|| Part 4 ||
Happy Reading ✨
Tok ... Tok ... Tok ....
Suara ketukan pintu terdengar, membuat sang empunya yang tengah memasang tali sepatu mempercepat gerakannya.
"Sebentar," jawabnya dari dalam. Setelah tali sepatunya terikat sempurna, gadis itu segera berjalan untuk membuka pintu. Ia penasaran, siapa yang jam 8 malam bertamu ke rumahnya?
"Eh, Ansel?"
"Hai, Fir," sapa Ansel sambil tersenyum. Sedetik kemudian, lelaki itu kebingungan melihat Fira yang terlihat rapi dengan sepatu yang membalut kakinya, kaos berwarna putih dan dipadukan dengan celana jeans berwarna biru muda. Tidak lupa juga dengan jaket berbulu milik gadis itu.
"Kamu mau kemana, Fir? Bukannya kamu lagi sakit?" tanya Ansel.
Fira mengernyitkan dahinya. "Darimana kamu tahu kalau aku sakit?"
Bukannya menjawab, Fira malah melemparkan pertanyaan kembali kepada Ansel.
"Aku tahu dari Leta. Tadi pagi aku ke kafe, mau ketemu sama kamu. Tapi, kata Leta kamu gak masuk karena sakit."
"Oh iya, aku lagi sakit makanya gak masuk kerja tadi."
"Kamu mau kemana, Fir?" tanya Ansel mengulangi pertanyaannya yang belum tergenapi oleh jawaban dari Fira.
"Bukan urusan kamu," jawab Fira singkat.
"Jelas, itu urusan aku juga, Fir. Kamu itu cewek, kamu juga lagi sakit. Jadi, apa sih yang mengharuskan kamu keluar malam-malam seperti ini?"
Fira mendengus. "Ansel, tolong ya. Ini urusan aku, jadi aku mohon gak usah ikut campur urusan aku."
"Ya udah, oke, aku gak ikut campur urusan kamu. Tapi, aku butuh bicara bentar dengan kamu, Fir."
Fira melirik jam tangannya. "Maaf, Sel. Aku gak bisa. Aku buru-buru, udah hampir telat. Bicaranya besok aja di kafe, besok pasti aku masuk kok."
Fira berjalan masuk ke dalam rumahnya, kemudian mengambil tas selempangnya.
"Fir, kemarin malam juga kamu bilangnya gitu, kamu buru-buru. Sebenarnya, ada apa sih? Kamu mau kemana? Kenapa harus malam-malam begini perginya?" tanya Ansel bertubi-tubi, membuat Fira menghentikan gerakan tangannya yang hendak mengunci pintu rumahnya.
"Sel, dengar ya, sekali lagi aku tegaskan, kita udah gak punya hubungan apa-apa. Jadi, berhenti untuk kepo dengan urusan aku, dan berhenti untuk bertanya-tanya seolah kamu peduli dengan kehidupan aku."
Selesai mengunci pintu rumahnya, Fira memasukkan kunci itu ke dalam tasnya.
"Oh iya, satu lagi, urusan aku mau kemana, dan kenapa perginya harus malam, aku rasa kamu gak usah tahu. Ini urusan aku, bukan urusan kamu."
Ansel terdiam mendengar ucapan Fira yang begitu ketus.
"Memangnya, kalau sudah jadi mantan, kita gak bisa ya berteman baik lagi?" tanya Ansel buka suara.
"Berteman baik dengan mantan itu gak salah. Yang salah itu ialah ketika kita terlalu mencampuri kehidupan mantan yang sudah jelas-jelas itu bukan urusan kita."
Setelah selesai berucap, Fira lalu berlalu dari pandangan Ansel. Gadis itu menuju ke motornya, dan menyalakan mesin motornya.
"Kalau emang ada yang mau dibicarain, besok aja di kafe, aku tunggu. Tapi aku pikir, kayaknya gak ada yang mesti kita bicarain lagi."
■■■
Ansel merebahkan tubuhnya di atas ranjang besarnya. Bau maskulin menyeruak ketika masuk ke dalam kamar lelaki itu. Kamar yang didominasi dengan warna abu-abu itu terlihat begitu elegan, dengan tatanan barang-barangnya yang begitu rapi. Ansel memang tipe lelaki yang mencintai kerapian. Tak heran jika kamarnya jauh dari kata berantakan.
Lelaki itu mencoba menutup matanya, namun sayangnya, matanya enggan terpejam. Pikirannya melayang pada Fira, gadis yang sudah berstatus sebagai mantannya.
Ada sesuatu hal yang mesti ia bicarakan kepada gadis itu. Itu semua perihal tindakannya yang sudah mengakhiri hubungannya dengan gadis itu. Ia sungguh menyesali tindakannya itu.
Awalnya, ia memutuskan Fira karena sudah bosan, sudah tidak ada lagi cinta yang bersarang di hatinya. Ansel pikir, tindakannya untuk memutuskan Fira adalah jalan terbaik supaya gadis itu tidak merasakan sakit yang terlalu dalam. Akan tetapi, ia salah. Fira justru merasakan sakit yang begitu mendalam kala diputuskan oleh Ansel. Ansel sungguh menyesalinya.
Rasa menyesalnya semakin bertambah, ketika Ansel berulang kali melihat Fira berjalan dengan lelaki lain. Ia merasa bahwa rasanya untuk Fira kembali mekar. Ia begitu menyesal karena telah meninggalkan Fira, hanya karena rasa bosan yang datang sejenak.
Tujuannya untuk menemui Fira kali ini ialah ia ingin meminta maaf kepada Fira atas tindakannya yang sudah cukup menyakitinya. Di balik tujuan itu, ada juga harapan yang tengah ia lambungkan bersama doa. Semoga, gadis itu mau menerimanya kembali sebagai kekasih hatinya.
■■■
"Jadi, apa yang mau kamu bicarakan, Sel?" tanya Fira to the point kepada Ansel. Saat ini, mereka tengah di kafe Blossom. Fira menyempatkan waktu istirahatnya sejenak untuk meladeni Ansel yang sedari 2 hari lalu sepertinya ingin berbicara dengannya.
"Sebelumnya, aku mau tanya, kamu udah punya pacar?" tanya Ansel.
Fira menatap lelaki di depannya jengah. "Itu bukan urusan kamu, Sel," ketus Fira.
Gadis itu bingung dengan tujuan Ansel bertanya mengenai statusnya.
"Oke, maaf, Fir."
"Sel, kalau memang ada yang penting dan harus dibicarakan, lebih baik langsung aja. Aku gak punya banyak waktu, Sel. Aku belum makan, dan waktu istirahatku gak banyak. Jadi, tolong, jangan memperlambat durasi."
Ansel menghela napasnya. Ia merasa bahwa Fira masih marah padanya, sehingga gadis itu bersikap ketus seperti itu.
"Aku mau minta maaf, Fir. Aku minta maaf karena udah pernah nyakitin perasaan kamu. Aku menyesal karena udah putusin kamu waktu itu. Sejujurnya, waktu itu aku putusin kamu --"
"Yang berlalu biar aja berlalu. Aku gak mau bahas masa lalu lagi. Kalau tujuan kamu ajak aku bicara cuma untuk meminta maaf, aku udah lama maafin kamu."
Ansel mendongak, menatap manik hitam milik Fira.
"Kamu serius udah maafin aku?" tanya Ansel memastikan.
"Iya. Kalau tujuan kamu, hanya untuk bertanya perihal maaf, aku rasa udah selesai. Aku mau makan siang dulu."
Fira lalu pergi meninggalkan Ansel yang masih tak berkutik.
"Kamu emang baik, Fir. Bahkan, di saat aku udah nyakitin kamu begitu dalam, kamu tetap bisa memaafkan aku. Terima kasih, Fir."
━━━┅┅☆★☆┅┅━━━
Memaafkan bukan berarti kamu kalah. Memaafkan berarti kamu memiliki jiwa yang besar.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro