nama itu. Tidak mereka sangka, ternyata Fira pernah pergi ke club itu. Apakah gadis itu adalah langganan di club itu?
"Bu, itu bukan punya saya, Bu. Sepertinya tas saya tertukar dengan tas milik teman saya. Saya berani sumpah tidak tahu mengenai barang-barang itu," ujar Fira sambil menangis.
"Aku gak heran ya, Fir, pasti kamu udah sering langganan di sana. Pantas aja kamu sering keluar malam. Aku kecewa sama kamu, Fir." Ansel lalu berjalan pergi meninggalkan Fira yang terus saja menangis.
■■■
"
Ini kembaliannya ya, Mbak. Terima kasih sudah datang di Cafe Blossom."
"Sama-sama, Mbak."
Fira merentangkan kedua tangannya ke atas, berusaha meregangkan otot tangannya yang selama 30 menit terakhir terus bekerja. Pengunjung cafe yang begitu ramai, membuatnya kewalahan dalam melayani pembayaran.
"Capek ya, Fir?" tanya Leta, sambil membuka tutup botol air minumnya. Gadis itu lalu meneguknya hingga habis.
"Iya, Let, capek banget. Sekalinya datang menggerombol, kayak lagi antre sembako," canda Fira.
"Betul banget tuh. Tapi, kayaknya capekan aku deh, secara aku bolak-balik layani pesanan dan antarin pesanannya."
Fira mengangguk. "Ya, intinya sih, yang namanya kerja pasti siap capek. Benar begitu kan, Let?"
"Iya dong, kalau gak capek mah, bukan kerja namanya, tapi makan gaji buta."
Seketika tawa mengudara dari keduanya.
"Oh iya, cafe udah mau tutup nih. Yuk, siap-siap pulang," ujar Leta. Fira mengangguk, ia lalu melangkah menyusul Leta yang sudah terlebih dahulu berjalan menuju ruangan besar. Ruangan besar itu biasa digunakan oleh para karyawan untuk beristirahat dan menyimpan tas serta barang-barang yang dibawa mereka.
"Wah, Mbak Livia gercep banget nih, udah siap-siap mau pulang," ledek Leta sembari memasukkan botol minumnya ke dalam tasnya.
"Gercep dong kalau urusan pulang, semua orang juga pasti gitu," jawab Livia sambil tertawa kecil.
"Eh, tolong jagain bentar ya tas aku. Aku mau ke toilet bentar," ucap Livia.
"Aku juga mau ke toilet, nih. Titip bentar ya, Let," ujar Fira kemudian berjalan bersama dengan Livia menuju toilet.
Sekembalinya mereka, Leta sudah siap dengan tas yang dipikul di bahunya.
"Udah aku jagain, Fir, Liv. Aku pulang dulu, ya," ucap Leta.
"Oke, Let, hati-hati," ujar Fira dan Livia bersamaan. Tersisa Fira dan Livia di ruangan itu. Biasanya, memang mereka memiliki waktu pulang yang paling lambat, mengingat mereka berdua diberi tanggungjawab untuk menutup pintu cafe.
Fira mengambil tote bag berwarna abu-abunya, kemudian mengajak Livia untuk keluar bersama.
"Ngomong-ngomong, hari ini tas kita sama, ya," ucap Fira.
Livia yang sepertinya baru tersadar akan kesamaan pada tas mereka, terkekeh. "Betul banget, udah kayak kembar aja kita."
"Kok bisa ya kita samaan gini? Selain warnanya, model tasnya juga sama," ujar Fira setelah memperhatikan betul-betul model tas keduanya.
"Mungkin, ini yang disebut jodoh," canda Livia.
Keduanya lalu berbincang-bincang kecil, sembari tangan Livia bergerak mengunci pintu utama cafe.
"Udah dikunci nih pintunya, kalau gitu aku pulang duluan ya, Fir," pamit Livia.
Fira mengangguk. "Aku juga mau pulang, nih. Hati-hati ya, Livia. Sampai besok."
Fira melambai-lambaikan tangannya ke arah Livia, yang tentunya dibalas oleh gadis itu.
"Sampai besok juga, Fira."
Fira berjalan menuju motornya, menyalakan mesin, kemudian melajukan motornya menuju ke rumah. Tak butuh waktu lama, Fira sudah masuk ke dalam kompleks perumahannya. Fira memperlambat laju motornya, kala dilihatnya ada seorang lelaki tengah berdiri di depan rumahnya.
━━━┅┅☆★☆┅┅━━━
Jangan langsung menyimpulkan inti dari sebuah permasalahan, jika kamu saja belum paham betul akar dari masalah itu.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro